9. Balikan

66 23 72
                                    

Jam menunjukkan pukul enam pagi. Tapi Hina masih diam di atas ranjangnya. Dia sudah bangun sejak jam lima pagi, sebenarnya. Tapi gadis itu masih ragu untuk meninggalkan tempat tidurnya.

Bukan karena Hina malas mandi karena dingin. Bukan juga Hina ingin bolos sekolah lagi, lagipula dirinya sudah berjanji pada Haechan akan bersekolah hari ini. Tapi karena dia masih malu bertemu dengan Jeno di sekolah nantinya. Walau mereka beda kelas, tapi tetap saja. Hina yakin nanti akan bertemu.

Kenapa Hina bisa malu? Hubungan Jeno dan Hina sekarang kembali seperti dulu kala. Ya mereka berpacaran kembali.

Dan Hina belum siap bertemu dengan Jeno dengan statusnya yang sekarang adalah cinta lama bersemi kembali.

***

"Pak, tolong bukain pintu pagernya, Pak!" Teriak Hina sambil menggoyang-goyangkan gerbang sekolah.

"Kamu telat lima belas menit. Kamu dihukum untuk lari sebanyak lima belas putaran di lapangan. Baru boleh masuk ke kelas," kata Pak Satpam yang menjaga sekolah.

"Pak, saya ini perempuan. Jangan lima belas putaran lah, Pak. Sepuluh putaran aja, deh. Saya mohon, Pak." Hina memasang wajah memelasnya.

"Sudah begini aturannya. Turuti aturan yang ada."

Hina mendengus kesal. "Ya udah, Pak. Boleh istirahat kalau misalkan capek?"

"Tidak ada istirahat."

Hina membelalakkan matanya. "Astaga, jahat banget," gumamnya.

"Mau balik ke rumah atau mau lari lima belas putaran?" Tanya Satpam itu.

Hina mengulum bibirnya. Berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. "Lari lima belas putaran aja, Pak."

***

Sudah sebanyak lima putaran Hina berlari. Sekarang Hina sudah mulai kelelahan. Kakinya terasa lemas dan Hina mulai memelankan kecepatan berlarinya.

"Hina!"

Hina ingin menoleh ke belakang. Tapi itu akan mengganggu konsentrasi Hina. Maka dari itu, Hina tetap menatap ke depan.

Seseorang yang baru saja memanggil Hina itu kini sudah berlari di sampingnya. Menyamakan langkahnya dengan langkah Hina.

"Kenapa, sih?" Tanya Hina yang masih menatap lurus ke depan.

"Kamu ngapain?"

"Gak liat gue lagi--eh?" Hina hampir saja terjatuh ketika dia menoleh ke samping.

"Hati-hati, Na. Istirahat dulu."

"Jeno? Jeno ngapain di sini?" Tanya Hina yang mulai panik.

"Kamu telat dan kamu dihukum lari lima belas putaran. Aku tau, kamu gak akan sanggup. Jadi aku beliin kamu minum. Duduk dulu, istirahat sebentar." Jeno menarik tangan Hina menuju tepi lapang. Tapi Hina menepis tangan Jeno.

"Gak boleh berhenti lari, Jeno. Hina harus lari tanpa henti," kata Hina.

Jeno terkekeh. "Kata siapa? Itu mah Pak Satpam aja yang nakut-nakutin kamu. Aslinya gak gitu, kok. Kamu boleh istirahat. Lagian Pak Satpam gak ada di sini. Jadi kamu lari satu putaran juga gapapa."

Hina terdiam sesaat, kemudian menghela napas pelan. Dia akhirnya menuruti apa kata Jeno dan duduk di sebelahnya.

Jeno menyerahkan botol minum pada Hina. "Makasih, Jen," kata Hina.

"Sebentar lagi istirahat. Jadi kamu gak ikut kelas pertama?" Tanya Jeno.

Hina mengangguk. "Kelas kedua, baru Hina ikut," jawabnya. "Jeno sendiri kenapa ada di sini? Harusnya, kan, di kelas."

4 PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang