The day-7

174 21 6
                                    

Hari ini, hari ulang tahun Lisha yang ke-17.

Tapi malah Stiven yang sibuk memilih baju apa yang harus ia gunakan agar terlihat bagus di depan Lisha. Teman masa kecilnya yang sebentar lagi akan menjadi pacarnya.

Doakan Stiven ya teman-teman.

Semalam setelah mengantar Alisha pulang, Stiven bergerak cepat membuat kue ulang tahun untuk gadis itu. Ia mahir membuatnya karena pernah di ajarkan oleh ayahnya dulu.

Setelah 3 jam, cake tersebut akhirnya jadi.

Ketika sudah tengah malam, ia mengirim pesan pada Lisha untuk bertemu nanti pagi.

Namun tidak berhenti sampai di situ, Stiven mengambil sebuah lukisan yang sudah sejak lama ingin ia berikan untuk gadis itu, namun belum kesampaian. Ia pikir sekaranglah waktunya.

Dengan teliti dan pelan-pelan, ia bungkus lukisan itu serapi mungkin dengan kertas kado. Ia jadi membayangkan bagaimana bahagianya Alisha melihat lukisan ini.

Lukisan bergambar wajah Alisha yang tersenyum senang tanpa beban dengan rambut blondenya.

Oh ya, ia juga penasaran soal warna rambut gadis itu. Harusnya Lisha akan masuk sekolah sebentar lagi karena liburan akan segera berakhir, ia akan menemani gadis itu mewarnai kembali rambutnya menjadi hitam. Pikirnya, mungkin gadis itu memiliki rencana menghitamkan kembali rambutnya nanti saat sekolah, mengingat memang peraturan di sekolah seperti itu.

03.00 subuh.

Rasanya sangat tanggung jika Stiven memilih beristirahat sekarang, nanti bisa-bisanya ia malah kesiangan dan telat bangun.

Tidak, ia sudah mempersiapkan semuanya sebaik mungkin. Tidak lucu jika gagal hanya karena ia kesiangan.

Jadi yang dia lakukan sekarang adalah..

Berlatih cara menyampaikan perasaannya dengan baik untuk Lisha nantinya agar tidak terkesan klise.

***

Sementara, di tempat lain.

Alisha sedang berjuang agar kejangnya berhenti, walau agak sesak tapi akhirnya kejang itu berhenti dengan sendirinya setelah 20 menit.

Selama 20 menit juga, Lisha kesusahan mengambil nafas. Dalam hati terus berdoa pada Tuhannya agar ia baik-baik saja hingga bertemu dengan Stiven besok pagi.

Dengan keringat yang membanjiri tubuhnya, Alisha bangkit dari lantai dan mengambil segelas air putih, menenangkan dirinya sendiri.

Tak lama kemudian ia terisak, namun sama seperti biasa air matanya sulit sekali keluar. Kadang hanya sampai di pelupuk mata saja, tidak jatuh membasahi pipinya. Seperti saat ini.

"Jika boleh jujur, Alisha capek..Alisha..hiks, Alisha sedang tidak baik-baik saja. Tapi, Lisha takut kalau Lisha bilang kayak gitu dan kasih tahu penyakit Lisha, Iven bakal ikut menjauh..nanti Lisha gak ada teman lagi..Lisha gak mau kehilangan lagi,  terlebih orang itu Stiven."

Tangannya bergerak memegang dadanya, apakah aneh jika ia mulai rindu merasakan sesak pada dadanya ketika sedang sedih seperti semasa kecil dulu?

Kebal akan rasa sakit sama sekali tidak enak dan tidak menguntungkan bagi seorang Alisha Agatha. Ia ingin hidup normal seperti manusia lainnya. Tapi, untuk menangis saja sudah sesulit ini.

Dengan susah payah, ia menyeimbangkan kakinya ketika berjalan menuju kamarnya.

"Bertahanlah..setidaknya sampai hari besok" gumamnya pada diri sendiri.

***

Pagi yang di tunggu-tunggu telah tiba, Stiven dengan senyuman manisnya berangkat menuju rumah Alisha yang tak jauh darinya.

A Heart of Sunflower [END]Where stories live. Discover now