His name-3

141 25 8
                                    

Pagi-pagi sekali, Lisha keluar dari rumah menuju teras sekedar untuk menghirup udara segar.

Tapi hal yang tidak ia sangka, seseorang ada tepat di depan rumah milik neneknya.

Lelaki yang mengantar Lisha sampai di sini kemarin, ia kini ada di hadapan Lisha dengan kaos putih dan celana santainya.

Tersenyum, melambaikan tangan pada gadis yang masih terbengong itu.

Alisha hanya heran, apa ini memang kebetulan? Dia jadi kepikiran sebenarnya lelaki ini tinggal dimana? Kenapa pagi buta sudah ada di depannya?

"Hey! Mau jalan pagi bersama?" suara itu berhasil membuyarkan lamunan Lisha.

"Ah..sebentar"

Sebenarnya Alisha ragu karena satu hal, tapi ia juga merasa tidak enak jika menolak tawaran lelaki yang sudah menolongnya kemarin.

Buru-buru ia mengunci pintu rumah dan kemudian berjalan beriringan bersama laki-laki tersebut.

"Kau berlibur? Kenapa hanya sendiri?" tanya lelaki tersebut memulai percakapan.

"Hm.." Lisha bingung harus menjawab apa.

Tiba-tiba laki-laki itu berhenti dan mengulurkan tangan kanannya.

"Perkenalkan, namaku Stiven Sebasta. Kau bisa memanggilku Stiven."

Alisha menerima uluran tangan itu dan tersenyum ramah "Alisha Agatha."

Tidak ada lagi yang mereka bicarakan setelah berkenalan tadi, sebenarnya Stiven masih penasaran dengan gadis itu, namun akan tak sopan rasanya jika bertanya terlalu dalam.

Saat ada belokan ke kiri, Alisha tiba-tiba menjadi tidak seimbang dan hampir terjatuh. Untung saja lelaki di sampingnya siap menahannya agar tidak terjatuh.

"Kau tidak apa-apa?" tanya laki-laki itu memastikan.

Alisha menggeleng sembari memaksakan senyum palsunya. Sudah ia duga ini akan terjadi.

Penyakit ini, membuatnya susah sekali menjaga keseimbangan saat berjalan.

Mungkin bagi semua orang itu sangat aneh, bahkan Stiven di sampingnya kini sedang melihat kesana kemari untuk memastikan bahwa Lisha tersandung sesuatu.

Padahal nyatanya tidak sama sekali.

Melihat lelaki itu kebingungan pun, Lisha memilih bungkam.

Dan sekarang, Stiven memilih untuk mengalihkan perhatiannya.

"Di situ ada ayunan, kau-"

"Ayo bantu aku!"

Stiven terkekeh, gadis ini semangat sekali menduduki ayunan itu.

Stiven pun berjalan mendekat dan mendorong ayunan itu, senyum di bibir Alisha tidak hilang.

Kau masih sama seperti dulu ternyata -batin Stiven

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kau masih sama seperti dulu ternyata -batin Stiven.

Belum lama bermain, bunyi perut Alisha berhasil menghentikan tawa gadis itu dan berganti menjadi rasa malu.

Terlebih Stiven tidak bisa menahan tawanya.

"Sebaiknya aku pulang saja" ucap Lisha.

Stiven dengan sigap menahan lengan gadis itu "aku ikut-maksudku boleh aku makan bersamamu?"

Alisha tampak berpikir sebentar, ia rasa lelaki ini bukan tipe orang jahat. Jadi ia iyakan saja.

Sesampainya di rumah, Lisha hanya membuat nasi goreng karena belum berbelanja.

"Hari ini, aku punya banyak waktu luang. Bagaimana jika kita pergi belanja bersama? Aku ingat ada minimarket di dekat sini" saran Stiven.

Alisha mengangguk.

Setidaknya rencananya mencari tempat belanja terselesaikan dengan mudah. Ia tidak perlu repot-repot mencari lagi, karena ternyata teman barunya ini sepertinya sudah pernah ke desa ini sehingga mengingat tempat tertentu.

Selesai makan, Alisha mencuci piringnya sendiri. Awalnya ia menawarkan diri ingin mencuci piring kotor yang dipakai Stiven, namun lelaki itu menolak dan bersikeras ingin mencuci sendiri.

Menarik -gumam Lisha dalam hati tanpa sadar.

"Astaga!"

"Kenapa?" tanya Stiven melihat Lisha kaget akan sesuatu.

Tersadar dari lamunannya yang tidak jelas, Lisha berakhir menggeleng dan menahan rasa malunya yang muncul tanpa sebab.





























Stiven Sebasta

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Stiven Sebasta.

A Heart of Sunflower [END]Where stories live. Discover now