TUJUH BELAS

7.2K 486 19
                                    

(Ariana’s POV)

Greyson akhirnya bicara! Walaupun sama sekali tak berkutik dari posisi duduknya yang membungkuk menghadap kesamping. Gerak bibirnya juga sangat pelan. Jika aku tuli, mungkin aku tidak akan pernah tahu kalau dia barusaja telah mengatakan sesuatu.

“Kenapa, Ari… Kenapa?” lanjutnya. Nada bicaranya tetap; datar tanpa ekspresi. Tidak ada perasaan bergetar, marah atau yang lainnya, padahal setiap kalimat yang dia ucapkan benar-benar terdengar memfrustasikan bagiku.

“Kenapa tidak ada satupun orang yang bisa mencintaiku? Kenapa mereka justru membanding-bandingkanku? Bahkan, ibuku pun begitu.”

Dia masih tidak memandangku. Entah, namun feelingku bilang aku harus tetap mengunci mulut hingga dia selesai bicara. Dan pilihanku benar. Greyson menuturkan lebih banyak hal lagi, yang kukira selama ini menjadi penyebab—atau rahasia—yang ia pendam rapat-rapat. Aku bahkan ragu Greyson dalam kondisi sadar ketika membeberkan semuanya. Namun, dia tampak serius. Dan aku mendengarkannya, sekaligus mencoba memahaminya sebaik mungkin.

“Kalau kau sejak awal sempat bertanya dalam hati siapa aku sebenarnya, aku hanya akan mengatakan bahwa aku seorang pembunuh. Well, aku membunuh setiap orang yang telah lebih dulu membunuh perasaanku. Rasanya? Menyenangkan.” Greyson menutup bagian itu dengan seringaian mengerikan. Aku memang tidak melihat senyum seringainya secara keseluruhan, tapi dari samping pun sudah tampak menyeramkan.

“Aku membunuh ayah, ibu dan kakakku pada satu malam yang sama. Aku kecewa ayahku selingkuh, dan selalu bertengkar dengan ibuku. Rumah ini berubah menjadi neraka. Aku mendengar suara bantingan barang, jeritan, pukulan dan juga tangisan. Aku tidak tahan…” tiba-tiba dia merubah kembali posisi duduknya kembali berhadapan denganku. Aku yang sedang menyimak terkejut. Bahkan leherku secara reflek tertegak.

Ekspresinya yang datar berubah menjadi lebih rileks dalam hitungan detik. Dia menganggukkan dagunya pendek ke arahku. Mungkin, memintaku untuk bicara?

“K-kau..” sial, kerongkonganku benar-benar kering. Aku berdeham lalu menelan sisa air liur dalam rongga mulutku yang juga semakin berkurang jumlahnya. “boleh… boleh aku.. bi..bicara?”

Greyson mengangguk. “Tentu, sayang. Aku ingin mengobrol denganmu.”

Diam-diam aku menghembuskan napas sedikit lega. Akhirnya.

“Kau membunuh mereka? Eh um.. Maaf…” kataku masih takut-takut dan karena itu pula aku cepat-cepat menunduk, takut melihat bagaimana respon darinya. Akan tetapi, yang kudapatkan berikutnya sungguh diluar dugaan: sebuah ciuman lembut di dahi serta pipi kiriku.

Aku hanya bisa membalas Greyson dengan tatapan tidak percaya. Greyson justru tersenyum manis—sangat manis, lalu terkekeh pelan.

“Kau tampak konyol dengan ekspresi itu, sayang. Tapi kau tetap manis,” lanjutnya sembari memperbaiki posisi duduknya. “Iya, aku membunuh keluargaku. Tak hanya mereka, aku juga membunuh tetanggaku. Mau tahu kenapa?”

“Dia tetangga yang menyebalkan?” gumamku pelan yang membuat Greyson tertawa terbahak-bahak.

“Hahaha bukan, sayang. Bukan itu. Kau punya selera humor juga ternyata,” kali ini tangannya yang kosong mengacak-acak rambutku. Aku memaksakan sebuah kekehan pelan, padahal disaat itu, aku melihat mata pisau baja yang ia pegang berkilat terkena pantulan cahaya matahari.

Satu lagi sisa air ludah kupaksakan turun ke kerongkonganku. Dan sekarang kerongkonganku benar-benar sakit akibat kekeringan.

vomment:) next chapter>>

Psychopath // Greyson ChanceWhere stories live. Discover now