Bagian 1

22 4 0
                                    


GAVIN

“Ada yang liat Rere gak?” tanya Ansel entah pada siapa begitu memasuki sekret himpunan.

Ada gue yang tengah mengobrol dengan Saka, dan Ravindra dengan Galen. Hari sudah sore, wajar saja sekret sudah sepi dan tampak kosong. Tidak ada juga agenda dalam waktu dekat.

Saka menggeleng. “Gak liat,” ujarnya.

“Gue dari tadi di sini, gak mungkinlah Rere main ke sekret,” gue tau betul bagaimana Regina, adik tingkat yang selalu berusaha menghindari gue karena kesan buruk pada pertemuan pertama kami.

Kabar buruknya lagi, gue gak ingat sama sekali perbuatan gue ke Regina. Membiarkan Regina menyimpan kenangan buruk itu sendirian.

“Rere yang gue pergokin mau ciuman sama Gavin ya?” tanya Galen beranjak diikuti Ravindra.

“Lo kalo ngomong yang benar dikit, Len. Kemarin aja bilangnya mau dicium gue, sekarang mau ciuman sama gue,”

Kejadian itu udah hampir sebulan yang lalu, saat welcoming party mahasiswa baru jurusan kami-jurusan sosial ekonomi pertanian prodi agribisnis-tetapi gue dan Regina sama-sama bungkam. Memilih diam.

Kata Galen, Rere nangis waktu itu. Galen juga gak tau apa yang sebenarnya terjadi. Dia hanya melihat gue dari kejauhan dengan seorang perempuan dan tau kalau gue dalam keadaan mabuk saat itu.

“Lo juga, udah tau mabuk, main sosor,” Ansel menunjuk-nunjuk wajah gue lalu duduk melantai di sebelah gue.

“Gue nelpon aja dikira Acha, apalagi liat cewek ya pasti dikira Acha-lah,” Ravindra bergidik ngeri. “Sakau lo?” Segitu gilanya ya gue malam itu?

Kalau ngomongin Acha, gue gak tau seperti apa hubungan kami sekarang. Dia pergi, tiba-tiba, tanpa tanda. Ninggalin gue demi laki-laki lain.

“Gak mabuk gue kalo Saka gak bawa begituan,”

Saka oknum yang membawa minuman itu ke sekret, untuk kami minum selesai acara welcoming party katanya. Awalnya kami berencana akan menghabiskan malam di kosan Ravindra atau Galen, atau Ansel, ya? Gak tau, gue lupa.

Mendadak gue bawa semua minumannya ke belakang bangunan kantin untuk menikmatinya sendiri. Lalu, Ansel mergokin gue dan...hilang. Ingatan gue cuma sampai sana.

“Gue mabuk gak pernah tuh cium cewek semba—"

“Gausah dibahas lagi, Len. Masih aja, elah!” gue berdecak. “Mau kemana?  Kantin? Nitip air mineral,” ujar gue menutup pembicaraan yang dibalas acungan jempol oleh Galen dan berlalu bersama Ravindra.

“Pinjem hape dong,”

“Mana mau dia angkat telpon dari gue,” ujar gue yang bisa menebak maksud Ansel.

“Gak! Hape gue masih dicas, gak boleh disentuh,” ketus Saka.

Gue menghela napas seraya membuka layar kunci. “Habis batre lo?”

Ansel mengangguk, mengiyakan pertanyaan gue. “Nama kontaknya siapa?”

“Gak ada,”

Ansel menoleh, “Gak ada lo simpan?”

Gue mengangguk. Kenapa Ansel kayak terkejut banget gitu? “Gue gak pernah punya urusan sama Rere. Cari digrup aja,”

“Lo gak diblokirkan ini?” tanya Ansel yang memperlihatkan calling di sana, bukan ringing. Bahkan display picture dan last seen milik Regina tidak terlihat di hape gue.

Gue mengangguk perlahan dan terheran. “Bisa jadi,”

Segitu bencinya Regina sama gue?

“Gue duluan,” pamit Saka meninggalkan gue dan Ansel. Sempat ditanya Ansel kenapa cepat banget, tapi tidak digubris Saka.

COMETHRU | Jungwoo & TzuyuWhere stories live. Discover now