Part 11

64 43 0
                                    

-Irene POV-

Banyak orang bilang cinta terkadang membuat pikiran kita tidak rasional. Dan biasanya ketidakrasionalan tersebut dimulai dari rasa suka, yang sekilas terdengar lebih jinak daripada cinta, meski tidak begitu kenyataannya. Karena suka, kadang kita mendapati diri melakukan hal-hal yang tidak akan mungkin dilakukan kalau pikiran kita seratus persen waras. Contohnya: kalau orang yang kita sukai berada di suatu organisasi yang sama dengan kita, kita akan stalk dia dengan mencari profilenya. Setelah tau nama lengkapnya, aksi penguntitan dilanjutkan melalui SNS. Kalau kita berani menambah orang itu sebagai teman, tentu saja kita tidak perlu menguntitnya melalui jariangan sosial media itu dan begitu dia approve, kita bisa ngobrol layaknya orang normal.

Tapi berapa banyak orang yang senekat itu? bukan karena kita penakut, tapi karena sebagai perempuan, kita punya harga diri dan gengsi. So... untuk menjaga image, akhirnya kita hanya bisa mengagumi orang yang kita sukai dari kejauhan.

***

Aku tidak pernah memperhatikan Suho sebelum... sebelum aku mulai memperhatikannya. Butuh waktu cukup lama bagiku untuk menyadari bahwa apartemen Suho hanya berjarak beberapa blok dari rumahku. Selama ini aku memang sering melihatnya naik sepeda dalam perjalanan dan hanya menyimpulkan sambil lalu bahwa dia tinggal di area yang sama denganku, itu saja. Tapi setelah menyadari di mana dia tinggal, tak mungkin aku tidak menghiraukannya karena aku mulai melihatnya ke manapun aku pergi. Aku melihatnya paling tidak tiga hari seminggu di kampus karena dia mulai menggantikanku menjadi asisten dosen ayahnya. Di pasar swalayan ketika sedang belanja bulanan. Di kotak surat bangunan apartemennya. Di lift kampus ketika aku akan keluar dan dia baru akan naik atau kadang naik lift yang sama. Di lobi kampus ketika aku baru turun dari taksi dan dia menaiki taksi yang baru saja menurunkanku.

Dengan semakin seringnya kami bertemu, mau tak mau aku mulai memperhatikan Suho dengan lebih seksama. Dia memang tidak sejangkung kakaknya, namun tetap lebih tinggi daripada aku. Penampilannya di kampus memang mengikuti peraturan, tapi dia mencoba menunjukkan sisi pemberontaknya dengan selalu menggulung asal lengan kemejanya hingga ke siku, tidak mengancingkan kancing paling atas dan mengikat longgar dasinya sehingga memperlihatkan sedikit kulit lehernya yang putih. Intinya, dia sangat maskulin.

Ketika rasa penasaranku tak bisa dibendung lagi, aku meminta bantuan Dong Wook oppa, aku meminta buku akhir tahun sekolahnya. Dan lebih indahnya lagi, disana ada fotonya. Ketika menemukan foto dengan nama Kim Suho tertera di sampingnya, aku sempat berpikir. Terlintas di benakku: Suho? Apa artinya? Seperti bukan nama orang Korea.

Beberapa hari setelah tahu namanya, aku berpapasan dengan si pemilik nama aneh itu di supermarket ketika hendak membeli snack. Aku baru mau masuk sedangkan dia akan keluar. Aku mencoba tersenyum padanya, tapi bukannya membalas senyumku, dia hanya menatapku dengan kening berkerut dan berlalu. What the hell?! Kita kan sudah berteman, itupun dengan paksaan darinya. Ada apa dengannya hari ini? Lagipula, dia tidak pernah diajari kalau ada orang tersenyum kepada kita, kita harus balas tersenyum? Sepanjang hari itu aku berusaha menganalisis kejadian tadi pagi. Beberapa penjelasan muncul dalam benakku.

Mungkin dia sedang terburu-buru, makanya tidak membalas senyumku.

Atau mungkin dia sedang ada masalah

Mungkin dia tidak tau kalau aku sedang tersenyum padanya.

Buru-buru aku ke toilet untuk memeriksa senyumku di depan cermin. Berusaha memproduksi senyum yang sama dengan yang kuberikan kepada Suho pagi tadi. tapi yang kulihat di cermin membuatku mengerti, bahkan memaklumi reaksi Suho. Jujur saja, aku terlihat seperti orang lagi sakit gigi. Setelah hari itu aku jadi terus melatih senyum di depan cermin, mencoba mendapatkan senyum yang kelihatan tulus dan bersahabat.

