Part 1 (SEASON 2)

62 5 0
                                    

Annyeong Readers

semoga kalian selalu menanti karyaku dan gak bosen yaa guys

keep health dan stay safe all :)

Happy Reading~~~

Daegu, 2025

-Irene POV-

Aku teringat betapa besar harapan yang terkandung di hatiku untuk menemukan kedamaian di tempat kakek-nenekku. Aku mengibaskan kenangan pahit itu dengan niat masuk ke dalam rumah. aku tahu, pintu yang tertutup itu tak dikunci, seperti yang sudah menjadi kebiasan di rumah ini. kala di rumah tidak ada orang atau semua orang tidur, barulah pintu itu dikunci. Dan sudah puluhan tahun dengan kebiasaan demikian, rumah besar itu aman-aman saja.

Sesudah masuk dan menutup pintu kembali, aku mendorong koper sampai ke ambang pintu lebar yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang tengah. Di situ aku menghentikan semua gerakan dan tertegun lama. Pandang mataku terarah kepada sepasang suami-istri yang sedang duduk menghadap ke jendela terbuka yang mengirimkan cahaya surya pagi dan menerangi ruangan itu hingga tampak semarak. Keduanya sedang asyik sendiri-sendiri.

Kepedihan menyayat perasaanku tatkala mataku menelusuri tubuh-tubuh renta di hadapanku itu. alangkah kejamnya sang waktu yang telah menelan usia pasangan itu. dan betapa rapuhnya mereka kini.

"Harabojie.." aku berbisik dengan suara serak.

Tetapi tidak ada sahutan. Keduanya masih tetap asyik dengan pekerjaan masing-masing. Si kakek sibuk membaca Koran sambil berulang-ulang membenarkan letak kacamatanya. Mungkin kacamatanya sudah harus diganti. Sedang si Nenek sedang sibuk melipat pakaiannya.

"Halmonie.." aku menambah kekuatan suaraku sesudah berdehem mengusir suaraku yang serak tadi.

Kali ini si Nenek mendengarku. Ia menoleh dan melorotkan kacamatanya.

"Joohyun-ah, kaukah itu?" sapanya sambil meletakkan bajunya ke atas meja dengan gerakan tergesa.

"Iya, halmonie, ini Joohyun.." sahutku sambil berlari menghambur ke pangkuan neneknya, untuk menelungkupkan wajah ke tempat yang dirasanya paling aman di dunia ini. air mata yang selama bertahun-tahun ini masih mengalir.

Kakek terlihat kaget dan melepaskan korannya.

"Joohyun?" serunya.

Sesekali tangan nenek mengelus rambut rambut dan dahi di atas pangkuannya itu. tetapi karena tangisku seperti tidak ada akhirnya, nenek pun berusaha menghentikannya.

"Sudah.. sudah.. jangan diteruskan tangismu itu," katanya dengan suara lembut sarat kasih sayang. "Cukup sudah air matamu tertumpah. Tangismu membuat hatiku jadi seperti disayat-sayat rasanya. Ayolah kuasai dirimu, nak!"

"Halmoniemu benar, nak," kakek menimpali. "Menangis itu perlu untuk mengurangi beratnya beban batin. Tetapi terlampau banyak menangis, tak ada gunanya!"

"Memang, nak. Tak ada gunanya menangisi hal-hal yang telah lewat. Yang penting hadapilah masa kini dan masa yang akan datang. Masa lalu boleh diingat sejauh itu bisa diambil untuk cermin di masa mendatang" kata nenek lagi.

"Benar kata halmonie itu, nak!" kakek ganti berkata. "Ambillah pelajaran dari pengalaman yang lalu itu, tetapi jangan disimpan."

"Dan yang penting sekarang, tenangkan dan senangkan hatimu di sini sesukamu. Tinggallah bersama kami sampai kapan saja kau suka" sambung nenek lagi.

"Benar, nak, rumah ini juga rumahmu" kakek ganti menyambung.

Aku tertegun dan air mataku terhenti demi mendengar kata-kata yang diucapkan silih berganti itu. rasa-rasanya kedua orang tuaku sudah tahu dan paham mengapa kepulanganku dari Paris berakhir di Daegu bukan di Seoul.

Jamais Vu✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang