DUA PULUH

7K 477 14
                                    

(Ariana’s POV)

Mataku menangkap gerakan tangan Greyson sedang memperbaiki posisi pegangan pada pisaunya. Untuk dua detik, rasanya detak jantungku menghilang.

Namun Greyson hanya memperbaiki pegangannya ke pisau itu, tidak mengarahkannya padaku. Sebisa mungkin aku tidak menunjukkan perasaan legaku ke dia.

“Sampai dimana tadi? Ah iya, Whiskey. Itu baru tentang Whiskey,” kata Greyson, namun kali ini tanpa sikap ‘ramah’nya. “Semua orang menganggap dia hanya seekor anjing. Aku terkejut kau juga bersikap sama seperti mereka. Tapi aku memaafkanmu kali ini.”

Aku menatapnya tanpa mampu tahu harus mengatakan apa. Aku hanya diam-diam telah memuji Tuhan untuk kebaikannya kali ini.

“Nah coba kita hitung ada berapa orang yang sudah aku bunuh.” Greyson mengangkat jari tangan kirinya. “Satu, mom.” katanya sembari melipat ibu jarinya ke dalam. “Oh dia ada disebelah sana. Hanya diam, entah memikirkan apa.” Greyson mempersilahkanku melihat yang ada dibalik punggungnya. Aku terperanjat. Sebuah mayat perempuan penuh luka yang nyaris menjadi kerangka ada dalam posisi duduk persis bersebrangan denganku!

Jadi dia ibu Greyson?

Untuk sejenak, pikiranku berjalan lambat. Mayat ibu Greyson tampak lebih menyeramkan ketimbang mayat ayahnya yang kutemukan di lantai atas.

Tunggu dulu! Berarti dia menyimpan semua mayat di rumah ini?!

“Kenapa ekspresimu begitu?” tegurnya.

Cepat-cepat aku menggeleng. “Ti-tidak. Hanya…” aku mengulum bibir bawahku. Entah mengapa aku ingin mengakui hal ini meskipun aku sangat ketakutan.

“Hanya apa, sayang?” kata “sayang”nya sama sekali tidak bernada. Tetap dingin.

“Ingat waktu kau mengunciku di kamar atas kemarin? Disana aku.. em.. menemukan… mayat seorang pria dibawah tempat tidur.”

“Lalu? Kau ingin tahu dia siapa?”

Aku mengangguk. “M-maafkan aku! Aku tidak bermaksud menggeledah kamarmu, tapi aku mencium bau busuk dari bawah tempat tidur dan.. dan…”

Ucapanku terputus dengan suara tepuk tangan pelan dari Greyson. “Tidak apa-apa. Kau hanya telah menemukan mayat ayahku.”

“Oh benarkah?” tanyaku balik pura-pura. Tentu saja, sesungguhnya aku sudah tahu.

Greyson mengangguk dua kali. Kemudian dia menggoyang-goyangkan salah satu kakinya yang agak terangkat karena duduk di atas meja. Kaki satunya lagi masih menapak di lantai.

“Oke, jadi dua.” dia kembali membuka jari-jarinya dan melipat ibu jari serta telunjuknya. “Lalu, tetanggaku.” dia melipat jari tengahnya, “dan kakakku.”

Empat dari lima jarinya telah terlipat. Tinggal kelingking.

“Ada empat orang lagi sisanya.” lanjutnya santai dan mengulang menghitung dari awal. Dia kembali membuka jarinya. Aku masih menyimak. Dengan begini, aku akan tahu semua korbannya. Dan seandainya aku selamat, aku akan melaporkan semua ini ke polisi.

“Kita hitung lagi sisanya, oke? Pertama, James.” dia melipat ibu jarinya. Aku tersentak sangat keras di tempat dudukku. Dia bilang apa? James?!

“Aspan,” dia melipat telunjuknya. James dan Aspan—mereka meninggal ketika malam tahun baru lalu. Ternyata dugaanku benar, dialah pembunuhnya!

Seketika air mataku merebak. Aku ingin menangis. Pangkal hidungku juga sudah terasa perih dan panas.

“Lalu Jai.” Greyson tersenyum sembari melipat jari tengahnya. Keterkejutanku bertambah. Dadaku makin sesak  setelah ia menyebutkan nama Jai.

Well, aku mencekik dan membenturkan kepalanya ke dinding kamar mandi waktu itu. Dan yang terakhir… Sissy.”

“SON OF BITCH!” teriakku marah. Air mataku tumpah detik itu juga. “TERNYATA KAU YANG MEMBUNUH SISSY! KAU TIDAK AKAN KUMAAFKAN! DASAR PSIKOPAT TERKUTUK!!”

Greyson berdiri lalu menamparku keras. Namun rasa sakitnya bukan apa-apa sekarang. Amarahku meluap-luap, dan sebisa mungkin aku mencoba melepaskan diri dari ikatan tali bodoh ini. Aku ingin membunuh Greyson saat itu juga. Aku ingin menyiksanya dengan tanganku sendiri agar dia tahu bagaimana rasanya disiksa oleh orang lain. Termasuk, aku ingin melakukan apa yang dia lakukan padaku selama ini.

“Begitu?” dia tersenyum. “Hei tahan dulu. Aku masih punya satu orang lagi yang harus kubunuh.” Dia mengacungkan kelingkingnya persis didepanku. Dia kembali menampakkan seringaian menyeramkannya yang memberiku sebuah pertanda buruk.

Dia melipat jari terkecil itu seraya berkata, “Ariana.”

 

vomment? last chapter>>

Psychopath // Greyson ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang