2. Putra Sulung Gunawan

861 216 40
                                    

"Laptop gue gak dibawa kabur sama dia, 'kan?" Monolog gue yang sedang merebahkan diri di atas kasur. Terhitung sudah dua hari laptop gue berada di tangan laki-laki yang super menyebalkan itu dan sampai detik ini masih belum ada kabar juga darinya, padahal katanya laptop gue akan dikembalikan dalam waktu tiga hari!

Menatap meja belajar gue yang hampa tanpa laptop, gue mulai merasa parno. Bagaimana kalau ternyata laki-laki itu adalah penipu ulung? Terus sebenarnya laptop gue bukan dibawa ke tempat service sama dia, melainkan ke penjual barang elektronik?

Mampus! Data penting gue ada banyak banget di laptop!

Merutuki kebodohan, gue sungguh menyesal karena telah membiarkan laptop gue dibawa pergi oleh orang asing. Gue menggigit bibir, berbagai kemungkinan buruk kian menambah ketakutan. Cepat-cepat gue mengambil ponsel, kemudian mengecek riwayat panggilan beberapa hari yang lalu.

Nomor telepon dia masih ada di riwayat panggilan, haruskah gue meneleponnya sekarang untuk memastikan nasib laptop gue? Bimbang, gue bingung harus meneleponnya atau tidak. Gue melirik KTP-nya yang gue simpan di atas meja belajar, lalu membaca ulang identitasnya dan memerhatikan wajahnya yang terpampang jelas di kartu tersebut.

"Sialan banget sih, kenapa background foto KTP-nya warna biru? Gue kan jadi susah mau baca warnanya!" gerutu gue yang kesulitan untuk membaca warna dari pemilik nama Raya Gunawan itu.

Sebelum gue meneleponnya, gue mau mencoba untuk membaca warna dan aura laki-laki tersebut melalui fotonya, tetapi karena background fotonya kurang mendukung, gue jadi kesulitan membacanya. Untuk membaca warna seseorang, gue butuh background yang warnanya netral, terutama putih.

Menyerah, gue mengembuskan napas kasar sebab tak mampu untuk membaca warnanya. Akhirnya gue memutuskan untuk meneleponnya. Pada percobaan pertama, panggilan gue tidak dijawab sama sekali olehnya. Panggilan kedua pun sama seperti panggilan pertama. Pikiran gue mulai berprasangka buruk kepadanya karena dari dua panggilan tersebut tidak ada satu pun yang dijawab olehnya.

"Awas aja nih orang kalau laptop gue beneran dibawa kabur! Gue masukin KTP-nya buat jadi jaminan pinjaman online! Biar sekalian—"

Sumpah serapah gue terpotong karena ada panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Gue mengernyit, siapa yang menelepon gue? Seingat gue, tak pernah sekali pun gue memberikan nomor telepon kepada orang yang tidak gue kenal. Ragu-ragu gue menerima panggilannya.

"Halo? Ada apa?"

Terdiam, gue terheran-heran ketika mendengar pertanyaan dari seberang sana. Kenapa malah dia yang bertanya 'Ada apa?' ke gue? Kan dia duluan yang menelepon gue?

"Ini siapa, ya?" sahut gue penuh kebingungan.

"Kamu tadi telepon saya dua kali saat saya sedang meeting, ada perlu apa?"

Oalah, ternyata ini nomor laki-laki itu! Gue menepuk jidat, lupa kalau gue belum menyimpan nomornya di kontak gue.

"Laptopnya gimana? Katanya kurang dari tiga hari udah bisa dikembalikan? Ini udah hari kedua."

"Kemungkinan service-nya baru selesai nanti malam. Besok pagi sepertinya sudah bisa diambil. Mau saya antar ke tempat kamu atau kita janjian ketemuan?"

Hmm, kalau dia yang antar ke sini, gue takut ayah melihatnya dan menginterogasinya. Gue sangat menghindari siapa pun untuk datang ke rumah gue sebab gue tidak mau mereka bertemu dengan ayah gue. Oleh karena itu, gue putuskan untuk mengambil laptop itu sendiri saja daripada diantar olehnya.

"Ketemuan aja. Mau di mana?"

"Kamu yang tentukan tempatnya, nanti kabari saya lewat SMS. Kalau bisa di tempat makan aja, free time saya cuma saat lunch."

Hey Jakarta [CITY]Where stories live. Discover now