[[B]ㅡ02]

83 23 1
                                    

ㅡHappy Readingㅡ

"Mina, asalmu dari mana?" tanya Minju yang lagi-lagi tak mendapat jawaban dari Cadenza. Minju selalu mencoba untuk berbicara kepada Cadenza, tetapi perempuan itu hanya menjawab dengan deheman, anggukan, atau tidak menjawab sama sekali. Omong-omong, mereka sedang berjalan kaki menuju rumah Minju. Karena Cadenza baik hati, tentu saja ia tak akan membiarkan Minju pulang sendiri ke rumahnya di tambah sekarang telah menunjukkan pukul delapan malam.

Mereka berhenti tepat di depan rumah putih mewah yang di lengkapi dengan pancuran air yang terletak di depan rumah. Tampak seorang perempuan sedang berdiri di depan teras rumah dan bergegas berlari menuju gerbang depan yang cukup jauh dari teras rumah itu.

"Minju! Astaga, dari mana saja kau? Mommy menghawatirkanmu, anak nakal!" ucap perempuan itu seraya menjitak pelan kepala Minju. Tatapannya lalu tertuju pada Cadenza yang menatapnya datar.

Merasa mengerti tatapan Sang Ibu, Minju tersenyum canggung. "Ini Mina, teman baru Minju, kami tadi bertemu di festival sekolah, Mom."

"Kau bukannya perempuan yang berada di pantai tadi?” tanyanya memastikan.

Shit! Cadenza terbelalak mendengar ucapan Javiera, bagaimana bisa ia masih mengingat Cadenza? Ah, Cadenza baru sadar ia melakukan kesalahan dalam mengucapkan mantra yang seharusnya kata terakhirnya Methanxya dan lidah sialan Cadenza malah menggumamkan Metaria yang bereaksi hanya untuk menghilangkan ingatan seseorang tentang sifat buruk Cadenza, bukan melupakan dirinya.

"Mommy tadi bertemu Mina?" tanya Minju seraya menatap Javiera bingung.

"Oh jadi namanya Mina? Iya, tadi dia tidur di bibir pantai jadinya Mommy membangunkannya.... Tapi sifatnya aneh," bisik Javiera pada kata terakhirnya yang langsung di anggukkan Minju.

Tin! Tin!

Mobil McLaren Senna GTR berwarna putih itu mengklakson ketiga manusia yang tengah berdiri di depan gerbang, membuat ketiga orang itu tersentak kaget dan segera menepi.

Seorang lelaki memberhentikan mobil mewah tersebut sebelum benar-benar memasuki pekarangan rumahnya, dan menurunkan kaca mobil tersebut saat Javiera mengetuk-ngetuk pintu kaca mobil itu. "Kenapa?" jawabnya datar tanpa menoleh ke arah Ibunya itu.

"Jisung-ah, kenapa baru pulang jam segini? Bukankah hanya mengambil buku di rumah Eric?" tanya Javiera lembut.

"Bukan urusan Mommy."

Ucapnya ketus yang membuat Minju serasa ingin menghancurkan mobil di depannya itu jika ia tak mengingat bahwa mobil itu seharga empat belas miliar. "Jaga tutur katamu itu Jisung Lee! Kurang ajar sekali kau begitu terhadap Mommy."

Jisung memutar bola mata jengah lalu menaikkan kaca mobil kembali dan menginjak pedal gas segera memasuki pekarangan rumahnya. Javiera hanya mengulum senyum miris, hal ini sudah sangat biasa baginya. Sementara Cadenza acuh tak acuh akan kejadian beberapa detik yang lalu.

Merasa situasi semakin canggung, Javiera tersadar akan lamunannya dan berusaha tersenyum walaupun canggung pada Cadenza. "Mina tinggal di mana? Jika jauh dari sini, menginap saja, ini sudah hampir larut malam."

"Tidak perlu, aku bisa mencari penginapan," tolak Cadenza yang sejujurnya ia juga tidak tahu ingin tinggal dimana.

Minju mengernyitkan dahi bingung. "Apa kau mempunyai uang?"

Cadenza mengangguk lalu membungkukkan badannya untuk pamit pergi. "Terimakasih sudah mengantar Minju dengan selamat, Mina!" teriak Javiera saat melihat perempuan Denza itu mulai menjauh, sementara dirinya terus melangkah tanpa tujuan.

Ini sudah dua jam sejak Cadenza melangkahkan kaki pergi dari pekarangan rumah keluarga Lee itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ini sudah dua jam sejak Cadenza melangkahkan kaki pergi dari pekarangan rumah keluarga Lee itu. Kaki perempuan manis itu tak sanggup menopang tubuhnya yang sedikit berisi, ia memang sering berperang mengikuti Ayahnya, tetapi mereka menaiki kuda dan sesekali terbang. Bahkan kendaraan di Asgard semuanya melayang a.k.a terbang, di tambah ia belum makan apapun dari empat hari yang lalu. Empat hari? Ya, Cadenza berperang melawan Giant Frost bersama Paman dan rekan-rekan Pamannya yang lain dan satu kesalah pahaman membuat ia malah di usir dari Asgard.

Ingin rasanya Cadenza meminta bantuan pada rekan pahlawan Pamannya, Avengers. Tetapi ia tak mengetahui nomor mereka atau tempat tinggal mereka sekalipun.

Langkah berat Cadenza terhenti pada sebuah gedung tinggi yang bertuliskan Neo Culture School itu. Cadenza memutuskan untuk beristirahat di sana saja, mengingat sekolah tersebut terang benderang dengan warna hijau dan putih yang mendominasi. Dengan sisa-sisa tenaga yang terkumpul, ia mencoba memanjat pagar tembok tinggi sekolah itu.

"Argh."

Tubuh mungil itu langsung terjatuh begitu saja saat ingin lepas landas ke tanah, menandakan perempuan itu benar-benar telah kehilangan tenaganya.

Perlahan ia menarik nafas terlebih dahulu lalu mendongak menatap langit-langit yang mulai menjatuhkan cairan bening, perempuan bersuara khas lumba-lumba ini segera menyeret tubuhnya untuk berteduh dan sialnya jarak pekarangan dengan gedung sekolah lumayan jauh. Cadenza masih berusaha untuk berteduh walupun hujan semakin deras membasahi Kota Seoul dan baju Cadenza yang semakin basah dan kotor karena ia mengesot.

Tubuhnya tak kuat lagi, ia kemudian telentang masih di pekarangan depan sekolah dan mulai menatap langit yang terus saja menjatuhkan air. Ia tersenyum dalam tangisannya.

"Kakak, jangan menangis. Aku, baik-baik saja."

Gumamnya lalu segera memejamkan matanya, karena tak kuat menahan pusing yang melanda.










TBC.

McLaren Senna GTR.

Vote n Comment nya? 💚🤍

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Vote n Comment nya? 💚🤍

BELIEVE || PARK JISUNGWhere stories live. Discover now