5. Lobak, Lily, and Lada

751 193 72
                                    

Kemarin Mas Raya mengabari gue kalau hari ini gue bakalan diajak ke apartemen miliknya yang berlokasi di Kebayoran Baru. Gue dengar-dengar apartemennya termasuk ke dalam apartemen mewah di Jakarta dengan harga yang amat fantastis!

Gak heran sih, he's Raya Gunawan!

Sekarang gue lagi menunggu jemputan Mas Raya sebab katanya ia tidak bisa menjemput gue, jadilah sopir pribadinya yang akan menjemput. Kebetulan hari ini ayah sedang tidak ada di rumah karena bekerja, gue jadi enggak perlu menyiapkan jawaban jika beliau bertanya.

Sebuah mobil berwarna oranye berhenti tepat di depan rumah gue, orang berpakaian jas hitam muncul dari dalamnya. Ia terlihat seperti seumuran dengan ayah gue. "Nona Ames, ya?"

"Iya, saya Ames," jawab gue sembari mengangguk.

"Saya Riyan, personal driver-nya Tuan Raya." Ia memperkenalkan diri, kemudian membukakan pintu mobil untuk gue. "Silakan, Nona."

Tanpa basa-basi gue langsung masuk ke mobil. Pak Riyan mengendarai mobil dengan kecepatan yang terbilang cepat, gue pun berceletuk, "Pelan-pelan aja nyetirnya, Pak. Kayak dikejar-kejar hantu aja."

"Dikejar waktu, Nona. Tuan Raya berpesan supaya pukul dua kurang lima belas menit sudah harus tiba di apartemen." Tanpa menoleh ke arah gue, Pak Riyan menjawabnya.

Gue melirik jam tangan untuk melihat pukul berapa sekarang dan betapa terkejutnya gue ketika sadar bahwa saat ini sudah pukul setengah dua siang. "Loh, lima belas menit lagi dong, Pak?"

"Ya, Non, makanya saya ngebut bawa mobilnya," kekeh Pak Riyan, "Tuan Raya paling anti dengan orang yang terlambat dan gak disiplin waktu."

Pantas saja waktu kami bertemu di KFC Kemang dahulu, Mas Raya menghitung berapa menit gue terlambat datang. Sepertinya Mas Raya adalah tipe orang yang perfeksionis sekali!

Tidak lama kemudian, kami tiba di apartemen. Gue turun dari mobil dan mengucapkan terima kasih kepada Pak Riyan. Seorang laki-laki dengan pakaian formal berdiri di lobi apartemen, ia menyapa gue dan memperkenalkan diri. "Ames, ya? Saya Zaikal, PA Tuan Raya."

"PA? Apa tuh, Pak?" tanya gue yang kebingungan.

"Personal Assistant, Nona," katanya seraya tersenyum ramah, "omong-omong, panggil saya Zaikal aja. Saya masih muda kok, seumuran Tuan Raya."

"Oh ya? Seumuran Mas Raya?" tanggap gue sedikit terkejut.

"Enggak juga sih, saya enam tahun di atasnya Tuan Raya." Ia terkekeh, sedangkan gue memasang wajah datar. Kami berjalan dan menaiki lift menuju unit milik Mas Raya. Mata gue tak bisa berhenti untuk tidak mengamati kemewahan apartemen ini.

Kami menaiki lift hingga lantai terakhir. Di ujung lantai terdapat sebuah unit yang cukup terpencil. Gue bisa menebak kalau unit ini adalah salah satu unit termahal di sini, hal itu gue tebak dari lingkungannya yang cukup nyaman dan bersifat privasi.

Zaikal menekan bel pintu unit apartemen, menunggu sang pemilik unit untuk membukakan pintunya. Semenit kemudian, Mas Raya muncul dari balik pintu. Ia memakai kacamata dan kemeja warna biru tua yang digulung lengannya.

"Cepat juga sampainya." Itulah kalimat pertama yang diucapkan Mas Raya untuk menyambut gue.

"Dengar-dengar sih ada yang minta saya udah harus tiba di apartemen sebelum jam dua kurang lima belas menit," sindir gue secara halus. Mas Raya menyeringai dan menatap gue dengan tatapan yang tak bisa gue jelaskan.

Personal Assistant Mas Raya yang masih berdiri di sebelah gue pun izin untuk undur diri. "Tuan, saya izin kembali ke unit saya, ya."

"Ya, terima kasih banyak ya, Zaikal." Mas Raya mengangguk-angguk, Zaikal pun pergi meninggalkan kami. "Yuk, Ames, silakan masuk."

Hey Jakarta [CITY]Where stories live. Discover now