5. Dangerous Man

5.2K 734 76
                                    

Teramat perlahan udara berembus melalui celah kecil di antara belahan bibirnya yang ranum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Teramat perlahan udara berembus melalui celah kecil di antara belahan bibirnya yang ranum. Netra terang gadis itu meredup, membentuk sebuah tatapan kosong dan kehampaan. 

Dia menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, turun dari ranjang dengan perlahan. Sesaat setelah kakinya menapak ke lantai, dan mencoba berdiri, Mikasa tak dapat bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. 

Dia terjatuh di atas lantai--tubuhnya benar-benar belum bisa digerakkan sepenuhnya. Otot-ototnya masih lemah.

Ringisan keluar dari celah bibir ranumnya, menghela nafas pelan, Mikasa mencoba bangkit, mendekati meja rias dengan menyeret tubuhnya. Tatapannya masih kosong, menyentuh botol parfum dan melemparkannya pada cermin sukses membuat botol parfum dan cermin itu pecah. 

Tanpa ragu, dengan gemetar Mikasa mengambil salah satu pecahan kaca dan meremasnya, membuat pecahan itu menancap di telapak tangannya, dia mengambil cermin itu mengarahkannya pada pergelangan tangannya. 

Mikasa tertawa getir, perlahan mulai menggores pecahan kaca itu ke pergelangan tangannya, cairan merah langsung merembes keluar, membuat warna yang begitu kontras dengan kulit putih pucatnya.

Napasnya beralun lemah, memang sungguh menyakitkan. Namun kendati demikian, seulas senyum melukis wajah letihnya. Menyakitkan namun juga membuatnya merasa lebih lega.

Perlahan, pandangannya mulai mengabur, Mikasa jatuh terbaring di atas dinginnya lantai. Semua kesakitan itu seolah teralihkan, pikirannya kosong.

Mikasa dapat merasakan, kesadarannya mulai meredup membuat gadis itu tersenyum lemah. Sebelum pada akhirnya sang kegelapan menjemputnya, Mikasa bergumam di dalam hati.

"Aku bebas"

━━━━━━━━•Sweet Blood•━━━━━━━━

Kelopak matanya mengerjab, berusaha menyesuaikan dengan cahaya sekitar. Selang beberapa saat kemudian, gadis itu akhirnya membuka mata sepenuhnya. Keningnya berkerut, jadi dia masih hidup ?

Tentu saja, Levi tak mungkin membiarkannya mati semudah itu.

Bibir tergigit pelan sembari alis berkerut, sampai detik ini, Mikasa tak mendapatkan sebuah jawaban atas mengapa Levi menahannya, tidak langsung membunuhnya seperti apa yang lelaki itu lakukan kepada korbannya yang lain.

Apa yang sebenarnya lelaki itu inginkan darinya ? Mikasa benar-benar tidak mengerti.

"Kau sudah sadar ?"

Mikasa terkesiap, menoleh menatap sosok yang tengah duduk di sofa kamar bermandikan gelapnya malam. Posisi sofa yang memang berada di ujung ruangan membuat Levi nampak seakan dikelilingi oleh kegelapan. Lampu kamar ini dimatikan dan hanya ada cahaya rembulan yang menyinari, melesak masuk melewati celah jendela yang terbuka.

Levi duduk dengan secangkir teh di atas meja, dan sebuah majalah di tangan lelaki itu. Tatapan Levi begitu datar namun ada kilat tajam nan menakutkan di matanya.

Sweet Blood ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang