[ Empat Puluh ] - The End Of Story

66.6K 2.5K 104
                                    

"A Happy Party."

Suara gelak tawa memenuhi taman belakang luas keluarga Pierre itu. Wajah-wajah berseri dan senyum lebar memenuhi meja di mana para tamu undangan memilih tempat duduk mereka menikmati acara pernikahan kecil itu.

Pernikahan seorang Matthew Sayersz Pierre dengan pujaan hatinya yang kini terlihat duduk bersanding dengan wajah bahagia mereka di tempat duduk yang disediakan untuk kedua pemeran utama hari ini.

Tamu-tamu yang kebanyakan adalah teman-teman dekat Matthew turut berbahagia dengan pernikahan itu. Mereka semua jelas tahu apa yang telah terjadi dalam hidup sang mempelai pria hingga akhirnya bisa mencapai titik ini.

Tidak berbeda dari Anna yang sedari tadi tak berhenti menyeka sudut matanya karena turut bahagia dengan kedua kenalannya itu. Bahkan sang suami hanya bisa menghela nafas pasrah memandang istrinya yang terlihat seperti seorang ibu yang melihat anaknya menikah.

"Kau terlihat seperti saat menikahkan Ashi dulu." Dimitri kini membantu istrinya itu menyeka air matanya.

"Kau tidak akan pernah mengerti perasaan seorang ibu." Anna menggerutu pada suaminya.

"Tapi Matthew bukan anakmu." Dimitri cari masalah memang.

Anna mendelik ke arah ayah dari anak-anaknya itu." Bisakah aku dibiarkan menangis dengan tenang." Ujarnya kesal.

Dimitri menarik nafasnya. "Baiklah, menangis lah sesuka hatimu." Ujarnya kemudian menyeka air mata sang istri lagi dalam diam.

Shofiyah yang melihat tingkah orang tuanya itu hanya geleng-geleng kepala. Mereka sama sekali tidak merasa malu telah melakukan drama singkat di depan banyak orang.

"Dad masih tidak peka juga bahkan setelah sekian lama menikah dengan mom. "Kini Adam ikut-ikutan mengkritik sang ayah di depan sang adik.

"Kau juga sama, kau seharusnya peka, bro. Lihatlah sudah berapa kali Avery melihat ke arahmu." Shofiyah menyinggung sang kakak yang hanya mengangkat bahu tidak peduli.

"Mungkin dia melihat kue mu. Gadis gendut itu lebih tertarik dengan cake di bandingkan manusia." Adam mewarisi mulut tajam sang ayah dan akhirnya mendapatkan cubitan dari Ashi yang duduk di sebelahnya.

"Kalau uncle Bryan mendengar mu. Matilah kau." Ashi benar-benar tak tahu isi kepala saudaranya itu.

"Urus saja anakmu sana. Edrich membuat onar di meja orang lagi." Adam malah mengorbankan keponakannya.

"Astaga, aku harap kau menikah saja dan mendapatkan anak semenyebalkan dirimu." Gerutu Ashi beranjak dari kursinya.

"Cerewet." Cibir Adam kembali fokus menyantap kuenya mengabaikan Shofiyah yang hanya bisa geleng-geleng kepala lagi.

"Kalian semua kekanakan." Komentar bungsu Knight itu memilih mengabaikan percakapan tak penting keluarganya.

Berbeda tempat duduk maka berbeda situasi yang terjadi. Lain dari keluarga Knight, keluarga O'connell terlihat lebih tenang dan memilih menikmati momen sakral itu dalam kesenyapan.

"Sir Matthew benar-benar luar biasa." Kalila memberikan komentarnya setelah memperhatikan lama dua pengantin di depan mereka itu. "Menunggu hingga selama ini."

"Dia pria hebat memang." Bryan mengiyakan ucapan sang istri.

"Aku harap mereka menemukan kebahagiaannya. Iyakan?" Kalila tersenyum tulus menatap sang suami.

"Kita juga." Bryan mengecup bibir sang istri sekilas membuat Aby yang tadi ingin ikut berbicara langsung membuang muka.

Kakak dan Abang iparnya itu memang hopeless romantic. Mereka tak tahu tempat bermesraan dan kadang ia malu sendiri.

Last Hope [ END ] Where stories live. Discover now