Chapter 2 ♗

1.9K 245 109
                                    

Kecurigaan (1)

⧫︎ ⧫︎ ⧫︎

Abimala terdiam sejenak mendengar panggilan pelayan yang bernama Alister itu terhadapnya.

Valias? Itukah namaku sekarang? Dia merasa nama itu terlalu asing baginya.

Sejenak tidak ada jawaban. Namun kemudian dia mendengar suara dehaman berat, seperti dari suara seorang pria di umur empat puluhan.

"Masuk."

Pelayan tua itu—Alister—membuka pintu dan mempersilahkan Abimala masuk dengan gestur tangannya.

Pemandangan yang menyambutnya adalah sebuah ruang makan yang seluas dua kali bangunan kost yang dia tinggali bersama empat orang lainnya. Sebuah meja makan mewah dengan enam buah kursi mengelilinginya. Empat di antaranya sudah terisi sedangkan dua kosong.

Abimala diam sejenak, mengamati empat orang yang mengisi keempat kursi. Seorang pria dewasa yang sudah memasuki usia untuk menjadi seorang ayah, seorang wanita yang terlihat seusia, lalu seorang anak laki-laki, dan seorang anak perempuan.

"K- Kakak..." Anak perempuan itu menoleh ke arahnya. Air wajahnya syok. Namun ada sepancar kesenangan di mungil wajahnya. Sedangkan tiga orang lainnya memandanginya tanpa mengatakan apa-apa. Berwajah datar namun dia bisa menangkap kegugupan dari mata mereka. Tidak ada yang mengeluarkan suara selain si anak perempuan sebelum sang pria berdeham kecil lagi.

"Duduklah, Valias."

Pria itu lebih tua dari pamannya di kampung. Mungkin seusia ayahnya sekarang jika beliau masih hidup. Valias mengangguk sedikit lalu mendudukkan dirinya di atas bangku berkusion merah.

Hadden Bardev, yang barusan memberitahu Valias untuk duduk menontoni anak berumur delapan belas tahun itu mendudukkan diri di kursi yang berada lima meter di seberangnya.

Hadden menoleh kepada istrinya.

Ruri Bardev balik melihatnya, sebelum kemudian mengangguk. Hadden kemudian menoleh ke sisi kirinya, melihat keadaan kedua anak lainnya.

Mereka terlihat gelisah. Dina, anak perempuan yang duduk paling dekat Valias terlihat hampir menangis. Sedangkan Danial memiliki raut tidak nyaman di wajahnya. Tangannya terlihat kaku. Mungkin sedang meremat serbet di atas pahanya.

Valias, anak tertuanya yang baru dia bawa ke rumah setahun lalu untuk pertama kalinya bersedia makan bersama keluarga dan kedua adiknya.

Hadden melihat rambut sebahu itu sebagai keunikan tersendiri untuk Valias. Helaian merah itu terlihat berkilau memantulkan cahaya lilin di dekatnya.

Hadden berdeham lagi sebelum berucap.

"Bawakan makanannya."

Valias mendengar suara meja beroda memasuki ruangan. Kemudian Alister kembali muncul di sisinya dengan senyum yang sama meletakkan sebuah piring dengan seporsi daging bumbu dan sayuran di atas meja di depannya.

"Silahkan menikmati, Tuan Muda."

Valias dalam waktu singkat sudah membiasakan dirinya dengan senyum Alister dan tidak bereaksi selain mengucapkan terima kasih pelan. Alister masih tersenyum namun dia menahan posisinya sebentar di sana. Sebelum kemudian membungkuk sembari menyipitkan mata—menghilang dari sudut mata Valias.

Empat pelayan muda dengan pakaian serupa dengan Alister masing-masing meletakkan sebuah piring dengan hidangan yang sama di hadapan keempat orang lainnya.

Valias mengangkat wajahnya dan matanya berbentrok dengan mata anak perempuan berambut cokelat di sisi kanannya. Anak perempuan itu berjengit dan langsung menundukkan kepalanya. Valias menyadari tangannya yang mengeluarkan keringat dingin dan merasa heran sekaligus sedikit bersalah.

[HIATUS] Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인Where stories live. Discover now