0.0

432 28 0
                                    

-Enjoy!-

Caramila Rachquel Pradipta, gadis yang kerap disapa Kara setiap harinya. Gadis yang kehadirannya tak pernah diharapkan oleh Ayah kandungnya sendiri. Gadis yang dituntut tampil perfectionist dan pintar setiap harinya.

"Ayo Kara, semangat!" Ucap Kara seraya menatap pantulan dirinya di depan cermin.

Bandung menjadi kota yang Kara pilih untuk melanjutkan pendidikannya sebagai siswi kelas sebelas.

"Dasar, lambat! Sudah jam berapa ini?!" Geram Wilson saat melihat Kara baru saja menuruni anak tangga, padahal jam masih menunjukkan pukul enam lebih lima menit. Ya, Kara hanya terlambat lima menit dari jadwal yang sudah Ayahnya tetapkan.

"Maaf Yah, tadi Kara terlambat bangun," ucap Kara seraya menundukkan kepalanya.

"Baik, saya akan maafkan. Tapi lihat saja jika prestasi kamu di sekolah menurun!" Ancam Wilson dengan tatapan yang masih fokus pada layar laptop di hadapannya.

°°°

Menunggu bus datang seraya menikmati kota Bandung yang pagi ini sudah menumpahkan air dari atas langit walaupun hanya gerimis yang melanda.

"Aish, seragam gue!" Gerutu Kara karena seragam putih yang sedang ia kenakan terkena cipratan air kotor yang tak lain disebabkan oleh sekelompok geng motor yang baru saja melintas di hadapannya.

"Sabar Kara, sabar, ini masih pagi," ucap Kara seraya mengelus dada.

Bus yang Kara nanti akhirnya datang. Langsung saja gadis itu beranjak dari halte lalu berjalan ke arah bus yang sedang terhenti di hadapannya. Sialnya, semua tempat duduk sudah penuh dan tak ada yang tersisa satupun untuk dapat Kara duduki.

"Duduk!" Titah seseorang dengan suara bariton yang Kara yakini adalah suara laki-laki.

"Ngga usah, gue bisa berdiri aja," tolak Kara kepada cowok tersebut.  Bukannya membalas ucapan Kara, cowok tersebut justru kembali meyumpal kedua telinganya dengan earphone putih yang sedari tadi bertengger di bahunya.

Tak ingin ambil pusing dengan sikap cowok tersebut, Kara lebih memilih untuk duduk pada kursi yang cowok itu duduki sebelumnya. Sedikit labil memangnya, lagipula kakinya sudah lumayan pegal karena di halte tempat Kara menunggu bus tadi tak ada tempat duduk yang disediakan.

"Lima rebo! Lima rebo! Lima rebo!" Teriak sang kenek bus kepada semua penumpang.

"Lima rebo Neng." Kini giliran Kara yang harus membayar ongkos bus kepada sang kenek.

Dompet gue ke mana? Batin Kara sambil berusaha menemukan dompet miliknya di dalam tas namun tak kunjung ia temukan.

"Emm maaf Bang, tapi kayaknya dompet saya ketinggalan di rumah deh," ungkap Kara.

"Duhh, gimana sih Neng, kalo ngga punya duit jangan naik bus dong!" Geram si kenek bus tersebut.

"Berdua," ucap laki-laki yang tadi memberikan kursinya untuk Kara seraya menyerahkan satu lembar uang seratus ribu rupiah.

"Saya ngga ada kembaliannya Jang," ungkap si kenek tersebut.

"Ambil aja," jawab laki-laki tersebut lalu beranjak keluar dari bus.

SMA Harapan, batin Kara membaca papan nama sekolah yang tertera tepat di samping busnya berhenti.

"Anjir, itu kan sekolah baru gue," kaget Kara seraya menepuk keningnya.

"Kiri bang!" Teriak Kara kepada si supir agar tidak melajukan busnya terlebih dahulu.

°°°

Brem! Brem! Brem!

ANKARA (END)Where stories live. Discover now