01

309 45 10
                                    

Andrew Jaehyuk Pramanaya, ia melangkahkan kakinya melewati koridor sekolah yang masih sepi. Dia datang pagi sekali ketika siswa lain masih asik dengan tidur mereka. Ah, jika kalian berpikir bahwa dia rajin, tidak. Ia hanya siswa biasa yang tak rajin tapi juga tak nakal.

Ia biasa datang pagi, bukan karena apa, bukan karena takut dihukum oleh guru, ataupun karena takut dinyinyir oleh teman sekelasnya karena telat.

Ia hanya malas untuk bertemu kakak-nya di pagi hari, yang jika bertemu akan membuat moodnya buruk selama bersekolah. Sang kakak sering meremehkan, bahkan menghina, ditambah dengan tampangnya yang songong. Cih, sungguh menyebalkan.

Kedua kaki seorang Jaehyuk terus melangkah bergantian, memasuki ruangan kelasnya dan menyimpan tas selempang dan tas berisi laptop di bangkunya. Lalu berjalan lagi keluar kelas menuju rooftops sekolah.

Ia mendudukan dirinya di salah satu bangku yang ada di rooftops.

"Masih jam setengah enam, ah lama." Gerutunya.

"Ya lagian siapa suruh dateng jam segini, Jae.. Jae.. Haha!" Monolognya dengan tawa renyah di akhir. Setelah itu dia kembali bermuka datar dan melihat ke arah langit yang masih berwarna abu kebiruan.

Untung tidak ada orang di sana, kalau ada mungkin dirinya sudah dilihat seperti orang gila.

• • •

Kring! Kring!~

Akhirnya bel pulang berbunyi. Jaehyuk bergegas memakai tas dan membawa barang bawaannya yang lain, dan pergi meninggalkan kelas. Eh lho, dia tidak bawa buku?
Bukunya ada yang di kolong meja dan ada yang di loker punyanya, tenang saja.

Kini tujuannya tentu saja bukan rumah, dia akan berkeluyuran terlebih dahulu. Sekali lagi, ia malas untuk melihat kakaknya. Jadi dia datang cepat, pulang terlambat, begitu setiap hari.

Jaehyuk menarik kursi cafè lalu duduk. Sekarang ia sedang nongki di cafè sambil mengerjakan tugas. Ya, mangkannya ia membawa laptop, karena rencanya akan sekalian mengerjakan tugas ketika pulang sekolah.

Di menit ke-40, Jaehyuk mendadak berhenti mengetik. Atensi yang mulanya mengarah ke laptop, sekarang berpindah kepada pria yang sepertinya sedang berjalan ke arah dirinya.

"Kayak dia?" Lirihnya kebingungan.

"Jaehyuk!"

Yak, benar. Itu sang kakak. Ia merotasikan bola matanya jengkel setelah mengetahui pasti orang itu adalah kakaknya.

"Ngapain lu di sini?" Saut Jaehyuk dingin, kedua manik matanya fokus ke layar laptop.

"Jaehyuk pulang!"

"Ck, Jaehyuk pulang.. Jaehyuk pulang.. Bacot banget. Lagian tau gue di sini dari mana, hm?"

"Tau dari temen-temen lo lah. Gua orangnya pinter nyari jalan keluar. Ga kayak lu yang sukanya lari dari kenyataan."

Mata Jaehyuk mula terbuka, kini tertutup karena menahan emosi.

"Sekali lagi, ngapain lu di sini?"

"Nyuruh lu pulang."

"Enak banget ya ngomongnya. Punya hak apa Anda nyuruh-nyuruh saya pulang?" Jaehyuk melirik kakaknya tajam.

"Ya, gue kakak elo lah. Emang salah ya kalau nyuruh pulang doang?"

"Salah. Ga, gue ga mau pulang. Noh liat, gue lagi ngerjain tugas."

"Haha, ya ampun. Sok-sokan rajin banget sih, lu! Ngakak deh." Kekeh sang kakak, membuat Jaehyuk mengepalkan kedua tangannya. Ia sudah sangat emosi, tapi masih dicoba untuk ditahan.

"Pergi deh, ah. Malesin banget!"

"Gue akan pergi, tapi lo harus ikut." Kini, perkataan kakaknya tak digubris sama sekali oleh Jaehyuk.

Sang kakak mendecak.

"Diem bae. Ga nurut? Sering banget lu ga nurut sama kakak sendiri. Ga sayang lu sama gu--"

Jaehyuk sudah tak kuasa menahan emosinya. Ia bangkit dari duduknya, dan bediri tepat di depan kakaknya dengan muka yang memerah,

"SETELAH BANYAKNYA HINAAN, KEBENCIAN DAN PEREMEHAN, KAKAK MASIH NANYA GUE SAYANG LU APA ENGGA?! ENGGA. GUE BUKAN ORANG YANG BEGITU BAIK, YANG AKAN TERUS SAYANG SAMA LU--"

Ia kembali mundur, berpaling dari kakaknya, mukanya memerah, matanya berkaca-kaca, dan badannya bergetar,

"--jujur, teriak gini ke kakak, gue ga enak. Tapi gimana,.. Gue juga bisa capek."

Jaehyuk menutup laptopnya cukup keras tanpa dimatikan, lalu buru-buru memasukannya ke dalam tas laptop. Setelah itu, ia langsung pergi meninggalkan kakaknya begitu saja yang masih diam tertegun.

• • •

Seminggu telah berlalu, seminggu itu pula kakak Jaehyuk menghilang. Ya, sejak kejadian di cafè, kakaknya menghilang tanpa jejak. Sudah dicari ke apartement punyanya, lalu tempat-tempat lain, sang kakak tak kunjung ditemukan.

Jaehyuk khawatir dan merasa bersalah, namun rasa tidak pedulinya lebih besar daripada dua perasaan tersebut. Ia terlanjur malas dengan kakaknya.

Kini dirinya sedang menginap di rumah temannya, yaitu Jeongwoo. Ia bangun dari tidurnya, sedangkan Jeongwoo masih ber-gelut dengan mimpi.

Ia mengambil telepon genggam miliknya, berniat memberi tahu sang ibunda jika dia akan langsung pergi ke sekolah tanpa pulang terlebih dahulu ke rumah. Namun niatnya itu terhenti, ketika melihat notif dari seorang teman kakaknya.

Jaehyuk menyipitkan matanya dan membuka notif yang isinya menyuruh ia bergegas untuk pulang, dengan hati-hati. Ada firasat tidak enak.

Setelah membaca pesan darinya, seketika matanya membulat, pikirannya seketika kacau. Ia terbangun dengan buru-buru, membuat Jeongwoo terbangun.

"Jeongu, gua pulang ya! Makasih!"

Ia berjalan keluar dari kamar tersebut dan berlari kencang ke arah luar setelahnya.



Junkyu
|Jaehyuk cepet pulang!
|Kenapa ga ngangkat telepon terus, sih?
|Kakak lo ditemukan sekarat di dekat Gedung Radja
22.34

TBC

Five Wounds || Yoon JaehyukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang