24. Rencana Terakhir

645 115 19
                                    

Setelan jas warna putih terlihat menawan dikenakan oleh Adit, membuat ketampanannya semakin bertambah. Dia masih berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya dengan tatapan serius. Bukan untuk menilai penampilannya sendiri, tetapi dia sedang memikirkan hal lain. Apa yang dia pikirkan seketika buyar saat pintu ruangan itu terbuka, membuatnya segera menoleh ke sumber suara. Seketika dahinya berkerut saat tahu siapa yang masuk ke dalam ruangan tersebut dengan langkah tergesa.

"Maaf, Pak, saya sudah-"

Ucapan lelaki muda itu terpotong karena Adit mengangkat tangan. Orang yang menerobos masuk melayangkan pukulan ke arah Adit, tetapi pukulan itu segera ditahan olehnya.

"Apa seperti ini cara kamu kasih selamat ke aku dan adikmu?" Adit mengempaskan tangan Alex.

"Gue sudah ingetin lo buat jauhin Risa! Kenapa lo masih nekat buat manfaatin adik gue?!" Alex melontarkan pertanyaan dengan nada geram.

"Kamu boleh keluar. Pastikan jangan ada yang masuk." Adit menginstruksi sang pekerja.

Setelah kepergian sang karyawan, Adit mengempaskan tangan sahabat sekaligus kakak iparnya. Sesuai dugaan Alex datang di hari pesta pernikahan sang adik untuk memperingatkan secara langsung agar sandiwara keduanya diakhiri. Sayangnya dia terlambat.

Cengkraman mendarat pada kerah jas yang dikenakan Adit. "Batalkan pernikahan ini sekarang juga," geram Alex mengancam.

Senyum miring menghiasi raut Adit. "Sayangnya kamu sudah terlambat," balasnya sambil mengangkat tangan kiri, menampilkan cincin pernikahan melingkar di jari manis.

Mata Alex melotot. "Gue nggak percaya. Lo pasti lagi bohongin gue."

"Cek saja di KUA kalau kamu nggak percaya. Aku dan Risa sudah resmi menjadi suami istri setelah beberapa hari lalu melakukan janji sakral."

"Pernikahan lo dan adik gue nggak sah karena gue walinya. Gue menentang keras pernikahan lo dan adik gue."

"Apa? Aku lagi nggak salah dengar, 'kan? Kamu walinya Risa?"

"Maksud lo apa?!"

"Aku nggak bodoh, No. Kamu bisa saja membodohi adikmu dan semua orang, tapi nggak buat aku. Kamu pikir aku nggak tau status kalian? Kamu pikir aku nggak tau siapa yang mau nyelakai Risa?" Tatapan Adit mengintimidasi.

Mata Alex semakin membulat sempurna karena kedatangannya ke tempat itu justru menjadi bumerang. Ucapan Adit seakan membungkam mulutnya. Dari mana Adit tahu semua itu?

"Pergilah. Jangan sampai acaraku gagal, atau kamu akan merasakan akibatnya. Aku yang akan menjaga Risa. Dia akan lebih aman jika bersamaku."

Acungan jari telunjuk diarahkan ke wajah Adit. Tatapan kebencian menguasai wajah Alex. Senyum miring justru menghiasi wajah adik iparnya. Alex menurunkan tangan dengan amarah tertahan, lalu membalikkan tubuh untuk pergi.

"Satu lagi."

Langkah Alex terhenti saat mendengar kalimat itu.

"Berikan delapan puluh persen warisan dari mendiang ayah mertuaku untuk Risa jika kamu ingin semuanya aman. Bukankah tuntutan itu sudah kamu terima?"

Alex melanjutkan langkah, mengabaikan ucapan Adit. Amarah yang dia tahan memuncak, melampiaskan pada pintu ruangan itu. Ditambah melihat Risa di luar ruangan itu, membuat hatinya terbakar hebat. Risa bergegas masuk setelah kepergian sang kakak untuk memastikan keadaan sang suami. Mereka memang sudah menikah secara diam-diam di kantor KUA sebelum pesta pernikahan. Rencana Adit berjalan dengan sempurna. Janji sakral tersebut hanya disaksikan oleh beberapa orang dekat.

"Apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja?" tanya Risa memastikan saat melihat Adit menyentuh lengannya.

Perhatian Adit teralih, menatap tanpa kedip sang istri yang sedang mengampirinya dengan balutan gaun pengantin warna putih. "Hanya nyeri." Adit memaksa senyum.

Ex-Cop is My Husband (Tamat)Where stories live. Discover now