Marah

31 2 0
                                    

Kekecewaan memang sangat menyiksa dan terkadang pula mengakibatkan sakit hati. Hal itu akan timbul sebab harapan yang dibuat terlalu tinggi, namun kenyataan berkata lain.

Kekecewaan adalah guru yang bisa membuatmu menjadi lebih bijak di kehidupan yang akan datang.

Jiwa yang kuat tidak akan melemah jika ia disakiti, karena ia tahu! Setiap kesakitan adalah proses membangun kekuatan.

***

Pukul 4 pagi, Amirah bangun dari tidurnya, ada rasa sesal tidak mengerjakan sholat malam seperti biasa ia kerjakan. Dengan pelan Amirah bangun dari ranjang, melepas pelukan Abizar, melangkah terseok, karena perih diselak*ng*an akibat aktivitas tadi malam. Masih jelas di ingatan Amirah apa yang Abizar lakukan tadi malam, Amirah tidak menyesalinya karena bagaimana pun ia tahu tugasnya sebagai seorang istri, Amirah hanya kecewa, kecewa saat melakukannya dengan Amirah, Abizar tidak sadar bahkan Abizar selalu meracau memanggil nama perempuan lain.

Dengan langkah terseok Amirah menuju kamar mandi, menumpahkan tangisnya dan kekecewaannya. "Berendam air hangat di bathrobe mungkin akan menghilangkan sedikit rasa nyeri," pikir Amirah.

Setelah 20 menit, Amirah keluar dari kamar mandi, menunaikan kewajiban yang tertunda, menghadap sang Kholiq.

Selesai sholat Subuh dengan langkah sedikit pelan Amirah keluar dari kamar menuju lantai bawah, yang dituju pertama kali adalah dapur.

Di dapur Amirah melihat Bik Na sedang menyiapkan bahan untuk membuat sarapan ditemani mama mertuanya yang duduk manis di kursi rodanya.

"Lho Amirah, Sayang. Kamu sudah sembuh, Nak?" sapa lembut mama mertuanya

Dengan tersenyum membalas sapaan mama mertuanya. "Alhamdulillah sudah, Ma. Maaf Amirah sudah buat mama khawatir," ucapnya.

"Tidak sayang, mama yang harusnya minta maaf karena gak bisa lihat kondisi kamu, Abizar sudah mama suruh gendong mama, e ... Anak itu malah nggak mau, katanya mama berat," cerita mama mertuanya.

"Tidak apa-apa, Ma. Yang penting Amirah hari ini sudah sembuh, dan nanti bisa anterin mama terapi lagi," jawab Amirah tulus.

"Sekarang masak apa bik?" tanyanya sambil mendekati pantri dapur.

"Buat ayam goreng sambal rica-rica, Non," jawab bik Na.

"Aku bantu ya, Bik?" tawarnya.

"Ndak usah, Non, Non Mirah temanin nyonya aja duduk di situ," ucapnya sambil menunjuk kursi di depan pantri.

"Non Mirah kan masih baru sembuh, biar Bibik aja yang ngerjain dulu, nanti kalau sudah benar-benar sembuh baru boleh bantuin Bibik," ucap bik Na menjelaskan.

"Iya, Sayang. Ayo duduk di sini sambil nemenin mama minum teh!" ajak mama mertuanya.

Mau tak mau Amirah pun menuruti bik Na dan mama mertuanya.

"Kalau badanmu masih sakit, sebaiknya mama absen dulu enggak terapi," ucap Ambar.

"Jangan, Ma. Kan sudah jadwalnya hari ini, katanya mama mau bisa cepat sembuh dan bisa cepat jalan," bujuk Amirah.

"Maaf ya mama selalu merepotkanmu, sampai kamu kelelahan dan sakit, itu pasti gara-gara mama," tutur mama mertuanya yang merasa tidak enak dan merasa bersalah.

"Tidak, Ma. Mama jangan bilang begitu, Amirah selalu ikhlas merawat mama, mama sudah anggap Amirah anak mama sendiri kan? Bukan menantu! begitu juga sebaliknya Amirah sudah menganggap mama seperti mamanya Amirah sendiri, bukan ibu mertua Amirah," ucapnya meyakinkan mama mertuanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 09, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KETULUSAN HATI AMIRAHWhere stories live. Discover now