Chapter 22 ♗

791 147 13
                                    

Keharusan (1)

⧫︎ ⧫︎ ⧫︎

"Tuan Kei."

Pria itu mengkaku mendengar panggilan itu. Sedangkan Frey, berdiri di sisi kanan belakang Valias tidak bisa tidak terkejut dengan pengetahuan orang di sampingnya.

"Kami memohon untuk waktu berbicara."

"Kenapa aku harus mendengarkanmu?"

"...Kami tidak akan melakukan apapun. Kami hanya akan berbicara," ragu-ragu Frey ikut bersuara.

"Aku dan teman-temanku sudah memutuskan untuk membunuhmu." Pria itu, Kei membawa matanya ke arah Frey sebelum kembali merendahkan matanya kepada Valias. "Siapa kau? Aku tidak menduga keberadaanmu."

"Kei Patra."

Sebutan Valias mengejutkan semua orang yang ada di sana. Dan membuat sang pemuda bernama Kei mengeratkan pegangannya. "Patra, nama ibumu. Ibumu tidak punya nama belakang. Jadi ibumu menggunakan namanya sendiri sebagai nama belakangmu. Kau, memiliki darah raja yang sudah terbunuh dengan panah beracun. Salah satu temanmu yang menembakkan panah itu."

"...Siapa kau?"

"Namaku Valias. Aku tau beberapa hal tentangmu dan masa lalumu," jawab Valias. "Sekarang, kau bersedia berbicara dengan kami?"

Kei belum bergerak maupun merubah ekspresinya sedikitpun. "Kau tidak bisa menyakiti orang ini karena kau akan membutuhkannya nanti," lanjut Valias.

"Kenapa kau berpikir begitu?"

Frey menyimak interaksi antara Valias dan orang yang mengarahkan pedang kepada meraka, cukup terkejut dengan pernyataan Valias. "Dengan kemampuanmu kau bisa tau kalau tidak ada orang lain di daerah ini selain kami dan teman-temanmu. Aku tidak tau bagaimana dengan Yang Mulia Frey. Tapi aku yakin kau tidak merasakan kekuatan apapun dariku. Kau bisa membunuhku hanya dengan sekali ayunan benda di tanganmu itu. Bukankah itu cukup?"

Kesunyian mengisi ruangan. Sampai akhirnya Valias melihat Kei menurunkan pedangnya dan memasukkan benda tajam itu ke sarungnya.

"Bicaralah."

"Kei! Kita sudah sepakat!"

"Diamlah otak batu! Bukankah kau sudah dengar ucapan orang berambut merah itu? Dia tahu sesuatu!" Seorang pria bertubuh besar berseru dan seorang anak laki-laki memarahinya. Kei mengabaikan kedua temannya itu dan melekatkan tatapannya pada Valias.

"Apakah kau mau duduk, atau berdiri terus seperti itu? Teman-temanmu juga bisa ikut masuk ke sini," tawar Valias.

Frey tidak bisa berkata-kata melihat bagaimana Valias bicara begitu tenang hingga mempersilahkan orang-orang itu masuk seolah ruangan itu adalah ruangan miliknya sendiri. Kei tidak menjawab.

"Yasudah kalau begitu. Ada hal yang perlu kita luruskan," ujar Valias.

"Frey Nardeen mengerjakan pekerjaan Yang Mulia Raja, tapi tidak tau dan tidak memiliki keterlibatan apapun dengan tindakan-tindakan Yang Mulia Raja Chalis sama sekali," paparnya.

"Jangan sebutkan nama orang terkutuk itu." Kei menekan dengan suara rendah.

Frey merasakan dadanya mendingin oleh kengerian tapi Valias hanya mengangguk setuju sebelum melanjutkan kalimatnya. "Begitu juga dengan anggota kerajaan lainnya. Kau bisa memegang ucapanku. Tindakan Yang Mulia Frey selanjutnya akan membuktikan ucapanku," ungkapnya.

"Kau belum memberitahu bagaimana kau tahu namaku."

Sosok Kei menyipitkan matanya. Valias membiarkan keheningan sejenak mengisi fenomena tatapan menusuk Kei padanya. "Aku tidak bisa memberitahumu."

[HIATUS] Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인Where stories live. Discover now