Bab 12

814 198 9
                                    

Maaf

"Kenapa Mas tidak cerita padaku tentang villa?!"

Puguh sudah menduga, hal pertama yang Gendhis tanyakan begitu pintu kamar ditutup pasti masalah villa. Sepanjang perjalanan pulang, kami bertiga memang lebih banyak diam. Anjas sesekali menanyakan sesuatu tentang anak gadis Pak Jenderal, dari kursi belakang Gendhis menjawabnya dengan nada geli. Karena Anjas paling jarang menanyakan tentang seorang gadis.

Puguh berhenti saat hendak membuka pintu sambung menuju ruang kerja yang sudah menjadi ruang tidurnya beberapa hari ini.

"Mas belum ada kesempatan untuk menceritakan padamu."

Dia mendengar suara langkah Gendhis dibelakangnya, tetapi Puguh melanjutkan langkahnya. Melepas jam tangan pemberian istrinya beberapa saat yang lalu, dompet dan kacamata, lalu berbalik menghadap Gendhis yang bersandar di kusen pintu sambil bersedekap tanda tak sabar menanti jawaban Puguh.

"Diajeng sibuk, Mas juga sibuk. Harus kita akui, komunikasi diantara kita berdua beberapa hari ini jauh lebih parah ketimbang pertama kali kita berkenalan."

"Maksud Mas, apa!"

"Diajeng ... kita tinggal satu atap tetapi kita tidur dikamar yang berbeda. Bahkan beberapa kali Diajeng mengirimkan pesan padahal kau bisa datang pada Mas, mengatakan langsung."

Puguh melihat Gendhis menunduk saat mendengar protesnya, terlihat ketidaknyamanan di wajah istrinya.

"Mas bisa datang dan tidur di ranjang, tapi Mas memilih untuk tidur disini. Aku ...."

"Diajeng kenapa?"

Gugup. Itu yang Puguh lihat pada istrinya saat dia melangkah pelan mendekatinya. Rambut sebahunya terlihat menutup sebagian wajahnya saat Gendhis menunduk menghindari tatapan Puguh.

"Diajeng kenapa?"

"Aku ...."

Puguh menangkup kedua pipi Gendhis, membuat wanita itu mendongak dan melihatnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Mas kangen."

Hanya dua kata yang diperlukan untuk membuat Gendhis menangis malam ini dan Puguh tidak menyadari itu. Dia menghapus pelan jejak air mata di pipi Gendhis, "Mas kangen."

Dia tersesat dalam sorot mata Gendhis, ada sedih, gugup, rindu, cinta dan juga takut disana. Puguh menyadari itu semua, tetapi dia hanya diam memandang wajah wanita yang tidak akan berhenti dicintainya itu. Satu-satunya wanita yang membuatnya jatuh cinta, marah dan juga rindu. Satu-satunya wanita yang ingin dilihatnya sebelum menutup mata di penghujung hari, meski harus tidur di ranjang yang berbeda.

Semua harus berubah malam ini, Puguh membawa Gendhis mendekat dan mencium lama keningnya. "I love you Diajeng. Sampai kapanpun rasa ini hanya untukmu."

Puguh mendekap tubuh istrinya yang bergetar karena menangis, mengusap pelan punggungnya. Membisikan semua kata cinta dan mengulang kata maaf tepat ditelinga Gendhis yang semakin bergetar karena tangisnya.

"Maafkan aku, Mas. Maafkan aku."

"Mas juga minta maaf. Mas minta maaf membuatmu menangis hampir setiap malam. Maafkan Mas yang memaksamu untuk melakukan sesuatu yang tidak nyaman kau lakukan. Maafkan Mas."

Malam itu hanya kata maaf yang terucap dari bibir mereka berdua. Untuk malam ini yang mereka inginkan hanya merasakan keberadaan masing-masing. Menyisihkan kekusutan masalah diantara mereka, meletakkan semua kekeraskepalaan dan keegoisan yang selama beberapa hari mereka junjung tinggi. Malam ini yang mereka inginkan hanya satu.

Puguh memandangi wajah cantik istrinya yang bersih dari makeup tebalnya malam ini. Jam di dinding sudah menunjukkan angka satu, tetapi kantuk belum juga datang padanya. Dia melihat hidung mungil Gendhis, tulang pipinya yang membuat wajah istrinya terlihat kuat, bibirnya yang sampai saat ini menjadi satu-satunya bibir yang dia cium.

"Jangan, Mas .... jangan ... aku mohon, jangan ...."

Rintihan pelan yang keluar dari bibir Gendhis membuat Puguh membeku. Permohonan yang diikuti dengan air mata itu membuat pikirannya melayang. Apa yang membuat istrinya merintih memohon seperti itu? Apa yang disembunyikan darinya selama ini.

"Jangan pergi, Mas. Jangan tinggalkan aku, Mas." Tak berselang lama, kali ini Puguh mendengar rintihan yang berbeda keluar dari bibir istrinya. Bukan hanya rintihan, tiba-tiba Gendhis mencengkraman lengan Puguh. "Mas Puguh jangan kemana-mana, jangan tinggalkan aku."

Puguh mengusap pelan kerut di kening istrinya seperti yang dia lakukan selama ini. Kebiasaan yang tidak bisa dihilangkan meski mereka sempat terpisah ruang beberapa hari belakangan. Setelah beberapa menit kening yang berkerut dan juga rintihan itu menghilang. Nafas lega keluar dari bibir Puguh seiring dengan teraturnya nafas Gendhis.

Akhirnya Puguh bisa menutup mata, meski berbagai pertanyaan berkecamuk di hatinya. Apa yang Gendhis sembunyikan darinya, apa yang ditakutkannya. Dengan berat hati, Puguh merengkuh mimpi. Membiarkan kantuk menguasai matanya. Mengizinkan badannya untuk sementara beristirahat untuk menghadapi apapun yang terjadi nanti.

Belum sepenuhnya dia tertidur, Puguh merasakan usapan lembut di pipinya. "Jangan kemana-mana, please stay with me. Selalu menjadi tukang kebun kesayangn Gendhis. Jangan biarkan kekeraskepalaan aku mendorongmu pergi. Kumohon Mas, jangan tinggalkan aku, tidak akan sanggup aku berdiri nantinya."

Isakan lembut tangis Gendhis terdengar di sela-sela monolognya, ingin Puguh membuka mata memandang Istrinya. Namun dia tahan, memerintahkan tangan untuk berhenti dan tidak merengkuh Gendhis dalam pelukannya. Membiarkan tangis pelan Gendhis mengisi kesunyian kamar mereka.

"Nanti, pada saatnya, dia akan menanyakan apa yang sudah terjadi ladanya," pikir Puguh. Dia bertekad untuk mencari tahu apa yang sudah Gendhis alami. Apapun itu, Puguh yakin itu sesuatu yang tidak baik dan dia langsung menyesal memaksa Gendhis untuk menceritakan padanya.

Beberapa skenario buruk terlintas di kepalanya, tetapi Puguh masih harus menahan diri. Dia bertekad untuk mencari tahu dengan tidak membuat Gendhis menjauh darinya lagi.

Cukup sudah perang dingin yang mereka alami, tidak lagi. Karena dia ingin menua bersamanya, hanya dia. Gendhis hayuning Hapsari hanya untuk dia. Tekad yang baru itu membuat Puguh terlelap tanpa menyadari bahwa setelah dia tertidur, ada sepasang mata yang tak lepas memandangnya.


Selamat pagi, siang, sore dan malam🤣🤣🤣
Maaf ... kelamaan update-nya.
Semoga yang lagi galau, lagi bertengkar atau lagi sedih. Bisa tersenyum kembali hari ini ...

Beberapa hari ini lagi terserang kebuntuan, jadilah bab pendek dan lama pula update-nya.

Anywaaay, happy reading ya
Love, ya!
😘😘😘
Shofie

Make You Feel my LoveDove le storie prendono vita. Scoprilo ora