Aku belum sempat mempraktekkan senyum baruku kepada Suho karena dia malah menghilang selama hampir sebulan. Pada akhir minggu pertama aku mulai bertanya-tanya dia kemana. Meski berusaha menyakinkan diri bahwa aku tidak peduli dia atau tidak ada di kampus, kenyataan meneriakkan bahwa aku pembohong besar. Setelah berminggu-minggu tidak terlihat, aku tidak mengharapkan melihat laki-laki itu lagi, sampai aku hampir menabraknya pada suatu siang. Aku baru saja keluar dari perpustakaan kampus setelah mengembalikan buku dan bergegas karena teman-temanku sudah menunggu untuk makan siang. Ketika aku berbelok keluar, tampak Suho baru akan melangkah masuk. Langkahku sedikit tersentak, mencoba menahan momentum yang akan membuatku menabraknya. Sesaat tatapan kami bertemu dan secara refleks aku tersenyum, lalu mengangguk padanya. Dia pun tersenyum lebar, mungkin karena refleks juga dan aku mendengarnya berkata, "Hai."

Dan setelah sekian lama, aku kembali mendengar suara seksinya. Tapi dasar bodoh, bukannya menanggapi atau berusaha membuka pembicaraan dan menyapa aku malah kabur dari hadapannya.

Aku mencoba melupakan kata 'hai' itu selama berminggu-minggu hingga akhirnya menyerah dan mulai mencari informasi tentang Suho di SNS. Aku sempat tertawa melihat foto profilnya. Dia tersenyum lebar sambil merangkul seorang wanita paling pendek yang pernah kulihat. Wanita itu juga tersenyum lebar dan memeluk pinggang Suho. Aku yakin wanita itu bukan pacar atau istrinya, karena dia jauh lebih tua daripada Suho, lebih cocok jadi ibunya. Informasi lain tidak bisa didapatkan karena akunnya di private.

Mencoba menenangkan hatiku yang sangat ingin bahkan hampir terobsesi untuk meng-google namanya, aku menunggu beberapa hari. Seminggu kemudian aku mengaku kalah dengan kegilaanku. Aku meng-google nama Suho dan menemukan sedikit informasi tentang laki-laki itu. ada beberapa foto yang diunggah teman-temannya ke blog, website atau SNS mereka. Foto-foto itu menunjukkan Suho sedang main bola, basah-basahan di air terjun hanya mengenakan celana pendek dan beberapa foto lain yang diambil pada pesta keluarganya. Aku baru saja akan mencari foto-foto lainnya ketika menyadari aku sudah cukup melanggar privasi laki-laki itu.

Saking malunya mengingat apa yang sudah kulakukan terhadap Suho, aku tidak berani menatapnya ketika kami bertemu di lift kampus yang penuh sesak. Aku melihatnya dari kejauhan ketika berjalan menuju area lift, sedang mengobrol dengan ayahnya. Sekilas kubandingkan penampilanku yang hari itu mengenakan dress selutut dengan jaket berwarna cokelat. Tadi saat berangkat masih terlihat agak cute, tapi setelah berada di subway dan mengantre lift dengan yang lain, jangankan cute, presentable saja tidak. Dalam hati aku memaki Suho yang masih terlihat fresh dengan kemeja abu-abu dan celana hitamnya. Tidak ada bekas debu atau keringat sama sekali padanya.

Untung ada banyak orang yang sedang menunggu lift, jadi aku bisa sembunyi di belakang mereka semua tanpa ketahuan. Pintu lift terbuka dan orang-orang langsung menyerbu lift yang kosong itu. sebagai orang terakhir yang masuk, aku kedapatan tempat di sudut kanan, tepat di depan panel tombol. Setelah pintu tertutup, lift memulai perjalanannya ke atas. Lift masih cukup penuh ketika sampai di lantai 16. Aku mendengar seseorang berkata, "Permisi." Dengan sopan dan beberapa orang yang berdiri di tengah langsung menyingkir, beberapa bahkan keluar dari lift untuk memberikan jalan kepada Prof kim dan anaknya. Daripada keluar, aku lebih memilih menempelkan punggung pada dinding lift hingga semepet mungkin.

Meski kepalaku tertunduk, aku tahu ketika Suho melewatiku. Bahunya yang kokoh bergesekan dengan tas yang kudekap di dada. Dan sumpah mati aku bisa merasakan jantungku jatuh ke lantai. Kugigit bibir bawahku agar tidak mengeluarkan suara. Entah bagaimana, meskipun tidak melihatnya, aku merasa Suho sedang menatapku lekat-lekat. Bisa jadi dia mungkin bahkan sedang menyeringai. Jangan-jangan dia tahu aku meng-google namanya tadi pagi. Tidak! Mencoba mengusir pikiran yang berkecamuk dan paranoid, kupejamkan mataku. Ketika kubuka mataku kembali, lift sudah sampai di lantai 20 dan aku keluar dengan langkah agak terhuyung.

TBC

Jamais Vu✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang