Dua-Lima.

6.6K 767 63
                                    

Agatha hanya diam selama berada di pesta ulang tahun itu, dia juga menyendiri dibawah pohon kelapa dengan segelas sirup ditangannya.

Rendra sendiri sibuk bersama teman-temannya. "Kok perasaan gue gaenak ya." gumam Agatha gelisah, dia hari ini mengenakan kemeja biru dan celana selutut berwarna hitam.

Rambutnya hanya dibiarkan tergerai sepunggung. "Gue pulang aja lah." ujarnya kesal, dia berdiri dan berjalan keluar dari area pantai.

Tak perduli dengan Rendra yang masih sibuk sendiri. "Gue kangen sama Gren.." benar, perasaan buruknya ini tertuju pada Gren.

"Semoga Gren gak kenapa-kenapa."

Padahal, Agatha tidak tau. Jika hari ini menjadi hari terburuk bagi Gerald.

Dia sudah mencari Agatha kemana-mana, kata Mami Agatha, gadis itu pergi ke pantai bersama sepupunya.

"Taa, kamu dimana sih." Gerald prustasi, dia gatau lagi. Agatha tak ada di pantai yang diberi tahu Mami Agatha tadi.

Gerald berjalan menelusuri pantai, ada yang mengadakan pesta ditepi pantai saat ini. Mungkin saja Agatha ada disana.

Tatapan Gerald menjelajahi seisi pesta. "Tata.." desahnya pelan.

Gerald berlari menuju pintu keluar, sekilas dia melihat siluet Agatha keluar dari Pantai. "TATA!!" panggilnya kuat.

Senyum lega terpancar diwajah Gerald, Agatha yang baru saja hendak menyetop gojek pangkalan langsung menoleh.

"Ge!?" Gerald langsung memeluk Agatha erat, deru napas lelah sekaligus lega terdengar jelas ditelinga Agatha.

Pemandangan itu disaksikan jelas dengan kedua mata indah Rendra, gelas ditangannya hampir jatuh, matanya tak percaya akan apa yang dia lihat.

"Padahal..aku sudah menghapus chat dan membuang ponsel Tata..tapi..kenapa banci sialan itu bisa ketemu sama kamu lagi." bisiknya penuh dengan emosi.

Rendra harus memutar otak kembali, dia harus mengubah rencana agar banci itu menjauh dari Agatha.

............

Gerald menceritakan kondisi Gren pada Agatha, saat ini mereka tengah berkendara menuju Rumah Sakit tempat Gren dirawat.

"Ada apa Ge? Kenapa kamu sampai susulin aku?" tanya Agatha penasaran, bukan hal buruk kan?.

Gerald menghela napas kuat, dia menatap Agatha sekilas kemudian menjawab.

"Gren masuk rumah sakit, dari bayi dia udah penyakit lemah jantung. Semalam dia drop karena kecapekan, terus puncaknya tadi pagi, dia manggilin kamu mulu."

Agatha merasa bersalah sekarang. "Maaf, hp aku ilang. Jadi aku gatau kalau lo ada pesan masuk." cicitnya.

Gerald tertawa pelan, dia mengelus rambut Agatha pelan. "Jangan merasa bersalah, Gren bukan tanggung jawab kamu, jadi kamu jangan sedih." hiburnya.

Agatha mengangguk, dia berdoa didalam hatinya semoga Gren baik-baik saja. Agatha sudah terlanjur sayang pada bocah tampan itu.

Ting!

Gerald meraih ponselnya, ternyata Mamanya menghubunginya, lebih jelasnya adalah video call. Tak ingin ada malapetaka dijalan, Gerald menepikan mobilnya.

"Halo Ma?"

Tak ada jawaban, tapi kamera disorot kearah Gren yang terlihat lemah, dia memandang sayu ponsel milik Mala itu. Gren tak mengenakan masker oksigen lagi.

Dia memberikan senyum cerianya. "Momma..imana mommy?" tanya lemah.

Gerald menahan sesak didadanya, Agatha mendekatkan diri pada Gerald dan melihat keadaan Gren. "Sayang, kamu harus sembuh ya. Ini mommy lagi dijalan." ujar Agatha lembut.

Namun hatinya ketar-ketir gak karuan saat ini. Gren hanya tersenyum, kemudian kembali bicara.

"Gyen cenang..Momma..udah cayang agi..cama Gyen..hehe..Gyen cayang momma banyak-banyak.."

Gerald tak bisa untuk tidak menangis, dia menahan isakannya. "Momma juga sayang Gren..hiks..maaf Momma jahat sama kamu selama ini.." ujarnya sesenggukan.

Gren tertawa pelan. "Momma..Mommy..Gyen au puyang..dicini ndak enak..Gyen au bobok.."

"Iya nak, hiks..kita pulang ya nak."

"No..Gyen namau puyang ke yumah..Gyen au puyang ke yangit."

Tangis Gerald semakin deras, dia tak sanggup lagi. Jantung Gren memang lemah dan itu semua menurun dari Gerald. Anak sekecil itu harus menderita dengan obat-obatan sedari 1 tahun lalu.

Agatha berusaha tegar, dia tau apa yang akan terjadi. "Nak, Gren boleh istirahat. Nanti, kita kumpul lagi, Gren boleh bobok." ujarnya lembut namun bergetar.

Tenggorokannya sakit karena menahan tangis, apalagi saat Gren tersenyum manis dikamera.

"Gyen cayang Mommy..maaci kayena Mommy au jadi mommy na Gyen..uat..Momma..maap kayau Gyen nakay..matasih Poppa..Gyen cayang..kayian.."

Bunyi debifilator yang amat mereka tau kini memecahkan tangisan keduanya, terlebih saat Gren memejamkan matanya dengan senyum tenangnya.

"Gren udah meninggal, Dokter bilang jantungnya udah gak bisa ditolong."

Gerald menangis keras, dia memeluk Agatha erat. "Huaaaaa..hiks..Gren..hiks..anak aku Ta..hiks..anak aku udah gak ada Taa!!..hiks..HUAAAAAA.."

Agatha menangis dalam diam, dia menenangkan Gerald agar tak terlalu berlarut. Gren sudah tenang, dia sudah tak sakit lagi.

Sedangkan Mala saat ini hanya mampu terdiam, melihat cucunya ditutupi kain putih. Ilam dan Ruta sudah menangis histeris.

Mala menunduk dalam, ini karmanya atas apa yang dia lakukan dulu.

Dulu dia membuat orang tua Ilam kehilangan cucu mereka, sekarang saatnya dia merasakan sakitnya kehilangan seorang cucu.

"Maafin Grandma..hiks..ini semua salah grandma..hiks."

Memang, penyesalan selalu datang terlambat.






























Tbc.

Sesek Ryn ngetiknya.

My Double Gender Boy. [END]Where stories live. Discover now