29. Bukan Harapan

335 51 4
                                    

Suasana di dalam mobil masih tanpa obrolan setelah keduanya keluar dari restoran. Risa tak berani membuka obrolan karena khawatir sang suami akan curiga. Kondisi hati Adit saat ini sedang tidak baik, akan semakin keruh jika dia membahas masalah itu. Hati Risa ikut tak menentu, antara rasa bersalah dan peduli. Dia mencuri pandangan ke arah sang suami. Tatapan Adit masih pada jalanan di balik kaca.

"Kamu sudah tahu kalau dia nggak pernah setuju dengan pernikahan kita, lalu kenapa kamu membantunya untuk bertemu denganku?" Adit membuka obrolan setelah cukup lama hening. Mengingatkan sang istri akan masalah itu.

Rupanya Adit tahu jika sang istri telah membantu sang mama untuk bertemu dengannya. Berulang kali dia mengabaikan permintaan sang mama, namun Risa justru mempertemukan mereka.

"Kamu nggak khawatir kalau dia akan melakukan sesuatu padamu?"

"Ini hari ulang tahun beliau dan kamu pasti ingat. Aku tahu jika beliau tidak setuju dengan pernikahan kita, tapi apakah aku harus tega saat seorang ibu meminta untuk bertemu dengan anaknya?" tanya Risa balik.

"Kamu lupa dengan apa yang sudah mereka lakukan pada kita? Aku menolak bertemu dengan dia untuk kebaikan kita. Seharusnya kamu paham."

"Aku tahu jika kamu tidak akan pernah mau bertemu lagi dengan ibumu walaupun tahu jika hari ini ulang tahunnya. Tapi aku yakin jika kali ini maksud tujuan ibumu baik. Selama ini, hanya beliau yang tak meneror kita."

"Aku nggak peduli. Jangan pernah lagi berhubungan dengan dia atau keluargaku."

Lebih baik aku diam. Kondisi hatinya sedang buruk. Akan semakin buruk jika aku membalasnya. Aku terpaksa melakukan ini karena permintaan beliau. Tetapi apa yang aku dapat?

Suasana maaih tanpa obrolan sampai mobil yang mereka naiki tiba di halaman rumah. Adit segera turun dari mobil, lalu disusul Risa. Barang-barang tertata rapi di atas meja teras menjadi pusat perhatian Adit.

"Satu jam yang lalu ada orang yang mengirim-"

"Buang semuanya," potong Adit sebelum Ketut melanjutkan kalimatnya.

"Adit." Risa angkat suara.

Adit menatap sang istri. Tatapan mengingatkan akan ucapannya beberapa menit lalu. Dia berlalu masuk ke dalam, sedangkan Risa menatap sekilas barang-barang itu, lalu ikut menyusul masuk. Setibanya di kamar, Risa melempar tas di atas sofa,  lalu merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Memikirkan masalah itu membuatnya pusing. Sedangkan Adit memilih langsung masuk kamar mandi untuk membersihkan tubuh sekaligus mendinginkan isi kepalanya yang terasa panas.

***

Adit masuk ke dalam kamar setelah berkutat di dapur, menyiapkan sarapan untuk disantap bersama sang istri, karena semalam sang istri belum makan. Dia tahu jika Risa masih marah padanya karena kejadian dua hari lalu di kafe. Kejadian yang mempertemukannya dengan sang mama. Bukan maksud Adit marah pada sang istri, melainkan dia khawatir jika keluarganya akan menyakiti Risa. Dia duduk di tepi ranjang, menatap Risa yang memunggunginya dan masih bergelung dengan selimut.

"Aku nggak marah sama kamu masalah itu, tapi aku khawatir kamu kenapa-napa. Sudahlah. Lupakan kejadian kemarin. Aku sudah melupakannya dan kamu juga harus melupakan kejadian kemarin. Aku sudah masak buat sarapan bersama. Dari semalam kamu belum makan. Apa kamu nggak lapar? Aku khawatir kamu sakit." Adit berusaha membujuk.

Hening. Adit menghela napas. Dia tahu jika sang istri sudah bangun dan mengabaikan ucapannya. "Kamu akan seperti ini terus?" lanjutnya dengan pertanyaan.

"Aku marah sama kamu," balas Risa dengan suara parau.

"Kamu masih marah sama aku masalah itu?"

"Bukan."

Ex-Cop is My Husband (Tamat)Where stories live. Discover now