37. Perdana Bagi Jaemin

37 15 35
                                    

Sudah lama sejak terakhir kali Haechan bertemu dengan Hina, dia belum bertemu lagi dengan Hina sampai saat ini. Tentu saja Haechan sudah melupakan Hina sepenuhnya. Sekarang Haechan masih berhubungan dengan Ryujin sebagai pasangan kekasih. Dia sedang duduk diam sambil menatap surat yang dipegangnya sekarang.

"Apa itu, Chan?" Ryujin datang sambil meletakkan kopi di atas meja yang dibuatnya untuk Haechan.

"Surat undangan pernikahan Hina sama Jaemin bulan depan." Haechan meletakkan surat tersebut di atas meja, kemudian mengambil cangkir kopi dan segera diminum olehnya.

"Mereka baru tiga bulan yang lalu lulus sekolah, kan? Udah mau nikah aja?" Ryujin mengambil duduk di samping Haechan.

"Ya gapapa, dong," jawab Haechan setelah meneguk kopinya.

"Kecepetan. Kita aja masih belum ada rencana buat nikah."

Haechan tersenyum. Dia merangkul bahu Ryujin, kemudian mengelus bahu yang dirangkulnya. "Bentar lagi, kok. Tunggu aja."

"Mau kapan?"

"Sekarang? Boleh." Haechan mengangguk.

Ryujin berdecak kesal. "Chan..."

"Iya, Sayang?"

"Gue serius."

Haechan menghela napas. "Oke, sore ini orang tua kita harus ngobrol. Nanti gue bilang ke ayah."

Ryujin tersenyum. "Kalau Jaemin sama Hina bisa bulan depan, kita juga harusnya bisa nikah di bulan setelah bulan pernikahan Jaemin bareng Hina."

Haechan terkekeh kecil. "Nikah itu harus ada persiapan, Ryujin."

"Gue udah siap, Haechan." Ryujin menatap mata Haechan serius.

Begitu pula dengan Haechan. Lelaki itu menatap lekat mata Ryujin tanpa mengatakan sepatah kata pun. Lalu beberapa detik kemudian dia berkata, "kalau lo udah siap, gue cium berarti gak masalah."

Ryujin mengerutkan kening tak paham. "Hm?"

Tanpa menjelaskan apa-apa, Haechan mendekatkan wajahnya ke wajah Ryujin. Tapi Ryujin dengan cepat menjauhkan wajahnya. "Kenapa, sih, Chan?" Ryujin terkejut, ini terlalu mendadak dan tiba-tiba untuk Ryujin. Ini sangat mengejutkannya.

Seperti biasa, Ryujin selalu menolak jika Haechan memperlakukannya lebih, walau status mereka ini adalah pasangan kekasih.

Haechan menghela napas. "Katanya, udah siap." Haechan kembali memundurkan wajahnya. Dia menyeruput lagi kopi yang masih tersisa.

Ryujin menanggapinya dengan tawa kecil yang terkesan canggung. Dia mengusap kedua tangannya. Suasana mendadak berubah menjadi canggung. "Bukan siap buat itu. Itu bisa kita lakuin kalau udah nikah nanti," katanya pelan, namun masih tetap terdengar.

"Oke, kita harus cepet-cepet nikah kalau gitu."

***

"Kak Hina sama Kak Jaemin nikah bulan depan?!" Ningning memekik kaget melihat surat undangan yang ada di tangannya.

Ningning pikir itu adalah sebuah paket pemberian dari ayahnya yang memang selalu mengirimkan paket setiap hari Minggu. Tapi ternyata ini adalah surat undangan pernikahan Jaemin dan Hina. Tentu saja Ningning sangat terkejut karena yang dia tahu Jaemin dan Hina baru saja lulus sekolah tiga bulan lalu.

"Eh, ini cepet banget gak, sih? Kecepetan," racau Ningning di dalam kamarnya membuat sang Mama tertarik untuk menghampirinya.

"Kenapa, Nak? Suara kamu kedengeran sampe ke luar kamar."

"Kakak kelas Ningning yang baru aja lulus tiga bulan yang lalu, dan dia udah mau nikah bulan depan. Kaget gak?"

Bada, sang Mama hanya terkekeh kecil. "Mama juga waktu nikah sama Papa kamu umur-umur segitu."

4 PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang