Bab 4 Do Over

1.4K 272 24
                                    

Gendhis duduk termenung dengan pandangan kosong menghadap ke taman yang terlihat dari jendela kamar utama. Di hari biasa, dia senang menghabiskan waktu memandangi berbagai tanaman yang Puguh tanam disana. Tetapi dihari yang tidak biasa ini, taman terlihat tidak menarik sama sekali.

Ada yang mengganggu pikirannya semenjak dia berpisah dengan Puguh setelah makan di salah satu resto yang terletak di lantai lima Tunjungan Plaza. Senyum suaminya terlihat santai, bahkan Gendhis bisa melihat kekaguman dimatanya. Sayangnya itu semua bukan ditujukan untuknya. Saat pikirannya kembali mengulang kejadian tadi siang, Gendhis mendengar pintu terbuka dan tertutup pelan dibelakangnya. Tanpa perlu melihat dia tahu siapa yang masuk.

"Siapa dia, Mas?" Tanpa ada sapaan atau pun senyuman, Gendhis bertanya sambil menahan sakit yang mulai muncul di hati saat dia bersiap mendengar jawaban Puguh. Sekuat tenaga dia menahan air mata yang mengancam untuk luruh. Gendhis betekad tidak akan memberikan kepuasan pada Puguh dengan meneteskan air mata di depan lelaki itu.

"Siapa perempuan yang membuatmu tersenyum begitu? Siapa dia? Siapa dia yang membuatmu ...."

Gendhis tak kuasa meneruskan pertanyaannya. Setelah beberapa saat tetap tak terdengar satu patah kata pun keluar dari mulut Puguh. Kesabaran Gendhis yang sudah menipis itu langsung menghilang. Gendhis membalik badan dan melihat Puguh tepat di belakangnya dengan jarak yang terlalu dekat.

"Cemburu?" Tanya Puguh dengan wajah yang terlihat bahagia saat mengatakan itu. Membuat Gendhis salah tingkah seperti saat pertama kali Puguh menyapanya.

"Hah! Jangan bercanda, Mas. Siapa dia?"

Saat ini dia berdiri menghadap Puguh dengan dagu terangkat tinggi. Sekuat tenaga dia menahan tangan tetap berada disamping badannya, disaat keinginannya adalah menghilangkan senyum bahagia di wajah Puguh. Senyum yang membuat pikiran Gendhis melayang kemana-mana. Senyum yang membuat dia semakin curiga.

"Jawab dulu pertanyaan Mas."

Gendhis melihat suaminya dengan wajah memerah. "Kalau tidak mau jawab, ya sudah!"

Dia berjalan menuju ke pintu, meninggalkan suaminya setelah mendorong kotak jam tangan tepat ke dada Puguh. Gendhis melihat lelaki yang masih bisa tersenyum itu terkesiap saat melihat kotak yang disodorkannya. "Mungkin memang Mas lebih baik bersama dia yang bisa membuatmu tersenyum dengan santai, tidak kaku seperti istrimu ini."

"Namanya Fini!. Dia konsultan pernikahan yang membantu Mas." Jawaban Puguh membuatnya batal membuka pintu. "Senyum yang Diajeng lihat tadi adalah saat dia menceritakan tentang anak-anaknya dan juga tentang suaminya yang harus tinggal di Jakarta karena tuntutan pekerjaan. Senyum santai yang terlihat di bibir Mas siang tadi karena dia berhasil memancing Mas untuk bercerita tentang sayang dan cinta Mas kepadamu. Dia berusaha mengenalmu dari cerita Mas. karena dia ingin membuat Mas melihat sesuatu dari sudut pandang seorang wanita, sudut pandangmu. Dari perspektif wanita yang Ibu bilang sigaraning nyawa. Membayangkan Diajeng, mampu membuat Mas bisa bercerita dengan santai kepadanya. Jadi ... tidak. Mas tidak berselingkuh."

Gendhis masih mencengkram kuat handle pintu tanpa ada tenaga untuk menariknya karena Puguh menjawab pertanyaan yang bercokol di kepalanya setelah kejadian tadi siang.

Satu persatu air mata luruh membasahi pipinya, tetapi Gendhis masih bertahan tidak membalik badan dan melihat suaminya yang semenjak tadi melihat tepat ke arahnya. Dia selalu bisa merasakannya saat Puguh melakukan itu, merasakan cinta yang dirasakan lelaki itu untuknya. Seperti saat ini.

Dengan suara serak, Gendhis bertanya, "kenapa Mas tetap melakukan sesuatu yang jelas-jelas tidak aku inginkan?"

"Karena Mas ingin mencintaimu dengan benar, Diajeng!"

Make You Feel my LoveWhere stories live. Discover now