12. || Upacara

151 23 2
                                    

 Jangan lupa vote, commen.

Share cerita ini ke seluruh sosial media kalian, ajak yang lain ramein lapak Author.

Enjoy Dear❤

🏸

Hari senin sudah kembali, hari paling dibenci Senja, cewek itu memakai dasinya sambil melirik room chat -nya dengan Phael. Dari tadi malam, ralat sepulang dari sekre, cowok itu berubah menjadi cuek dan dingin.

  Senja sudah spam Phael, tadi cowok itu seakan mengabaikan. Padahal, ia online. Senja yang notabenenya o'on,  harus memerintahkan otaknya bekerja ekstra untuk berfikir. Waktu dirinya bertanya kepada Langit, cowok itu hanya bilang, "Lo sih goblok ngga peka." Membuat Senja semakin dilanda kebingungan.

  "Langit! Bonceng ya ke sekolah!" Teriak Senja dari kamarnya, ia malas menyetir pagi ini. Mood cewek itu anjlok karena Phael yang cuek dan seolah tidak mau ditemui.

  "Dibonceng kembaran mulu! Dibonceng pacarnya kapan?!" Teriak Langit dari dalam kamarnya, membuat Senja mendegus.

  "Cot Lang cot! Kayak yang bilang punya." Jawab Senja cukup membuat lagi tersentil.

🏸

Bhinabakti dihebohkan dengan ngamuknya Bu Mardiana. Bagimana tidak, kedisiplinan di Bhinabakti sudah tidak seperti dulu lagi. Kehadiran pentolan sekolah sangat meresahkan Bu Mardiana, khusus penghuni tetap Sekre. Tidak perempuan tidak laki laki, semuanya sama, bejat dan laknat!

  "MULAI HARI INI! BARANG SIAPA YANG MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN DAN MEROKOK DI BELAKANG TEMBOK KAMAR MANDI, AKAN DI KELUARKAN DARI SEKOLAH!" Terik matahari tidak mengurangi semangat guru sangar tersebut memberi amanah upacara.

     "Bagi murid perempuan yang ketahuan membawa alat make up akan saya skors! MENGERTI?!!" Suara lantang guru berbadan gembul itu terdengar di setiap sudut sekolah.

  "MENGERTI BU TETET!!!" Teriak Gege, Langit, Fabian, Abi, Senja, Gisuwa, Beby Maydeline kompak. Mata bu Mardiana melotot garang.

    "Kalian!" Bu Mardiana menunjukkan ke delapan murid laknatnya. "Baris di depan, cepat!!" Bu Mardiana mengarahkan telunjuknya agar delapan muridnya itu berdiri di depan tiang bendera.
 
    Mereka berdelapan bersungut sungut, dipermalukan seperti ini sudah biasa. Tapi mereka tetap saja kesal, pasti setelah upacara mereka tidak di izinkan kembali ke kelas.

   "Suara Gege yang paling kenceng tadi Buu.." Protes Senja, agar dirinya diberi sedikit keringanan.

   "Heh! Anjing, gak setia kawan banget lo!" Gege mengeplak pelan kepala Senja. Cowok tinggi itu menatap Rapahel dengan senyuman sejuta kesialan.

    "KITA SEMUA DI SURUH RAPHAEL BUU.."

   Gege tertawa dalam hati, mata Rapahel melotot terkejut. Dilihat dari barisan paling belakang itu Rapahel menatap bu Mardiana, mencoba menyakinkan guru itu dengan tampang tenangnya.

   "Rapahel! Maju kamu!" Suruh bu Mardiana.

   "Anjing." Umpat cowok itu pelan.

   "Kalian ini adalah-"

   "BU, JEFRAN JUGA TADI. SUARA DIA PELAN BIAR GAK KEDENGERAN IBU." Teriak Gisuwa, sontak bu Madiana menatap Jefran garang.

   Wajah Gisuwa sumringah. Cewek rambut pendek itu membenarkan letak kacamatanya. Menatap Jefran mengejek, tampak sekali cowok itu mati matian menahan kesal.

   "JEFRAN KAMU-"

   "SAYA MAJU, SAYA GAK BUDEG!" Teriak Jefran kesal, cowok itu menyegarkan ramburnya lalu memasukan tangannya ke saku. Berjalan santai bergabung dengan teman teman biadabnya.

   "Jef.. Lo gans banget sihh.." Jeritan Gisuwa dalam hati.

    Gisuwa menghirup udara dalam dalam, sosok ganteng Jefran yang mendekat padanya membuat ia grogi. Sial! Kenapa cowok itu malah berdiri tepat di sampingnya.

   "Akkhh.."

  "Anak anjing!" Umpat Jefran menginjak kaki Gisuwa, cowok itu hampir saja ingin menjambak rambut pendek gadis itu.

     Bu Mardiana kembali memberi amanat, kali ini sepuluh murid yang berbaris di depan tiang bendera di olok olok. Guru itu juga menyuruh murid lainnya agar tidak mencontoh perilaku kesepuluh murid tersebut.

   Selepas upacara, saat itu juga hukuman menanti. Bu Mardiana tidak tanggung tanggung jika marah, ia memberi hukuman berlari mengelilingi lapangan sebanyak lima belas putaran. Jangan kan lima belas, tiga saja sudah ingin mati rasanya.

   Ini sudah putaran ke lima, wajah mereka pias. Bibir pucat dan wajah merah seperti tomat, pagi ini panasnya benar benar beda.

  "Cepat Senja! Jangan cuma tawuran aja bisanya." Cetus bu Madiana dari pinggir lapangan. Di depan Senja ada Langit yang sudah berlari jauh, otomatis barisan di belakang Senja ikut lari lambat.

  "Panas Bu." Lirih Senja, tidak kedengaran oleh bu Madiana.

  Gerakan Senja semakin lambat, kakinya terasa lemas, ia lupa belum sarapan pagi. Kepala Senja dihantam pusing, lantas ia berhenti dan memegangi lututnya. Mengatur nafasnya yang tersengal, Senja memegang kepalanya yang pusing.

  "Lo kenapa?" Tanya Raphael, tangannya terangkat memegang kedua bahu Senja.

   Senja mendongak dan mendapati wajah khawatir Raphael, ia tersenyum tipis. "Ngga kuat El." Lirihnya, tenggorokan Senja terasa kering dan sakit.

  "Ck! Ayo ke uks." Raphael berdecak, lalu menggendong Senja ke uks. Tidak mengacuhkan teriakan bu Madiana.

   "Besok besok copot lambung lo!" Kata Raphael menggendong Senja bridal style.

🏸

Holaa...

I'm back, yey!!

Menurut kalian Rapahel cuek karan apa?

Kira kira Fabian bisa gak dapetin Senja?

Komen yang buanyakkkk...

Next cintah?

See u Dear <3

28 Okt 2021

Senja di Langit NabiruWhere stories live. Discover now