11. Kecemasan

883 158 29
                                    

"Ames, nanti lo mau ikut ke kantin gak?" Salah satu teman sekelas gue—Maura bertanya sembari mengoleskan liptint di bibirnya.

Gue baru saja menyelesaikan jam mata kuliah Konvergensi Media yang cukup menyedot banyak energi hari ini. Mendengar tawaran Maura, tanpa basa-basi gue langsung mengiakan. Syukurlah, hari ini ada yang menemani gue makan siang di kantin.

Sambil menunggu Maura yang masih sibuk berdandan, gue mengirim pesan ke Mas Raya untuk mengabarinya.

Amelia S:
Halo Mas Raya, nanti aku ke apartemen jam tiga sore, ya.

Mas Raya Galak:
Selamat siang, Ames. Ok, terima kasih informasinya. Dikarenakan hari ini adalah jadwal kamu untuk datang ke apartemen untuk mengurus anak-anak saya, saya ingin mengajak kamu makan siang bersama hari ini di apartemen. Kalau kamu bersedia, tolong beri tahu saya.

Mengernyit, tumben banget Mas Raya membalas chat gue secepat kilat, padahal ini belum jam istirahat di kantornya.

Amelia S:
Jam berapa makan siangnya?

Mas Raya Galak:
Hmm, setelah kamu selesai kelas? Kebetulan hari ini saya lagi gak ke kantor.

Amelia S:
Oh, oke. Aku ke sana sekarang.

Chat terakhir gue hanya dibaca saja oleh Mas Raya. Pantas saja ia bisa membalas chat gue dengan cepat, ternyata ia sedang tidak berada di kantor.

"Maura, gue gak jadi ke kantin deh. Mau makan di luar aja," kata gue ke Maura.

"Yah, terus gue ke kantin sama siapa dong?" Maura mengerucutkan bibirnya.

"Bareng Hakim aja, dia tadi udah ke kantin duluan," balas gue. Hakim adalah salah satu teman sekelas kamu yang kebetulan disukai oleh Maura. Mendengar jawaban gue, Maura langsung sumringah. Ia mengangguk, kemudian buru-buru merapikan barang-barangnya dan bergegas menuju kantin.

Sama halnya seperti Maura, gue juga langsung memesan ojek online menuju apartemen Mas Raya. Akan tetapi, sedetik sebelum gue menekan tombol order, gue mendapat panggilan telepon dari nomor ayah.

"Halo? Kenapa, Yah?"

"Ames? Bisa pulang sekarang? Lambung ayah kumat."

"Hah? Iya, Ames pulang sekarang juga."

Gue langsung mematikan telepon tersebut dan mengubah lokasi tujuan di aplikasi ojek online, yang semula bertujuan ke apartemen Mas Raya, kini bertujuan ke rumah. Selama di perjalanan, gue tak bisa berhenti memikirkan keadaan ayah, takut jika terjadi apa-apa saat gue sedang tidak berada di rumah.

Waktu terasa berjalan melambat, tiap detik yang berlalu bagaikan tiap menit yang berlalu. "Pak, tolong agak cepetan ya bawa motornya, saya buru-buru banget ini."

Entah sudah berapa kali gue menyuruh sang driver untuk mengemudi lebih cepat, tetapi rasanya tetap saja lama. Di tengah perjalanan, gue bertemu dengan dua makhluk yang tak gue duga sebelumnya. Mereka menyapa gue, mengikuti gue hingga sampai ke rumah.

Ya, mereka adalah Harai—si Hantu Manggarai dan Mr. Unknown Ghost—hantu yang gue jumpai di kawasan Epicentrum Kuningan tempo lalu. Jangan tanya kenapa mereka bisa menemukan gue dan mengekori gue sampai di rumah karena gue juga gak tahu. Yang ada di pikiran gue saat ini hanyalah ayah.

Pintu rumah gue buka cukup keras hingga menimbulkan suara bantingan. Gue berlari ke kamar ayah dan mendapati ayah yang terbaring lemah di atas kasurnya. Secepat mungkin gue membuka ponsel dan memesan taksi online menuju rumah sakit yang berada di daerah Warung Buncit. Ayah merintih sakit, wajahnya pucat, hal itu membuat gue semakin khawatir. Untungnya taksi online yang gue pesan segera sampai dan kami pun bergegas pergi ke rumah sakit.

Ayah langsung dibawa ke IGD—Instalasi Gawat Darurat. Sementara ayah mendapat penanganan medis, gue pergi ke tempat administrasi untuk mengurus keperluan administrasinya.

Mas Raya Galak is Calling ...

Sial! Gue lupa kalau gue ada janji makan siang bersama Mas Raya dan harus mengurus Lobak, Lily, dan Lada hari ini!

"Ames? Kamu di mana? Sudah satu jam lebih kamu gak ada kabar, kamu jadi ke sini gak—"

"Mas Raya! Maaf aku lupa kabarin Mas kalau sepertinya aku gak bisa datang ke apartemen hari ini. Ayahku drop, sekarang aku lagi di rumah sakit."

"Rumah sakit mana?"

Gue menyebutkan nama rumah sakit tempat gue menginjakkan kaki saat ini dan Mas Raya bilang ia akan menyusul gue. Benar saja, setengah jam kemudian, Mas Raya menampakkan dirinya di pintu IGD. Ia berjalan ke arah kami dan berkata, "Gimana keadaan ayahmu?"

Namun, belum saja gue menjawabnya, seorang perawat datang menghampiri kami. "Permisi, Pak, Bu, ini ada formulir untuk rujukan rawat inap. Nanti bisa langsung diisi dan diserahkan ke bagian administrasi rawat inap, ya. Terima kasih."

Kalimat dari perawat itu sudah cukup untuk menjelaskan keadaan ayah. Beliau harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit. Ayah mengidap GERD atau penyakit asam lambung, pemicu awalnya adalah kematian bunda dahulu menyebabkan ayah stres berat. Penyakit yang dideritanya itu pun merembet, mengakibatkan komplikasi penyakit lainnya. Oleh karena itu, jika asam lambung ayah sudah naik, gue tak boleh meremehkannya.

Formulir yang diberi oleh perawat tadi pun gue isi dengan menggunakan bolpoin yang selalu gue bawa di tas. Usai mengisi formulir, Mas Raya mengambil kertas formulir tersebut dari tangan gue. "Biar saya aja yang urus administrasinya."

Bak tersihir oleh kata-katanya, gue mengangguk dan memberikan kartu asuransi ayah kepadanya untuk diurus. Entah apa yang membuat gue membiarkan Mas Raya mengurus administrasi rawat inap ayah, tetapi satu hal yang pasti, gue percaya kepada Mas Raya.

"Hei, hei, kami di sini!" ucap Harai yang sedari tadi berada di pojok ruangan, tetapi gue abaikan keberadaannya.

Gue mengangkat sebelah alis dan berbisik pelan, "Ngapain kalian ke sini?"

"Kami mau ikut kamu, Ames." Harai dan Mr. Unknown Ghost berbarengan menjawab pertanyaan gue.

"Untuk apa?"

"Nanti kamu akan tahu jawabannya."

Dan rupanya, kehadiran mereka berdua memang ditakdirkan untuk membantu gue memecahkan misteri dan sejarah Kota Jakarta.

🏙️🏙️🏙️

author's note:
double updates malam ini! selamat, setelah ini kalian akan disuguhkan oleh beberapa teori yang bikin pusing, HAHAHA. see u di chapter selanjutnya!

(btw, aku kangen spam komentar dari kalian 😔)

Hey Jakarta [CITY]Where stories live. Discover now