[6] Ujian Hati

4K 985 250
                                    

"Lihat nih guys, aku barusan dibeliin baju renang sama Papa aku lho. Lucu kan? Ada bunga-bunganya bisa nyala lagi."

"Wiiiih, bagus banget, Sher. Keluaran terbaru ini. Kata Mama aku, kemaren waktu jalan-jalan nyari baju renang, baju yang punya kamu udah sold out. Jadi aku beli desain yang lain deh."

Sherly tersenyum puas melihat seluruh teman-teman perempuannya memuji baju renang yang ia pamerkan sekarang. Sesekali matanya melirik sinis ke arah Muna yang terdiam duduk di pojokan.

"Eh iya, aku ada kabar buruk buat kalian, katanya sih kelas kita paling gak solid soalnya ada satu anak yang gak ikutan les renang. Padahal kata wali kelas, les renangnya wajib buat tambahan nilai kemampuan non-akademik," ujar Sherly

Anak-anak lain mulai berbisik satu sama lain, penasaran. Tak sedikit dari mereka yang celingukan memperhatikan seisi kelas, menebak siapakah murid itu.

Sementara Muna terlihat makin mengepalkan tangannya kesal sambil terus mencoret-coret abstrak buku pelajarannya.

"Yah, sayang banget, padahal sekolah kita terkenal unggul di cabang renang. Kebanyakan yang lulus dari sini punya prestasi di bidang atlet renang. Kayaknya anak yang gak ikut les renang tadi kuper deh, malu buat berbaur sama kita," ucap salah seorang anak.

Sherly menyilangkan kakinya santai kemudian bersedekap dada. Kepalanya menoleh ke arah Muna yang kini menatapnya tajam.

Sherly pun tersenyum sinis. "Sorry ya, Mun. Gue kelewatan ngomongin lo. Jangan diambil hati ya. Gue cuman bercanda. Hahaha. Mending lo pulang aja sekarang, lo kan gak ikut renang."

Muna menutup bukunya cepat lalu meraih tasnya dan melenggang pergi keluar dari kelas. Sepanjang perjalanan pulang ia terus menangis dan memarahi semua orang yang mencoba menenangkannya.

Bahkan Riris yang sedang menyapu di teras pun menjadi sasaran empuk Muna.

"Mama jahat!!" teriak Muna tiba-tiba. Membuat Riris terlonjak kaget. Gak ada angin, gak ada hujan, anak bungsunya itu tiba-tiba berteriak sambil menangis setelah pulang sekolah.

Riris segera meminggirkan sapunya, dan berjongkok mengelus kedua bahu Muna, mencoba menenangkan. "Cerita sama Mama, kamu habis ngapain sampe nangis kayak gini, sayang?"

"Hiks... hiks..." Muna masih menangis tersengal-sengal.

Riris langsung menyeka air mata di pipi Muna. "Cup cup, udah, anak kesayangan Mama gak boleh nangis. Nanti Papa jadi ikutan sedih disana."

Muna kini menatap tajam kedua mata Riris. "Kenapa Papa pergi sendirian? Kenapa Papa gak ajak Muna juga? Muna pengen ikut... Muna capek..."

"Hush! Gak boleh ngomong gitu." Riris mulai memeluk erat tubuh Muna. "Kamu laper ya? Makan yuk, Mama udah masakin sayur sop kesukaan kamu."

Muna hanya menangis tanpa merespon ajakan dari Riris.

Disisi lain, Ara yang baru saja kembali habis belanja bulanan di minimarket, agak terkejut melihat pemandangan di hadapannya.

Perlahan Ara menghampiri dan mendapati Muna yang sedang menangis tersedu-sedu.

"Muna kenapa, Ma?" tanya Ara.

Muna yang mendengar suara itu, tiba-tiba melepas pelukan dari Riris dan langsung memukuli Ara.

"AKU BENCI SAMA KAKAK!! AKU BENCI!!"

Tangan Muna terus memukuli tubuh Ara hingga barang belanjaan tersebut jatuh ke lantai.

Ara tak melawan, ia diam saja membiarkan adiknya itu melepas seluruh emosi di dalam hatinya.

Kakak Tingkat ✔ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang