53. Sebuah Tragedi

149 20 1
                                    

Pelukan itu cukup membuat tubuh Rara hangat, ia menjadi tidak kedinginan lagi. Dan satu hal yang harus kalian tau, pelukan ini terasa sangat nyaman. Dengan durasi yang cukup lama, akhirnya Azka melepaskan pelukannya.

"Udah nggak dingin 'kan?" tanya Azka memastikan.

Rara mengangguk kikuk, kenapa dirinya menjadi salah tingkah seperti ini, sih.

Warna langit menjadi gelap, hujan sedikit reda. Hanya menyisakan gerimis kecil dan genangan air di sepanjang jalan yang berlubang.

"Kita pulang aja, entar makin dingin."

Rara mengangguk mengiyakan.

Setelah keduanya menaiki motor, Azka mengendarai motornya dengan hati-hati karena jalanan sedikit licin karena air hujan. Tak lupa, tangan Rara melingkar begitu erat di pinggang Azka membuat sang empu mengulum senyum.

Hampir dua puluh menitan lebih, Azka memberhentikan motornya di depan pagar rumah sementara Rara--rumah Bu Ana. Gadis itu turun sambil mengelus-ngelus sikunya sendiri.

"Jangan lupa besok sore, dandan yang cantik ya," ujar Azka.

Rara mendengus mendengar ucapan Azka."Apaan sih,"

"Gue seneng deh, lo gak sedih lagi,''

"Mmm makasih ya,"

"Makasih buat apa? Gue gak ngapa-ngapain?" tanya Azka bingung.

"Makasih buat hari ini," Rara menampilkan senyuman manisnya.

Azka membalasnya dengan senyum tipis."Gak perlu makasih, gue pamit dulu,"

"Hati-hati,"

*********

Rara sekarang sedang menatap dirinya di depan cermin. Setelah berkutat kurang lebih tiga puluh menitan, ia masih memikirkan kedua orangtuanya, bagaimana kabarnya sekarang?

Ternyata, hidup jauh dengan orangtua ada pahitnya. Ada kalanya rasa kangen, rindu menghinggapi hati Rara. Juga kesalahan-kesalahan keduanya yang masih membekas dalam ingatan.

Hatinya kini menjadi resah dan gelisah memikirkan itu semua. Di tambah lagi, Azka sebentar lagi akan menjemputnya dan datang ke acara tujuh bulanan Thesa dan Athala. Rara harus menyiapkan hatinya untuk bertemu mereka berdua. Bukan dendam ataupun benci, melainkan ia belum siap dan tidak percaya diri.

Perlahan pintu kamarnya terbuka, menampilkan wanita paruh baya yang memakai daster berwarna coklat. Ya, dia Bu Ana. Hari ini, dia tidak ke toko kue karena kecapean. Kemarin, banyak pesanan kue, donat dan lainnya.

"Ra, ada temen kamu di depan," ujar Bu Ana kemudian menutup pintunya lagi.

Pasti itu Azka. Gadis itu melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul tiga sore. Ia lagi-lagi menatap cermin, membenarkan kerudung pashmina warna maroon yang serasi dengan baju gamisnya.

Rara melangkahkan kakinya meninggalkan kamar dan menuju ke teras depan.

Tatapannya langsung tertuju pada Azka. Cowok itu memakai baju koko berwarna maroon dengan bawahan celana hitam. Tunggu-tunggu, kenapa warna bajunya samaan lagi sih?

Mereka tidak janjian, tapi baju mereka sangat cocok dan serasi sekali saat keduanya berjalan berdampingan.

"Kok samaan lagi sih? Lo ngikutin gue ya?" tuduh Rara membuat Azka mendelik.

"Enak aja, lo kali yang ngikutin gue," balas Azka.

Rara memutar bola matanya malas, ia berniat untuk berganti baju agar tidak samaan lagi dengan Azka, tetapi Azka mencegahnya.

Aurora [END/BELUM REVISI]Where stories live. Discover now