S2 - 3. Hadiah

601 87 8
                                    

"Rumahku istanaku. Aku mencintaimu seumur hidupku."

James menenteng tas ranselnya dan melemparkannya ke area depan rumah. Berlari tanpa peduli sebab ingin menuju kamarnya lebih dahulu. Dari kejauhan teriakan sang Ibu berusaha menahannya untuk berlama-lama di kamar. Ginny menyambut mereka dengan sebotol spray bersiap menyemprot beberapa barang yang masuk. Lily langsung ia tahan. Tidak ada pelukan sebelum mereka mandi.

"Aku merindukanmu, Mum." Seru Lily. Menggerakkan tangannya seolah hendak memeluk. Sedangkan kakinya malah bergerak menuju kamar. Aneh namun menggemaskan.

Tidak lama kemudian, Albus dan Harry masuk dengan koper besar yang mereka tarik. Albus membawa miliknya, sementara Harry menarik milik James dan juga Lily.

"Oh, Mum. Aku senang melihatmu sehat kembali." Ujar Albus.

"Mummy memang sehat, Al. Hanya saja menjaga diri. Mummy juga senang melihatmu sehat. Sudah, letakkan saja. Kau langsung mandi, ya." Titah Ginny langsung dituruti Albus tanpa bantahan.

Sementara itu, "astaga," Harry kepayahan meletakkan koper James yang terakhir. "Berat sekali punya James. Sudah, Gin. Langsung disemprot saja."

Beberapa semprotan ia arahkan ke semua koper dan barang bawaan anak-anak yang lain. Semua rata ke seluruh permukaan. Jeda satu menit, Harry mengarahkan tongkatnya untuk melambungkan semua barang itu. Terbang lalu masuk ke kamar masing-masing pemiliknya.

"Untung Al membawa kopernya sendiri masuk." Ginny membersihkan sisa debu di lantai dengan sihirnya dan menyemprot area tersebut sebagai penutup.

"James kalau sudah menginjakkan kaki di rumah ini, lupa dengan barang-barangnya. Aku jadi tidak percaya kalau dia sudah tujuh belas tahun."

Sepasang suami istri itu sejenak tertegun. Memandang ujung teratas tangga utama menuju lantai dua rumah mereka. Tujuh belas tahun lalu, Ginny pernah tertahan bermenit-menit di sana karena tidak kuat menahan sesuatu.

"Hampir setengah jam kau berdiri di sana. Berpegangan pembatas tangga sambil berteriak, aku tidak kuat.. aku tidak kuat turun.. aku akan melahirkan di sini saja. Dan ya, sampai kapanpun James tidak mau dilahirkan di anak tangga. Dia mau di kasur yang empuk."

Ginny memukul pundak Harry gemas. "Itu konyol sekali. Astaga itu membuatku malu. Jangan ingatkan lagi." Wajah Ginny memerah.

"Dan kau berhasil. Adanya pemuda yang kini sedang bernyanyi di kamar mandi sana adalah buah dari kerja kerasmu."

Suara nyanyian James bersahutan dengan teriakan Albus dan Lily. Meminta kakak mereka untuk tidak berlama-lama di kamar mandi sebab waktu sudah hampir sore.

"Ada yang turun. Mandi di kamar mandi bawah atau yang di kamar tamu. Mummy sudah bersihkan." Teriak Ginny.

"Aku di kamar tamu!" Albus bergegas sebelum didahului.

Sedangkan Lily bersandar lemas sambil membawa handuknya yang masih kering. "James selesai 35 menit lagi, Mum." Protes Lily seolah sudah paham kebiasaan kakaknya.

"Di kamar mandi bawah. Ambil stok sabunmu. Atau ke kamar mandi di kamar Mummy--"

Suara teriakan Harry lebih dulu memotong, "aku mandi duluan." Dari arah kamar utama. Mau tidak mau kalau Lily tidak sabar ia harus menggunakan kamar mandi lantai bawah yang ukurannya tidak terlalu besar.

"Mengalahlah dengan laki-laki kali ini. Ada saatnya perempuan harus begitu, sayang." Tenang Ginny kepada putri satu-satunya itu. Ia juga menjanjikan akan membuatkan pasta dan nugget goreng kesukaan Lily untuk kudapan sore.

Semua orang sudah masuk kamar mandi. Kini giliran Ginny memasak saus untuk pastanya dan menggoreng satu kotak sedang nugget ayam sayur buatannya. Ginny bebas dari dari isolasi mandiri dua hari sebelum kedatangan anak-anak. Setelah tesnya dinyatakan negatif, Ginny menyemangati dirinya untuk kembali beraktifitas. Salah satunya mempersiapkan bahan-bahan untuk makanan sehat keluarganya.

Happy QuarantineWhere stories live. Discover now