11. Semakin Jauh

1K 181 7
                                    

Anyeong ...
Akhirnya up lagi setelah sembilan purnama.
Maklum, Gumiho lagi semedi. Hahahaha ...
Tap bintang dulu sebelum baca, ya.
Ga tap aku slow update lagi, deh.

Selamat membaca ...

♡♡♡

Sejak berselisih dengan sang ibu melalui telepon, sampai saat ini Risa belum keluar dari kamar. Waktu sudah menunjukkan pukul 20.00. Entah apa yang dilakukan gadis itu di dalam sana, bahkan pesan dari Adit belum dibalas olehnya. Adit kembali melempar pandangan ke arah pintu kamar di mana terdapat gadis itu di dalamnya. Sudah cukup sabar dia menanti gadis itu untuk keluar. Sejenak Adit menghela napas, beranjak dari kursi untuk menghampiri pintu itu.

"Sampai kapan kamu akan terus di dalam kamar? Masalah kamu nggak akan selesai dengan cara seperti ini. Cepat keluar. Aku ingin bicara sama kamu," ucap Adit pada Risa di dalam sana.

Tidak ada jawaban. Adit meraih ponsel di dalam saku celana, mencari kontak gadis itu, lalu menempelkan benda pipih itu pada telinga. Sesaat Adit memejamkan mata, menahan amarah karena gadis itu tak menjawab telepon darinya. Tangannya bergerak menyentuh handel pintu, memutar perlahan untuk memastikan. Kedua dahinya berkerut karena pintu kamar itu tak terkunci. Dia mendorong pintu perlahan untuk masuk. Gelap. Lampu di kamar itu masih padam, hanya mendapat pancaran dari lampu luar kamar itu. Pandangan Adit terlempar ke arah tempat tidur. Sosok Risa tak ada di sana. Dia bergegas menyalakan lampu kamar itu. Pandangannya kembali mengitari sekitar karena merasa ada sesuatu yang tak enak di dalam hati.

"Risa!" seru Adit untuk memastikan keberadaan gadis itu.

"Aku di sini."

Adit terkesiap, membalikkan tubuh untuk memastikan gadis itu. Risa terlihat berantakan sambil terduduk di atas lantai, menyandarkan tubuh pada dinding di balik pintu. Entah apa yang gadis itu lakukan di sana.

"Ngapain kamu di situ?" tanya Adit.

Gadis itu menggeleng. Hatinya kalut. Merasa tak adil pada dunia karena mendapat posisi sulit dalam kehidupan. Sejak ayahnya meninggal, semua terasa berat baginya. Laki-laki kedua yang dia cintai sudah tak peduli padanya. Terlebih sang ibu. Merasa tak guna hidup di dunia tanpa orang-orang tercinta. Tangis Risa kembali pecah saat mengingat sang ayah.

Langkah Adit perlahan menghampiri gadis itu, merendahkan tubuh di depannya. Wajah Risa terlihat merah dan matanya bengkak karena terlalu lama menangis. Adit merasa tak tega dengan gadis itu.

"Ujian di dunia itu adalah pembuktian, seberapa kamu kuat menghadapinya. Bertahan dan berjuang, atau menyerah dan terperangkap di dalamnya. Itu yang harus kamu pilih." Adit menasehati. "Temui Ibumu besok pagi dan jelaskan padanya secara baik-baik jika kamu ingin menolak perjodohan dengan laki-laki itu," lanjutnya.

Risa menatap Adit. "Tidak. Aku tidak mau bertemu dengan Mama karena dia pasti akan membawaku untuk kembali ke Rusia. Lebih baik aku mati daripada harus menikah dengan Marcel."

"Aku akan menemanimu sekaligus menjelaskan padanya mengenai hubungan kita."

Gadis itu tetap kukuh menolak bertemu dengan sang mama. Takut jika akan dipaksa untuk kembali ke Rusia.

"Aku akan membantumu jika beliau masih memaksa untuk menikahkanmu dengan laki-laki itu." Adit meyakinkan.

Tak ada jawaban. Risa masih bergeming, memikirkan tawaran Adit. Apa dia harus percaya pada Adit dan menemui mamanya?

"Cepat keluar. Makanannya keburu dingin." Adit beranjak keluar dari kamar itu karena tak sabar menanti balasan dari Risa.

Kenapa aku jadi semakin terlibat jauh dengan masalahnya? Masalahku belum selesai, sekarang ditambah masalah dia.

Ex-Cop is My Husband (Tamat)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz