69 - Waktu

213 37 0
                                    

Sorry for typo(s)!

---

Selama liburan, gerbang sekolah terkunci tapi penjaga ditempatkan di sana untuk membuka pagar saat staf masuk atau keluar. Bae Sooji hanya dianggap sebagai keluarga staf dan mungkin belum tentu memiliki hak yang sama.

Kim Myungsoo merasa bahwa mereka bisa membiarkan penjaga tahu bahwa mereka ada di sana. Tapi, Sooji tidak ingin mengungkapkan keberadaannya. Penjaga itu akrab dengan ayahnya dan itu artinya penjaga itu juga mengenalinya. Jika mereka masuk melalui gerbang hari ini, kemungkinan ayahnya akan tahu bahwa dia bergaul dengan Myungsoo dan akan mulai mengomel padanya lagi.

"Ayo kita memanjat dinding," katanya pada Myungsoo.

Myungsoo sedikit bingung. "Kenapa memanjat dinding jika ada pintu?"

"Sudah lama aku tidak memanjat dinding. Tidak bisakah tiba-tiba aku merasa ingin memanjat?"

"Ada apa dengan hobi anehmu itu?"

Meskipun pria itu mengejeknya, Myungsoo akhirnya mengikuti Sooji memanjat dinding.

Myungsoo memanjat dinding sekolah untuk pertama kali dalam hidupnya. Tidak terbiasa dengan itu, tidak bisa dihindari bahwa gerakannya tampak kikuk. Untungnya, dia cukup bugar sehingga dia berhasil mencapai pagar tanpa banyak kesulitan. Dia hanya menggores sedikit tangannya saja selama proses memanjat. Sebaliknya, gerakan Sooji mulus. Dengan satu pandangan, siapa pun bisa tahu bahwa dia berpengalaman dalam hal ini.

"Berapa kali kau melakukan ini?" Myungsoo tidak tahan untuk tidak mengejeknya lagi.

Sooji menyilangkan lengannya dan terkikik sambil menatapnya. "Kim Myungsoo, aku sadar kau belum banyak berubah. Sampai sekarang, kau masih bayi yang penurut yang belum pernah memanjat dinding sebelumnya!"

Memangnya seaneh itu jika dia tidak pernah memanjat dinding? Yang aneh adalah orang yang sudah pernah memanjat sebelumnya!

Myungsoo tidak setuju dengan Sooji tapi dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Daerah dimana kulitnya sedikit tergores, Myungsoo menggosokkannya ke kemejanya.

Sooji memperhatikan gerakannya. "Kau terluka? Biar kulihat."

Myungsoo mengulurkan tangannya.

Sooji menarik tangannya ke depan. Tangan Myungsoo jauh lebih besar dari pada miliknya dan tangannya tampak penuh memegang empat jari-jari Myungsoo.

Jari-jari Myungsoo merosot ke telapak tangannya yang lembut dan hangat. Pikiran Myungsoo diliputi dengan kekacauan dan dia mulai bernapas dengan perlahan dan hati-hati, seolah-olah dia takut mengejutkan Sooji.

Sooji memandang tangan Myungsoo dengan mata menunduk. Di telapak tangan Myungsoo di dekat jaring di antara ibu jari dan jari telunjuknya, memang ada bekas goresan di sana. Kulitnya sedikit tergores tapi tidak terlihat serius karena tidak ada tanda-tanda darah. Dia menundukkan kepalanya dan mengerutkan bibirnya ke arah pecahan kulit.

Myungsoo menatap bibir Sooji yang berbentuk seperti ceri. Jantungnya berdebar kencang seperti ingin melonjak dari tempatnya.

Puff–

Sooji meniup dengan lembut di kulitnya.

Sensasi udara sejuk yang menyapu kulitnya terasa lembut dan ringan. Rasanya seperti dia digelitik dengan bulu. Bingung, Myungsoo menelan salivanya.

Sooji melepaskan tangannya. Sooji menundukkan kepalanya dan tidak berani menatapnya dengan lurus. Dia berkata dengan lembut,"Rasanya tidak akan sakit setelah ditiup."

Myungsoo berpikir, rasanya tidak akan sakit hanya jika kau menciumnya.

Tapi, dia hanya berani menjadi pria bajingan di benaknya. Kata sebenarnya yang keluar adalah,"Terima kasih."

LOVENEMIES [END]Where stories live. Discover now