Part 18

51 40 1
                                    

-Author POV-

Irene sedang mendengarkan penjelasaan dari Lee Ssaem saat ponselnya yang ada di laci mejanya bergetar.

"Dari siapa?" tanya Solar setengah berbisik.

"Eomma," jawab Irene pendek, setengah berbisik juga.

Mulanya Irene membiarkan saja penggilan itu. tapi panggilan itu berulang hingga tiga kali, hingga Irene pikir, pasti ada sesuatu yang sangat penting yang membuat ibunya terpaksa menelponnya. Irene meraih ponselnya, memasukkan ke saku roknya lalu berdiri.

"Ada apa, Joohyun-ssi?" tanya Lee Ssaem yang merasa tidak nyaman karena penjelasannya terganggu.

"Saya izin ke toilet, Ssaem," jawab Irene membuat kelas sedikit gaduh.

Lee Ssaem memberi tanda dengan tangannya, mengizinkan Irene keluar kelas.

***

Dua puluh menit kemudian Irene sudah berada dalam taksi, dalam perjalanan pulang. Telepon dari ibunya memaksa Irene izin pulang lebih cepat. Ada kejadian penting di rumahnya, dan ibunya tidak mau mengatakannya di telepon, hanya minta agar Irene pulang sekarang. Itu yang membuat Irene bertanya-tanya. Suara ibunya tadi terdengar cemas dan sepertinya ibunya baru menangis.

Mendekati rumah, Irene melihat beberapa mobil terparkir di depan rumahnya. Sebuah mobil box kuning dan tiga mobil polisi. Beberapa polisi juga terlihat di sana bersama orang-orang berseragam abu-abu. Irene semakin heran. Ada apa sebenarnya?

Irene baru mendapat jawabannya beberapa menit kemudian dari ibunya.

"Tadi pagi Appa ditahan di kejaksaan negeri. Appa di tuduh terlibat atas penggelapan dana di bank central senilai lima triliun..." kata ibunya dengan lirih. Walau mencoba bersikap tegar di hadapan putrinya, Irene bisa melihat ekspresi wajah ibunya sedih. Matanya merah, tanda habis menangis.

"Lima triliun...?"

"Appa dijebak, Raina... ini semua ulah keluarga Seokjin. Ayahnya masih tidak terima kalau anaknya sempat di penjara karena dirimu, dan kau juga membatalkan pernikahan kalian. Ayahmu juga baru mengetahui hal ini. sejak saat itu, Appa berulang kali diperiksa kejaksaan dan hari ini appa ditahan karena dituduh sebagai tersangka."

Irene sama sekali tidak tahu tentang bank, pinjaman atau yang berhubungan dengan pekerjaan ayahnya, tapi dia yakin ayahnya tidak bersalah.

Appa tidak mungkin melakukan hal itu! appa orang jujur! Kata Irene dalam hati. Hatinya tiba-tiba merasa sesak. Dia ingat, beberapa hari ini ayah dan ibunya memang terlihat gelisah, apalagi ayahnya. Wajahnya selalu kusut, walaupun ayah berusaha menyembunyikannya. Irene tahu kalau wajah ayahnya seperti itu, berarti dia sedang marah atau ada masalah yang sedang dipikirkannya. Tapi dia tidak mengira masalahnya akan sebesar ini. dia mengira itu hanya masalah kantor biasa.

"Tapi, kalau Appa tidak tahu tentang dana itu, kenapa Appa harus ditahan?" tanya Irene.

"Appa mungkin bisa saja mengaku tidak bersalah, tapi bukti-bukti yang ada memberatkannya. Ada dokumen-dokume yang ditandatanginya, walau Appa merasa tidak pernah menandatangi dokumen-dokumen tersebut.

"Tapi..."

Pintu kamar Irene tempat Irene dan ibunya berbicara terbuka. Seorang pria berusia empat puluh tahunan berpaSeokjinan abu-abu muncul dari balik pintu.

"Maaf Nyonya... sekarang tinggal kamar ini yang belum kami periksa," katanya.

"Hmm... sebentar, pak. Beri saya waktu sebentar untuk menjelaskan ke anak saya. Dia baru datang dan belum tahu apa-apa," jawab ibunya.

Jamais Vu✅Where stories live. Discover now