IX : Mr. Naim

2.6K 479 36
                                    

Sayatan demi sayatan, daging yang segar itu bertemu dengan pisau tajam yang akan membuatnya menjadi beberapa kelompok kecil

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sayatan demi sayatan, daging yang segar itu bertemu dengan pisau tajam yang akan membuatnya menjadi beberapa kelompok kecil. Leher, kaki, dan organ dalam dipisahkan, darah amis mengalir bebas ke lubang wastafel.

Aku memperhatikan pekerja di dapur, mereka menyetok daging ayam dan sapi yang baru saja tiba pagi ini, mengolahnya dan menyimpannya di ruang pendingin.

Tidak banyak menu seperti itu di sini, kami biasanya hanya mendapat orderan dessert, camilan, atau minuman yang berpatok pada kopi.

Pelanggan kami kebanyakan adalah karyawan kantoran yang datang pagi dan malam untuk memesan sebuah kopi hitam. Tapi karena akhir-akhir ini sedang ramai pelanggan, bos menyarankan untuk menambah menu baru.

Ini sudah lewat dari jam biasanya, aku tidak bisa pulang karena membantu yang lainnya untuk menyambut pelanggan kita, dan akhirnya sekarang benar-benar selesai, aku akan pulang setelah membereskan kekacauan yang kubuat pada mesin kopi, bukan kekacauan besar, mungkin yang paling parah adalah menumpahkannya.

Omong-omong aku masih tinggal di apartemen Haechan.

Sebenarnya tidak ada alasan jelas kenapa aku mencurigainya, tapi naluriku merasa tidak nyaman dengannya, sejak saat itu, aku perlahan-lahan mulai menjauhinya.

Bahkan saat kami berada di sekolah, aku berusaha berpura-pura untuk mengabaikannya walau dia berusaha menyapaku. Maaf, tapi aku perlu fokus untuk mencari uang.

"Renjun,"

Ah, aku melamun lagi.

Aku menoleh, dia adalah salah satu pekerja dapur, Taeil hyung, seorang mahasiswa dan pekerja paruh waktu.
"Ya?"

"Aku duluan ya, kau tak apa 'kan?" Ujarnya seraya pergi menuju pintu dengan kesiapan di ranselnya.

Memangnya ini sudah jam berapa? Ah, sudah jam sepuluh, pantas saja sangat sunyi, ternyata semuanya sudah pulang. Hanya menyisakan aku di sini.

"Iya kak, sampai jumpa." Aku menganggukkan kepala, membiarkan yang lebih tua dariku untuk beristirahat lebih awal. Toh besok hari liburku, tidak apa bekerja lebih banyak hari ini, siapa tahu upah bayaranku akan ditambah, hehe.

Dia melambaikan tangannya padaku dan sedikit membungkukkan badan sebelum benar-benar menghilang dari balik pintu.

Aku melanjutkan kegiatan bersih-bersihku, menyapu lantai dan membersihkan peralatan dengan kain lap.

Gawat, aku sudah mengantuk, ini harus cepat selesai.

Tapi suara gemerincing dan decitan pintu berdenging di gendang telingaku, sepertinya itu adalah pelanggan baru, tapi Kafe ini sudah tutup dari setengah jam yang lalu.

"Aku ingin dua ice latte yang dibungkus."

Ah sudahlah, kali ini biarkan saja, lagi pula hanya ada satu pelanggan, setelah ini aku akan pulang.

Aku menegakkan kakiku, menepuk-nepuk celanaku yang terkena debu di lantai. "Dua ice latte akan segera dibuat." Sebelum membuat pesanan, aku mencuci tangan yang kotor ini terlebih dulu.

Setelah beberapa saat akhirnya dua ice latte siap, aku meletakkannya bersama dengan sedotan di dalam kantong kecil.

Untuk menunjukkan sikap sopan dan keramahan pada pelanggan terakhir, aku mendongakkan kepalaku untuk menatap wajah yang memesan dua ice latte.

"Ini Tuan—Naim?" Aku terkejut, yang di hadapanku sekarang adalah dia.

Tidak pernah kusangka kami akan bertemu lagi di sini, melihat wajah dari jarak seperti ini, dia benar-benar memiliki struktur wajah yang sangat mirip dengan dia.

Apa ini kebetulan?

"Kau mengenalku?" Dia tersenyum, menerima kantong plastik berisikan pesanannya.

"Ah, aku pernah melihatmu di sekolah ...." Entah mengapa, rasa kantukku hilang.

Kenapa aku seperti ini?

"Begitu ya? Aku tidak tahu kita berasal dari sekolah yang sama," Lagi-lagi senyuman itu.

Ah, benar juga, dia 'kan tidak mengenalku, hanya aku yang mengenalnya. Tidak, dari pada kenal, dia lebih mengingatkanku pada seseorang.

"Ah, terima kasih." Dia memberiku bayaran atas kopinya.

Uangnya pas.

"Siapa namamu?"

"Renjun." Aku menjawab seadanya.

Lalu dia hanya diam, menatapku lekat dengan senyuman tipis di wajahnya.

"...?"

Kenapa? Apa maksudnya itu?

"Ini sudah malam, sebaiknya kau segera pulang." Ya aku juga ingin begitu, tapi kau masih di sini yang membuatku tidak bisa pulang.

"Eh? Ini," Dia memberikan satu ice lattenya padaku, kenapa?

Aku menatapnya dengan tatapan bingung, tapi dia hanya menunjukkan garis wajah yang tenang.

"Untukmu, sebagai hadiah pertemuan." Dia mengedipkan matanya dan menyentuh rambut depanku sebentar.

"Selamat malam, semoga kita bertemu di sekolah, Renjun." Dia pun pergi, sosoknya menghilang di balik pintu.

Aku terbengong.

Tapi, apa tidak apa-apa seperti ini? Ah lupakan, lagi pula ini sudah dibayar, dan dia memberinya untukku.

Sayangnya aku tidak bisa berlama-lama lagi di sini, aku harus pulang, mataku terasa sangat berat, semoga aku tidak tertidur di jalanan.

-

Akhirnya aku kembali lagi di tempat ini, aku harus menempuh jarak dengan berjalan kaki, lumayan melelahkan karena jarak antara apartemen dengan tempatku bekerja tidak terbilang dekat.

Kupikir tidak akan ada orang yang berkeliaran di jam ini, tapi aku melihat seorang pria aneh turun dari tangga, aku tidak ingat seseorang yang seperti itu pernah tinggal di sini.

Tapi aku tidak peduli, langkahku terasa berat menaiki beberapa anak tangga. Tiba di lantai tiga, aku mengetuk beberapa kali pintu apartemen nomor 1007, kuharap Haechan belum tidur, aku lupa membawa kunci cadangan.

Lama aku menunggu tak ada yang membuka pintu, aku mulai mengantuk, mataku yang sayup mulai kehilangan pandangannya.

Cklek

Grep!

Seketika mataku terbelalak dibuatnya, tiba-tiba pria tan itu menabrak tubuhku hingga hampir saja jatuh, tapi untungnya dia mendekapku.

Apa ini?

Tiba-tiba dia memelukku seperti ini, menyembunyikan wajahnya di perpotongan leherku, menyandarkan kepalanya pada pundak sempitku.

Ada apa dengannya?

Ada apa dengannya?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

To be continued.

Mr. Naim [ jaemren ]Where stories live. Discover now