Bab 3

21 1 0
                                    

Setelah kepergian dokter Abizar, Amirah sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya, hatinya begitu terguncang dengan penawaran dari dokter Abizar, kini hatinya hancur, kecewa dan bingung harus memberi jawaban apa? sedangkan dia begitu membutuhkan uang tersebut.

***

Kring ... kring ...

Terlihat panggilan dari ummi, dengan segera Amirah mengangkatnya.

"Assalamualaikum, Ummi."

"Wa'alaikumussalam."

"Bagaimana kabar Abah sekarang, Umm?"

"Masih belum ada perkembangan, Nak, karena harus segera dioperasi, kata dokter kalau malam ini Abah tidak segera dioperasi, keadaannya akan semakin parah dan akan semakin memburuk."

"Apa kamu sudah dapatkan uangnya, Nak??"

"Ummi tenang saja, saya akan segera mendapatkan uang untuk biaya operasi Abah."

"Maaf, Nak, Ummi dan Abah harus merepotkanmu."

"Amirah tidak merasa direpotkan ummi dan abah kok."

"Ya sudah, Nak. Ummi tutup dulu ya, Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

***

Amirah kembali berpikir, bagaimana pun dia tidak mau terjadi sesuatu pada Abahnya, dia tidak sanggup untuk kehilangan sosok laki-laki yang sangat diidolakannya, yang selalu dia hormati, yang selalu ada untuknya.

Setelah lama berpikir, Amirah pun dengan berat hati harus menerima penawaran dari dokter Abizar, meskipun ia tahu harga dirinya pasti sudah terinjak-injak oleh laki-laki sombong itu, ia pun memberitahu Bu Prapti kalau dirinya bersedia, Bu Prapti pun memberitahu Abizar kalau Amirah menyetujui penawarannya.

***

Mendengar persetujuan Amirah, Abizar sangat senang, sore ini pun dia langsung menemui Amirah, sepulang dari rumah sakit.

"Baiklah, berapa uang yang kamu butuhkan??" tanya Abizar dengan nada dingin dan sedikit menghina.

"Saya butuh 50 juta dokter."

"Cuma 50 juta? baiklah hari ini juga aku akan berikan uang itu," Jawab Abizar dengan sombongnya.

Hari ini juga Abizar menepati janjinya, dia memberikan uang tersebut kepada Amirah, selain itu dia pun memberikan sebuah map, yang berisi surat perjanjian.

"Kamu harus menandatangani surat ini, sebelumnya kamu bisa membacanya terlebih dulu, supaya tahu isinya."

setelah membacanya, Amirah pun dengan tangan bergetar menandatanganinya.

"Besok pagi Aku akan menjemputmu, aku akan memperkenalkanmu pada mamaku,"

Amirah pun menumpahkan kesedihan, dadanya terasa sesak, air mata terus mengalir di pipi yang mulus, wajah cantiknya terlihat pucat, mata pun sembab.

***

Malam ini Amirah sudah sampai di salah satu Rumah sakit di Bandung, malam ini pun Abah segera dioperasi.

"Siapa orang yang baik hati, yang sudah mau meminjamimu uang sebanyak itu, Nak."

"Pak Dokter, Ummi. Yang sudah menolong saya."

"Dokter itu baik sekali ya, Nak. Sudah mau membantu kita."

"Iya, Um."

"Ummi, bagaimana Ummi bisa bilang Abizar laki-laki yang baik, dia sudah menghancurkanku, Umm, dia tidak membantu dengan cuma-cuma, Um," batinnya.

"Um, saya mau bicara pada Ummi."

"Iya, Nak, kamu mau bicara apa?"

"Um, saya akan menikah dengan dokter Abizar, untuk membalas kebaikannya, mama dokter Abizar sangat membutuhkan saya, Um."

"Kapan itu, Nak?"

"Lusa, Ummi."

"Secepat itu kah, Nak?" kalau abah belum sadar bagaimana? untuk walimu nanti, Nak?"

"Iya Ummi, lebih cepat lebih baik karena mama dokter Abizar membutuhkan saya. Untuk wali bisa minta tolong uwak Hambali, Ummi."

"Bagaimana dengan kuliahmu, Nak???"

"Insya Allah, saya akan tetap melanjutkannya kalau dokter Abizar mengizinkan saya."

"Kamu sudah besar, apapun keputusanmu, kalau menurutmu baik lakukanlah, tapi ummi berharap pernikahanmu dengan dokter Abizar bukan karena bantuannya kepada kita tapi karena kalian saling mencintai."

"Cinta ... Bukan cinta Ummi, tapi suatu kesepakatan, yang aku sendiri tidak tau ke depannya harus bagaimana nasibku setelah menikah, Ummi," batinnya.

"I-iya, Um, tenang saja, pernikahan ini karena cinta bukan karena hutang ataupun balas budi."

"Maafkan saya ummi, saya terpaksa membohongi Kalian," batinnya. 

KETULUSAN HATI AMIRAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang