Puguh memandang ponsel diatas meja yang masih terlihat pesan Gendhis kirim untuknya. Meski saat ini wanita yang selalu disebut di akhir sujudnya itu hanya berjarak beberapa langkah darinya.
Diajeng
Mas, undangan syukuran Bapak jam 7. Jangan lupa!Ya
Perang dingin antara dia dan Gendhis yang sudah berlangsung lebih dari sepuluh hari membuat mereka semakin jauh layaknya dua orang asing. Komunikasi lebih sering lewat pesan meski mereka berada dibawah atap yang sama, hal ini membuat benang kusut di antara mereka menjadi semakin tak terkendali.
Mereka berdua bukan saling menghindar, tetapi kesibukan mereka berdua mempermudah perang dingin itu berlangsung semakin tak terkendali. Gendhis tetap sibuk dengan pekerjaan meski Anjas membantunya. Begitu juga dengan Puguh yang memulai kerjasama dengan villa and resort yang berada tepat di samping perkebunan mereka.
Beberapa kali baik Puguh ataupun Gendhis harus pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan, membuat mereka terbiasa berjauhan.
Malam ini, mereka berdua harus berlaku layaknya pasangan yang penuh cinta. Bergandengan tangan, saling lempar senyum dan candaan yang membuat siapa saja iri melihatnya.
Langkah Puguh terhenti saat matanya melihat baju batik merah marun di ranjangnya. Protesnya kembali ia telan saat Gendhis meliriknya sepintas.
"Pakai itu, Mas! Biar matching," kata Gendhis sambil meletakkan sisir yang baru saja ia gunakan.
"Aku tau Mas tidak suka, tapi cuma itu yang matching dengan bajuku."
Meski keluar dari bibir yang tersenyum, Puguh jelas menangkap nada perintah di sana yang tak akan sanggup ia lawan.
Mendampingi Gendhis hampir di setiap acara sudah menjadi salah satu tugas Puguh sebagai suami. Meskipun terkadang merasa tidak nyaman karena harus memasang senyum sempurna sepanjang acara dan mengiyakan untuk semua basa basi mereka, ia tetap harus melakukannya. Karena apapun yang dia lakukan, bisa berpengaruh pada bisnis sang istri.
Seperti malam ini, meski dia benci batik itu, meskipun dia lebih suka mendengarkan ocehan Mara tentang artis korea, dia tetap harus memakainya. Memasang senyum dan mendampingi Gendhis sepanjang acara ramah tamah yang penuh dengan basa basi ini.
"Mas!"
Gendhis mengulurkan batik sialan itu, "nih!"
Puguh memandang batik dan Gendhis bergantian, "Mas pakai jas saja, Jeng."
"Bapak tidak mau ada yang memakai jas!" Kata Gendhis tegas membuat Puguh hanya bisa menghembuskan nafas yang mengganjal di dada kemudian meraih batik di tangan istrinya.
Puguh merasa hanya ada satu hal yang menyenangkan saat harus menemani Gendhis beramah tamah dengan banyak orang. Meski dia harus memakai batik yang membuatnya tidak nyaman, tetapi ia bisa menikmati senyum Gendhis yang semakin jarang terlihat akhir-akhir ini.
Senyum selalu menarik perhatian Puguh, semenjak hari pertama mereka bertemu. Senyum cerah yang terlihat bebas, lepas dan ikhlas membuatnya tak bisa mengalihkan perhatian pada saat itu. Seperti saat ini.
Puguh melihat istrinya tersenyum lepas mendengar entah apa yang diucapkan petinggi angkatan bersenjata yang merayakan bertambahnya umur hari ini. Bahkan keramaian suasana di sekitarnya pun, tak bisa membuat Puguh mengalihkan perhatian setiap kali gigi gingsul istrinya terlihat saat dia tersenyum. Tanpa sadar, dia tersenyum melihatnya.
"Jangan diliatin terus, istri orang itu!" Suara Anjas, anak lelakinya, membuat Puguh tersenyum masam.
"Jangan diliatin! Itu Istri Bapak!" Jawab Puguh tanpa mengalihkan pandangan dari Gendhis yang terlihat cantik malam ini. Anjas pun tergelak mendengar jawaban bapaknya.
Lelaki muda itu melingkarkan tangan ke pundak bapaknya, melihat ke arah Ibunya dan berkata, "Bapak cinta banget sama Ibu, ya?"
Puguh melihat remaja yang tingginya sudah melebihi dia itu, "anak kecil, belum waktunya ngomongin cinta!"
Meski dia menyadari Anjas yang sudah berusia dua puluh tahun itu bukan anak-anak lagi."Eits, ada yang tidak terima kalau sudah tua, nih," goda Anjas dengan senyum yang mirip Ibunya.
Dia menepuk pipi Anjas, "age is just a number. Kalau tidak percaya, tanya Ibu. Dia pasti bilang kalau Bapak kamu ini masih muda," jawab Puguh dengan mata yang kembali memandang Gendhis.
"Ibu cantik, ya, Pak?" Pertanyaan Anjas hanya dia jawab dengan deheman.
Puguh masih ingat pembicaraan Gendhis dan pemuda yang berdiri disampingnya saat itu. Termasuk pertanyaan tentang bercerai. Dia mengakui selama ini tidak selalu memberi contoh yang baik kepada kedua anak mereka. Namun Puguh tidak menyadari bahwa semua yang ia dan Gendhis tutup-tutupi ternyata berimbas kepada mereka yang seharusnya mereka jaga hatinya.“Kedip, Pak!” ejekan Anjas menyadarkan Puguh dari lamunannya. Matanya tak bisa lepas dari wanita yang selama beberapa hari ini membuatnya susah untuk memejamkan mata. Wanita tercantik dengan senyum yang terkembang juga mata yang berbinar saat mendengar lawan bicaranya dan sikap yang selalu sopan. Membuat perhatian siapa saja seolah tertarik ke arahnya.
"Dekatin, Pak. Daripada Bapak manyun disini sendiri, aku mau deketin anaknya Pak Jendral tuh." Puguh melihat arah yang Anjas tunjuk. Terlihat gadis cantik berambut panjang yang tertunduk malu saat dia sadar Puguh dan Anjas memperhatikannya.
"Udah, sana. Bapak disini saja, biar Ibu gampang kalau cari nanti."
Puguh tak bisa mengalihkan pandangan, Gendhis selalu berhasil menjadi pusat perhatiannya saat di tengah acara seperti malam ini. Dia berpikir, bagaimana bisa wanita yang beberapa hari ini berkomunikasi dengannya lewat pesan berubah menjadi ramah, komunikatif dan tak bisa melepas tangan dari genggaman tangannya. Dia selalu berhasil membuat semua melihat mereka berdua sebagai pasangan sempurna. Relationship goal, menurut bahasa anak muda sekarang.
"Mas," panggil wanita yang mengisi pikirannya semenjak tadi.
"Iya."
"Bapak mau ngobrol tuh. Aku mau ke toilet dulu."
Puguh terjebak dalam pikirannya, hingga saat Gendhis meletakkan tangan diatas dadanya lah baru dia menyadari kedekatan dia dan istrinya yang semenjak tadi dia kagumi dari kejauhan.
"Mas, kenapa?" Suara lembut Gendhis memasuki ruang dengarnya, membuat rasa rindunya semakin membuncah.
"Udah sana, Mas temani Bapak ngobrol dulu. Pasti tidak jauh-jauh dari rencana berkebunnya saat pensiun." Puguh meremas lembut tangan Gendhis yang masih berada diatas dadanya.
Saat Gendhis berjalan menjauh, hidung Puguh masih bisa menangkap aroma parfum yang membuatnya semakin rindu.
Haaaii ... selamat malam minggu semuanya
Happy reading
Love, ya!
😘😘😘
Shofie

STAI LEGGENDO
Make You Feel my Love
Storie d'amore"You have to love yourself before you love someone else"