IV : Struggle

3.6K 519 32
                                    

"Sekolahmu?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Sekolahmu?"

Renjun menatap Haechan yang juga kini menatapnya, kedua tatapan itu saling terkunci.

"Ya, aku akan membantumu berbicara dengan kepala sekolah, dia pasti akan setuju."

"Hei, Haechan, kau tau 'kan aku tidak bisa membayarnya." Dia tahu betul, sekolah tempat Haechan berada termasuk salah satu sekolah dengan biaya yang lebih tinggi dari sekolah lainnya.

"Uang masuk saja tidak cukup, apalagi pembayaran perbulan, aku akan mencari sekolah lain saja." Penawaran itu langsung ia tolak mentah-mentah, banyak sekolah lain yang lebih terjangkau untuk keadaannya sekarang.

"Aku bisa membantumu,"

"Lupakan, aku tidak ingin berhutang padamu."

Sudah cukup dia berhutang banyak pada laki-laki ini, tinggal di rumahnya saja termasuk bantuan yang berlebihan. Sebenarnya Renjun pernah tinggal di sebuah penginapan di dekat sekolahnya dulu, tapi ledakan saat itu tidak hanya menghancurkan sekolah, tapi juga bangunan di sekitarnya. Karena itu pemilik penginapan mengalami kerugian yang sangat besar sehingga mau tidak mau melepaskan penghasilannya tanpa persiapan.

".... Baiklah, tapi kuharap aku dapat membantumu sebagai teman,"

"Mendoakanku adalah cara membantuku sebagai teman."

"Doa saja tidak akan bisa membantu, ayolah, Huang Renjun." Haechan dengan wajah frustasi menyibak rambut depannya. Lalu kemudian terlintas satu ide di kepalanya.

"Bagaimana kalau begini, aku membantu membayar uang masuknya, untuk biaya perbulan kau bisa mengurusnya sendiri."

Renjun menajamkan alisnya, menatap Haechan ragu-ragu. "Apa kau perlu sebegitunya?"

"Pikirkanlah, sekolah lain sudah tidak menerima murid lagi jika harus menunggu semua uangmu terkumpul, apalagi setelah kejadian itu."

Kali ini dia terdiam, pandangannya teralihkan dan kini sedang berpikir juga. Helaan napas berat terdengar.

-

Pria dengan senyum secerah matahari menemukan temannya dengan piyama polos masih terduduk di meja makan pada jam 11 malam.

Langkahnya menghampiri pemuda itu dengan mata sayup.
"Kau belum tidur?"

Renjun menoleh lalu kembali fokus mengisi setiap kolom kosong di lembaran kertas dengan pen di tangannya.

"Belum, aku harus mengisi ini terlebih dulu."

"Perlu bantuanku?"

"Tidak."

"Mau kubuatkan kopi?"

"Tidak usah."

"Baiklah, aku tidur duluan ya, selamat malam."

"Hm."

-

Di tengah keramaian kota, ada salah satu tempat yang harus dia tuju hari ini.

Kakinya membawanya memasuki ruangan dengan furnitur antik yang indah, berbeda dengan sebelumnya.

Ada beberapa orang yang duduk di meja masing-masing sambil mengobrol dengan tawa yang renyah, tenggelam dalam percakapan dengan beberapa camilan dan cangkir panas. Tak lama salah satu pria dewasa datang padanya.

"Selamat pagi, ada yang bisa kubantu?" Ucapnya ramah sambil menunjukkan garis senyum.

"Maaf sebelumnya, tapi apa aku bisa bertemu dengan Bosmu?" Renjun sudah mengatakan apa yang ingin dia katakan.

"Baiklah, silahkan duduk dulu."

Kakak ini sangat ramah ....

Itu adalah kesan pertamanya yang terkagum-kagum dengan lelaki yang kini beralih pergi melewati dapur.

Sambil menunggu, Renjun memilih duduk di salah satu kursi kayu guna memperistirahatkan kakinya yang pegal dari tadi. Tapi tak butuh waktu lama, laki-laki tadi membawa Tuannya keluar sehingga dia harus menegakkan kakinya kembali.

"Ada apa, Nak?"

Sebelum menjawab pertanyaan itu, Renjun menguatkan hatinya terlebih dahulu.

"Apa Tuan membutuhkan pekerja tambahan?"

Tentu saja yang lebih tua mengerti maksud ucapan anak remaja di hadapannya.

"Kau ingin melamar kerja di sini?"

"Ya, Tuan."

-

Berada di apartemen, Renjun kembali dengan wajah yang lesu, sebagian besar karena dia sangat lelah hari ini. Masalahnya bukan hanya satu tempat yang dia kunjungi dan mendapat penolakan berkali-kali.

Haechan yang menyambut kepulangannya menyadari hal itu dari tadi, helaan napas berat yang berkali-kali terdengar, mimik wajah yang tidak mengenakan, dan ujung alis yang masih bertautan. Sudah hampir seminggu dia berusaha dan tidak mendapatkan hasil.

Akhirnya pria berkulit tan itu menyarankan bantuannya lagi. "Kalau kau belum mendapat pekerjaan aku punya satu teman-"

"Tidak, Haechan." Potong Renjun.

Haechan tidak berbicara lagi. Beberapa menit setelah keheningan melanda, ujung bibir Renjun naik yang membuat Haechan terheran-heran.

"Aku diterima! Akhirnya ada yang menerimaku-!" Renjun dengan kebahagiaannya yang lepas kendali tak sengaja memeluk temannya itu.

"Benarkah? Di mana?" Haechan tak kalah antusias mendengar itu, dia menahan pundak Renjun dan membuat kedua mata mereka bertemu.

"Kafe di jalan xxx."

Renjun menutupi bagian bawah wajahnya, dia tidak bisa menahan senyumnya.

"Aku pikir mustahil ada yang mempekerjakanku karena aku seorang siswa."

-

Di pagi hari yang sibuk, orang-orang mulai beraktivitas seperti biasa termasuk dengan kedua teman yang tinggal di salah satu apartemen di lantai 3.

Haechan dengan seragam dan tas di punggungnya bersiap akan memulai hari yang padat, tapi sebelum itu dia menunggu teman kecilnya selesai berganti baju.

"Ayo cepat, kita akan terlambat." Ucap Haechan dengan suara yang sedikit ditinggikan karena tidak melihat Renjun keluar dari kamarnya.

"Iya-iya! Sebentar!"

"Iya-iya! Sebentar!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

To be continued.

Mr. Naim [ jaemren ]Where stories live. Discover now