LMP - 18

6 2 0
                                    

Pada minggu siang ini, aku tengah memasak ceker dan sayap setan bersama Leah. Seperti namanya, kami membuat makanan itu dengan banyak cabai hingga orang yang memakannya akan kesetanan karena kepedasan.

Keahlianku memasak aku dapatkan selain karena sering membantu bunda di rumah, aku juga sering memasak dengan Leah jika tidak memiliki kegiatan apa pun.

"Cobain, Nai." Leah menyodorkan sendok berisi kuah berwarna merah. Setelah meniupnya sebentar, aku langsung melahapnya. "Gimana?"

Aku menatap wajan dengan ngeri. "Gila pedas banget."

Leah pun ikut mencobanya dan menghayati cita rasa pedas yang masuk ke mulutnya. Kepalanya mengangguk-angguk puas. "Mantap ini mah."

"Semoga aja kalau makan pakai nasi nggak begitu nonjok itu pedasnya."

"Gue jamin bakal tetap nonjok."

"Sialan lo."

Setelah keributan yang kami buat di dapur, akhirnya masakan kami pun sudah siap disantap. Setiap masak kami selalu membuat banyak, agar keluarga Leah dan orang tuaku juga ikut merasakan hasil kreasi kami.

Selesai menaruh bagian milik orang tuaku di kotak bekal, aku dan Leah pun menyiapkan meja makan untuk makan siang kami berdua, sementara kedua orang tua dan adik Leah tidak berada di rumah.

Selagi makan, aku menceritakan detail ketika Queen datang ke sekolah. Leah mendengarkan sambil beberapa kali menyumpah serapah.

"Nggak tahu diri banget itu orang." Leah mengunyah dengan berapi-api. Makan makanan pedas sambil membicarakan orang seperti Queen memang membuat mulut dan hati panas secara bersamaan.

"Udah habisin dulu itu makanan, baru marah-marah lagi," ucapku menegur. Aku takut dia tersedak makanan setan ini, 'kan pasti sakit nanti.

Tapi namanya juga Leah, mana mau dia mendengarkan. "Udah sih, Nai. Kasih tahu aja orang tua lo. Biar tahu rasa itu si Ratu jadi-jadian, dia 'kan udah berkali-kali ngata-ngatin lo."

"Nggak usah lah, lo tahu sendiri gimana bunda."

"Ya 'kan bagus, biar makin heboh sekalian. Salah dia sendiri nyari gara-gara."

Aku menggeleng. "Kalau dia beneran bawa ke jalur hukum, baru deh gue kasih tahu bunda sama ayah. Itu pun kayaknya nggak mungkin, dia pasti takut diputusin sama Stefan."

"Oh iya, lo pernah lihat fotonya Stefan nggak sih? Kok gue kepo sama dia."

"Sama. Tapi gue nggak berani tanya ke Ansell, kalau gue bahas Stefan dikit aja dia udah cemburu."

Leah tertawa keras. "Wah serius lo? Orang kayak Ansell bisa cemburu? Nggak bisa bayangin gue Hahaha."

"Cemburuan parah dia, kadang nggak masuk akal malah. Tapi jatuhnya malah gemesin, asli."

Ponselku bergetar singkat—tanda pesan masuk—bertepatan dengan aku yang baru menyelesaikan ucapanku.

Ketika melihat jika si pengirim pesan adalah Ansell, aku langsung tertawa sambil menatap Leah. "Panjang umur dia."

"Siapa? Ansell?"

Aku mengangguk lalu membalas pesan itu.

Ansell : Jadi ke rumah Leah?

Naila : Jadi dong, ini lagi makan sama Leah. Masak sendiri loh kita.

Ansell : Masak apa?

Naila : *Send a picture*

Ceker sama sayap setan.

Ansell : Makanan setan kamu makan.

Love Me, Please! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang