Chapter 109 ♗

153 26 5
                                    

a/n : makin kesini aku makin asal-asalan. Ngejar CFYM tamat soalnya. Tapi bukan maknanya CFYM bentar lagi tamat. CFYM itu berpatokan pada TCF, remember? Jadi author juga bakal jadiin CFYM panjang. Tapi aku yakin gak bakal sepanjang TCF yang nyampe 800 chapter lebih. Kemampuan khayalku tidak selebar itu

Warning : trashy chapter as always 🤙🏼

Belum di-proof read

_____________

Frey di bangku kerjanya melamun tentang seseorang mumpung orang yang dia pikirkan itu sedang tidak ada di ruangannya sebagaimana biasanya. Setidaknya dalam rentang waktu satu setengah bulanan ini.

Dia harus akui kemarin itu dia bertingkah liar sekali. Dia menjadi kasar, dia menyakiti Valias, dan dia sudah mendekati membentak.

Itu hanya karena ketakutannya sendiri. Yang membuatnya menjadi agresif sebagai bentuk perlindungan diri. Benar-benar sampah. Kemarin itu dia sudah selayaknya dirasuki sesuatu. Tapi ketukan di kening dari jari Valias yang dingin yang sangat tidak dia sangka datangnya, mata Valias yang memandangnya langsung di mata, wajahnya, dan suaranya yang tegas tapi lembut, seketika menyadarkannya. Dan ketika sudah diperadukan dengan ketegasan yang tetap tidak menyembunyikan ribuan rasa peduli itu Frey akhirnya luluh lantak.

Kemarin setelah Valias merasa Frey sudah cukup tenang dia memberitahunya agar mereka duduk di sofa saja. Di situ pembahasan yang tertunda itu pun menemui waktunya.

"Namamu sebenarnya adalah Abimala?"

Valias mengiakan. "Kau mau aku memanggilmu dengan nama itu?" tanya Frey.

"Tidak," Valias menggeleng. "Keberadaanku yang sebagai seseorang yang berasal dari dunia lain tidak boleh menjadi pengetahuan umum. Aku akan membiarkan orang-orang mengenalku sebagai Valias."

"Kau tidak mau aku memanggilmu dengan namamu setidaknya ketika kita hanya berdua saja? Kau ... tidak merasa identitasmu dihapus begitu saja?" Frey mencoba menempatkan dirinya di posisi orang yang bernama Abimala itu. Jika itu dirinya, dia ingin ada setidaknya seseorang yang tau nama aslinya dan memanggilnya dengan nama itu setiap kali ada kesempatan. Jika tidak bisa jadi dia akan kehilangan dirinya sendiri.

"Abimala hanyalah nama yang digunakan orang di sana untuk memanggil saya." Valias berkata. "Pada akhirnya saya tetaplah diri saya sendiri tidak masalah dengan nama apa saya dipanggil."

"Saya bukan siapa-siapa di sini, Yang Mulia," pesannya. "Saya hanya seorang yang lewat. Saya bukan seseorang dari sini jadi tentang siapa saya tidaklah perlu dianggap oleh siapapun. Yang Mulia juga tidak perlu mengingat nama saya itu."

"Sebagai gantinya saya minta agar Anda mengingat Norra," ujarnya. "Karena sampai saat ini yang mengetahui Norra masih ada di sini bersama kita hanyalah Anda."

Frey tidak mengatakan apapun. Sekalipun begitu, orang yang sudah mengulurkan tangannya menariknya dari tangan-tangan bayangan yang memberatkan dirinya adalah yang bernama Abimala. Dia ingin lebih menghargai orang itu dengan menggunakan namanya yang sebenarnya. Tapi orang itu tidak mau dia melakukannya.

Norra di sana memarahi Valias. "Kau ini bicara apa. Kenapa kau tiba-tiba menyeretku? Sudah biarkan saja dia menikmati waktunya bersamamu. Kenapa kau malah merusak suasananya?"

"Baiklah." Frey akhirnya berkata. "Aku mengerti keinginanmu."

"Tapi jika di suatu waktu kau ingin dipanggil dengan namamu," Frey memandang Valias, "aku akan melakukannya."

Valias hanya mengiakan. Dia ragu akan ada waktu dimana dia butuh seseorang memanggilnya dengan namanya. Nama tidaklah lebih dari sebuah bentuk suara yang digunakan untuk merujuk satu orang tertentu. Dia tidak begitu memikirkannya. "Yang Mulia. Ketika Nyonya Elf itu bicara tentang harga yang harus dibayar, apa yang Anda pikirkan?"

[HIATUS] Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인Where stories live. Discover now