5. Tak Ada Pilihan

1.3K 188 14
                                    

"Untuk sementara kita akan tinggal di rumah ini," kata Adit ketika mobil yang ia kendarai tiba di halaman sebuah rumah.

Tak ada jawaban. Adit menoleh ke arah wanita di sampingnya. Raut Risa terlihat pucat. Tubuhnya menggigil. Matanya terpejam. Tangan Adit bergerak ragu menyentuh kening Risa. Panas.

Apa dia demam karena hujan-hujanan?

Risa belum mengganti pakaian setelah hujan-hujanan beberapa jam yang lalu saat diusir Rino. Mungkin hal itu yang memicu suhu tubuh Risa naik. Atau bisa jadi Risa memiliki alergi air hujan. Adit sudah menemukan tempat tinggal baru setelah mencari info dari beberapa orang terdekatnya yang tinggal di kota itu. Cukup lama mencari karena dadakan. Bisa saja dia tinggal di wisma khusus pelatih, tapi bagaimana dengan Risa? Di wisma semua penghuninya laki-laki, dan Adit tak mungkin membawa Risa ke sana.

"Kamu demam, Ris." Adit terdengar Khawatir.

Risa hanya bergumam, lalu membuka mata.

"Apa perlu aku bantu buat turun?" tanya Adit.

"Aku bisa turun sendiri." Risa menolak.

Tak memaksa. Adit bergegas turun dari mobil. Risa pun beranjak membuka pintu, lalu turun dari mobil dengan gerakan lambat. Pandangan Risa mulai kabur saat turun dari mobil. Langit di atas sana sudah menggelap tanda malam tiba. Pandangan Adit terlempar ke arah Risa. Gadis itu terlihat sedang menyandar pada mobil. Posisinya membelakangi Adit.

"Are you okay?" tanya Adit.

Kembali tak ada jawaban.  Adit bergegas menghampirinya. Risa terlihat sedang memijit pelipis. Adit bergegas meraih tubuh gadis itu saat akan limbung.

"Jangan memaksa. Aku bantu masuk ke dalam." Adit meminta izin.

Tak ada jawaban. Kondisi Risa benar-benar lemah. Adit bergegas menggendong tubuh Risa, lalu membawanya masuk ke dalam rumah. Risa bukan hanya kelelahan fisik, tapi juga hati dan pikirannya. Dia harus menerima kenyataan bahwa kehadirannya tak dianggap oleh kakak kandungnya. Tak ada lagi orang yang bisa membantunya kecuali Adit.

Perhatian Adit teralih saat tangan Risa mencengkeram pakaiannya erat. Adit menatap wajah gadis yang sedang digendongnya. Risa masih terlihat menggigil. Pakaiannya lembab. Adit kembali menegakkan kepala, membawa tubuh Risa masuk ke dalam kamar, lalu menidurkannya di atas ranjang. Setelah itu, Adit berjalan menuju lemari untuk mencari selimut. Diraihnya sebuah selimut dari dalam lemari untuk membalut tubuh Risa agar hangat.

Adit bergegas meninggalkan kamar untuk mengeluarkan koper dari dalam mobil. Di dalam koper miliknya ada obat-obatan yang sudah disiapkan untuk berjaga-jaga. Pandangannya beralih pada koper milik Risa.  Tangannya bergerak menurunkan koper milik Risa. Adit bergagas membawa masuk kedua koper itu ke dalam rumah. Sebelum masuk ke kamar, Adit menatap sekitar. Pandangannya meneliti setiap ruangan yang terjangkau. Ruangan pertama yang ia teliti adalah ruangan tengah,  lalu beralih pada ruangan dibelakangnya yaitu dapur, dan berakhir pada satu pintu yang tak jauh dari posisinya saat inj. Adit akan menyusuri rumah itu setelah memberikan obat pada Risa.

Pertama kali dalam hidupnya merawat gadis sakit. Biasanya, dia hanya merawat temannya yang sedang sakit saat dalam tugas negara. Adit bergegas membuka koper ketika tiba di dalam kamar. Tujuan pertamanya adalah mencari obat penurun panas. Setelah itu, ia bergegas menghampiri Risa, lalu duduk di ranjang.

Tangannya kembali menyentuh kening Risa, lalu beralih pada lehernya. Masih panas. Risa merasa terusik dengan sentuhan Adit. Tangannya bergerak menyentuh lengan laki-laki di hadapannya. Adit sontak menatap tangan Risa yang menyentuh lengannya.

"Aku hanya memastikan suhu tubuh kamu. Kamu demam. Kamu harus minum obat," kata Adit.

"Aku nggak apa-apa," balas Risa sambil melepas tangan Adit.

Ex-Cop is My Husband (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang