Bagian 5

10 3 0
                                    


REGINA

Aku duduk di ruang depan. Menatap ponsel yang masih belum ada balasan dari Kak Gavin. Dia mau ambil buku katanya. Buku catatan kecil miliknya, bukan buku yang dia pinjamkan.

Kemarin selesai rapat, dia menitipkan buku itu padaku karena dia masih berbincang dengan teman-temannya. Dan entah kenapa aku mau-mau saja.

Aku baru ingat kalau buku itu kubawa saat semalam Kak Gavin menanyakannya padaku lewat pesan, dan segera saja kumuntahkan semua isi tasku.

Aku ambil ke kosan kamu, sebelum kamu berangkat.

Begitu isi pesannya pagi tadi. Aku hanya membacanya, tidak ada balasan yang kuberikan. Tetapi sekarang sudah pukul 9.30, dia belum juga datang. Padahal aku ada kuliah pukul 10.

"Belum berangkat?" tanya salah seorang teman kosanku.

"Bentar lagi," aku memperhatikan penampilannya yang masih dengan daster tidur. Dia sudah mandi sepertinya, hanya pakaiannya saja begitu. "Gak kuliah?"

Dia mengendikkan bahu. "Dosennya minta ganti hari," ujarnya dan ikut duduk di sampingku.

Lagipula aku sedang menunggu Tia. Aku menghubungi Tia agar menjemputku. Karena ya seperti ini, aku menduga Kak Gavin akan membuat aku terlambat ke kampus.

Aku mendengar suara mobil yang menepi disusul suara klakson. Langkahku tergerak mendekat pada jendela dan membuka kain gorden untuk mengintip. Itu mobil Kak Gavin atau bukan? Sejauh ini aku hanya tau mobil Kak Ansel.

Aku kembali menutup kain gorden. Kalau itu Kak Gavin, pasti dia akan mengabariku dan mengatakan kalau dia sudah di depan.

Beberapa menit aku menunggu, belum ada juga pesan masuk darinya. Aku baru bergegas keluar saat mendengar suara klakson dari motor Tia.

"Titip kunci," ujarku pada temanku dan buru-buru menghampiri Tia.

"Gue kira mau pergi bareng gue," kalimat pertama yang dilontarkan Tia membuatku menatapnya aneh.

Lah 'kan emang iya. Jadi aku ini ngapain?

"Itu," Tia menunjuk mobil yang terparkir tadi lewat dagunya dan aku mengikuti arah matanya. "Pantesan Kak Gavin nanyain aku tadi kuliah jam berapa hari ini," gumamnya.

Aku melihat Kak Gavin turun dari mobil. Sepertinya dia juga mau ke kampus kalau aku lihat dari pakaiannya.

"Bentar," ujarku pada Tia dan menghampiri Kak Gavin.

"Hai, Re," sapanya seperti biasa.

"Lama banget, sih," gerutuku.

Aku bisa melihat raut tidak setuju dari Kak Gavin. "Aku udah datang dari tadi,"

Iya, aku tau. Tapi tidak memberitahukan aku akan keberadaannya.

"Aku mau ngabarin kamu, tapi boro-boro, pesan aku pagi tadi aja cuman dibaca. Mau kirim pesan lagi, aku percaya bakal centang satu," jelas Kak Gavin yang secara gak sadar dia mengetahui satu hal lagi tentangku.

Tentang aku yang gak suka cokelat dan susah dihubungi, itupun kalau dia sadar.

"Aku udah klakson juga tadi," sambungnya.

Iya, aku dengar.

"Jangan kirim pesan cuma 'P', langsung to the point aja dan jangan langsung telepon tanpa pemberitahuan," ujarku mengingatkan tingkah Kak Gavin semalam yang sangat membuatku kesal.

Awalnya aku gak balas pesannya yang hanya berisi 'P', dan Kak Gavin langsung menghubungiku mendapati pesannya hanya kubaca. Langsung aku tolak. Sumpah, aku males sama orang yang kayak gitu. Dan akhirnya dia mengerti karena setelah itu dia mengirimkanku pesan menanya keberadaan bukunya.

COMETHRU | Jungwoo & TzuyuWhere stories live. Discover now