3.9

130 15 0
                                    

Sebelum baca, jangan lupa putar mulmed-nya!

-Enjoy!-

"Anka kenapa pindah rumah ke deket TPU gini, sih?" Monolog Kara seraya membuntuti Junius serta Edwin yang berjalan di hadapannya.

"Jun, kita kenapa ke si--"

Ucapan Kara terpotong, karena pandangannya tertuju pada sebuah batu nisan bertuliskan Jevan Gerald Ankara bin Leonal Jordan.

"Ini siapa, Jun?! Ini siapa?!" Tanya Kara seraya mengguncang lengan Junius.

Junius serta Edwin terdiam. Bukannya tidak ingin menjawab, mereka berdua hanya bingung bagaimana cara menyampaikan suatu kabar ini kepada Kara.

"Jun, bilang ke gue kalau ini semua bohong! Bilang ke gue kalau ini semua cuma mimpi. Bilang ke gue, Jun, Win. Bilang!"

Edwin memejamkan kedua kelopak matanya, lalu meraup rakus oksigen yang ada di sekitarnya.

"Anka meninggal karena dia udah mendonorkan matanya untuk lo, Ra."

Deg!

"Mata ini?" Kara menyentuh kedua kelopak matanya.

"Mata Anka."

Gadis itu terduduk lemas di dekat makam Anka.

"Nggak! Kalian berdua pasti bohong! Anka nggak mungkin meninggal! Anka gak mungkin ninggalin gue!"

Dengan derai air mata yang semakin deras menjatuhi kedua pipinya, Kara menggali gundukan tanah itu menggunakan kedua tangannya.

"Anka bukan cowok lemah. Iya, dia pasti cuma tidur aja."

Kara masih berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri. Mungkin, lebih tepatnya mengelak suatu kejadian yang jelas-jelas memang sudah terjadi.

Hingga pergerakan Kara yang tengah menggali gundukan tanah itu dihentikan oleh Junius.

"Stop, Ra! Ngga seharusnya lo melakukan hal seperti ini. Jangan buat pengorbanan Anka untuk lo jadi sia-sia!"

"Gue ngga butuh mata ini, kalau kehilangan Anka sebagai penggantinya! Gue lebih baik buta seumur hidup dibanding saat gue udah bisa melihat dunia, justru Anka yang menghilang!"

"Ikhlasin, Ra. Anka udah bahagia di atas sana."

"Ngga bisa, Win. Gue yang udah bunuh Anka. Gue yang udah buat Anka kehilangan nyawanya. Gue, Win... Gue yang melakukan itu semua!"

Kara kembali melanjutkan aksinya.

"Bertahan, Ka... gue mohon..." monolog Kara.

Kini giliran Edwin yang berusaha untuk memberhentikan aksi Kara.

"Berhenti, Ra. Gue mohon sama lo untuk berhenti bersikap bodoh! Anka sudah meninggal! Lo harus bisa terima itu semua!" Edwin meninggikan nada bicaranya.

"Lo ngga pernah ngerti, Win. Lo ngga pernah ngerti rasanya jadi gue. Lo ngga pernah tahu, kan, rasanya jadi seorang pembunuh yang bahkan gue sendiri ngga pernah berniat untuk melakukannya. Semuanya terjadi begitu aja tanpa persetujuan dari gue!"

"Ra! Ngga seharusnya lo bersikap seperti ini! Gue minta sama lo untuk hormati keputusan Anka. Hormati keputusan Anka yang lebih milih ngorbanin nyawanya demi donorin matanya untuk lo!"

Kara bangkit dari jongkoknya, lalu menyeka air mata yang mengalir di kedua pipi.

"Ngga semudah itu, Jun. Ngga semudah itu untuk gue menerima semua ini."

Gadis itu berlari keluar dari TPU tersebut.

°°°

Kara duduk di sebuah kursi yang terletak di balkon kamarnya. Menikmati semilir angin malam yang membuat beberapa helai rambutnya ikut beterbangan tak tentu arah.

Jemari lentiknya membuka sebuah surat yang beberapa hari lalu diberikan oleh Nando.

Surat ini dari Anka. Surat yang Anka ketik sebelum ia kehilangan nyawanya.

 Surat yang Anka ketik sebelum ia kehilangan nyawanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kara meletakkan surat tersebut ke sembarang arah, lalu menjerit histeris sekuat yang gadis itu bisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kara meletakkan surat tersebut ke sembarang arah, lalu menjerit histeris sekuat yang gadis itu bisa.

"AARRGGHH! ANKA... KENAPA LO TINGGALIN GUE DENGAN CARA SEPERTI INI, KA?! KENAPA?!"

Cukup. Pertahanan Kara kembali runtuh. Gadis itu meraung sejadi-jadinya.

Sekeras apapun dirinya mengelak, semesta tak akan pernah bisa berubah. Dan Anka tak akan bisa kembali bersamanya.

Ini semua salahnya. Sayangnya, penyesalan memang selalu datang di akhir suatu peristiwa.




.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Terimakasih yang sudah berkenan singgah di cerita ini! Semoga berlanjut, tidak hanya sesaat:)

Hope you like and enjoy my story!

Vote, comment, saran, serta kritik selalu aku tunggu di setiap partnya!

Selamat malam Minggu semua!




Salam.

ANKARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang