[ Tiga Puluh Tiga ]

23.2K 1.9K 4
                                    

Ryu tersenyum lebar ketika mendapat pesan singkat dari ibunya yang mengajaknya untuk keluar jalan-jalan hari Minggu besok. Tentu saja ia tak mampu menunjukkan kesenangannya itu ketika saat ia mendapat pesan itu dirinya sedang di rumah. Jadilah seharian Sabtu ia memilih mengurung diri di kamar mencegah agar ia tak kebablasan berbicara dengan Sofia.

Dan ketika hari Minggu sudah tiba ia langsung bergegas. Ryu sudah menyiapkan pakaiannya semalam jadi pagi ini ia akan berangkat cepat. Ibunya membuat janji jam satu sekalian makan siang tapi ia tak mau menunggu lama.

Di pacunya mobil kesukaan sang ayah menuju rumah dimana ibunya tinggal tanpa merasa bersalah tentu saja. Ia bahkan mengetuk pintu rumah wanita itu dengan santai sedangkan sang ibu sudah menatapnya kesal.

"Apa matamu masih bagus Ryu?" Tanya Amber yang baru saja menyelesaikan pekerjaan rumahnya dan bersiap untuk melakukan perawatan wajah di hari Minggu.

"I think so." Ryu memasang wajah tak peduli miliknya.

"Kenapa kau lama-lama mirip ayahmu." Desisnya kemudian menyambar handuk dari balik pintu. "Sama-sama tidak tahu artinya mendengarkan." Sambungnya menghilang di balik kamar mandi.

Ryu yang sudah biasa mendapat sindiran sang ibu tak ambil pusing. Sembari menunggu ia berbaring di atas sofa mengangkat kakinya kemudian mengeluarkan ponselnya dan sedikit bermain game hingga tak terasa telah menghabiskan satu jam lamanya.

Jika saja ibunya tak melemparkan bantal ke wajahnya mungkin Ryu akan berakhir seharian bermain game di sana dan mereka tak jadi keluar.

Ibunya berkata ia akan menemani Ryu seharian. Ryu yang mendengar langsung bersorak dalam hati. Di tawarkannya destinasi taman bermain pada sang ibu tapi Amber menolak mentah-mentah beralasan ia sudah terlalu tua untuk ke sana. Dan sampailah ia pada pilihan ke dua, kebun binatang.

Amber setuju saja asal tak banyak menguras tenaga. Ia mudah lelah sekarang dibandingkan dulu padahal usianya belum sampai kepala empat, mungkin beban hidup yang membuatnya mudah lelah.

"Kita sampai!" Ryu memarkir mobilnya bersejajar dengan banyak mobil lainnya yang sudah parkir lebih dulu dari mereka.

Amber ikut keluar ketika Ryu memandunya untuk memasuki kebun binatang itu. Ia terdiam cukup lama memilah ingatannya yang terasa kabur hingga matanya menangkap sekumpulan pinguin dan ia ingat sesuatu.

"Bukankah kita pernah ke kebun binatang juga?" Ia bertanya ragu.

Ryu langsung berbalik menunjukkan gigi putihnya. "Mom masih ingat?" Katanya semakin membuat Amber yakin.

"Tentu saja. Itu pertama kali aku ke kebun binatang." Gumam Amber.

"Bagaimana kalau kita ke penguin dulu mom." Ryu menunjuk ke arah area hewan kutub itu yang terlihat sedang di kerumuni banyak orang.

Amber tidak suka keramaian tapi demi Ryu yang sudah berjalan jauh di depannya antusias ia hanya ikut saja. Sesampainya di sana ia ikut memerhatikan hewan Antartika itu. Dan sedikit ketidaknyamanannya terangkat ketika melihat hewan-hewan menggemaskan itu saling berinteraksi mencari perhatian.

"Mau memberinya makan?" Entah sejak kapan seorang penangkar penguin itu sudah berada di sebelah mereka. Ia dan Ryu memang berada paling sudut karena jajaran tengah sudah penuh.

"Bolehkah?"Ryu terlihat tergoda kemudian melirik ibunya meminta izin.

"Tenang saja. Kekasih anda tidak akan pergi." Sang penangkar terlihat cukup tidak yakin dengan ucapannya melihat perbedaan Amber dan Ryu. Ia ingin mengatakan ibu dan anak tapi Amber terlihat tidak terlalu tua dan takut membuat mereka tersinggung.

Ryu melebarkan senyumnya. "Benarkah kami terlihat seperti sepasang kekasih?!" Ia bangga sendiri sedangkan Amber sudah memutar matanya jengah.

"Berarti mom memang masih sangat muda. Lihatlah aku bahkan bisa dianggap kekasih mom." Godanya.

Last Hope [ END ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang