Menggapai Suhaa 3: Sesuai janji

122 9 1
                                    

"Leya beneran udah izin Bu?"

Saat ini Suhaa tengah berdiri di hadapan Darna yaitu ibunda Leya untuk memastikan apakah Leya telah meminta izin kepada sang ibu sebelum pergi ke arah kota dan mencari toko yang lengkap agar Leya bisa membeli barang yang diinginkannya.

Suhaa takut jika Leya berbohong kalau ia telah meminta izin hanya untuk jalan-jalan saja. Orangtua tentu akan khawatir jika anak-anaknya pergi tanpa memberitahu, bukan?

Balasan yang diberikan oleh ibunda Leya adalah anggukan singkat dengan senyuman terukir di wajahnya. Meski berumur empat puluh tahun lebih, kerutan di wajah Darna sama sekali tidak terlihat.

"Jagain anak Ibu ya, nak Suhaa..," sambil terus tersenyum menatap Suhaa, Darna menepuk bahu Suhaa setelah berkalimat, "Ini amanah dari Ibu."

Dengan cepat Suhaa mengangguk tanpa bantahan. Ia telah diajari untuk memikul semua perintah ataupun tanggung jawab tanpa menawar, apalagi sampai menolak. Malam ini ia mendapat tugas untuk menjaga anak gadis dari sang bunda gadis menggemaskan itu.

"Kalau gitu, kami pergi ya Ma." Leya mengecup punggung tangan sang ibu sebagai tanda salam sebelum pergi lalu di susul oleh Suhaa yang ikut mengecup punggung tangan Darna.

Segeralah Suhaa menaiki motornya dan memberikan helm kepada Leya yang menyusul naik setelah memakai helm tersebut.

Leya sendiri tidak akan melewatkan kesempatan untuk memeluk Suhaa. Dengan cepat, Leya mengeratkan kedua lengannya di pinggang Suhaa sambil menyandarkan pipinya ke punggung lelaki pujaannya.

Merasakan pelukan dari Leya membuat Suhaa spontan terkejut. Ia merasa geli dan gelisah karena posisi Leya yang membuatnya kurang nyaman.

"Kenapa gak jalan-jalan ish, Leya udah siap nih," protes Leya karena Suhaa yang tak kunjung menyalakan mesin motornya. Leya sudah kepanasan di atas motor, badannya ingin merasakan terpaan angin malam saat motor tersebut melaju.

Setelah mendapat teguran, Suhaa segera menyalakan mesin motornya tanpa mengatakan apapun dan membiarkan Leya melakukan aksinya.

Motor yang mereka kendarai akhirnya melesat pergi dan meninggalkan Darna yang masih setia berdiri di depan pintu sambil melihat motor Suhaa pergi meninggalkan area rumah Leya.

Di atas motor Leya tengah asik sendiri, ia membaca nama-nama spanduk ataupun warung-warung yang mereka lewati dengan nada ceria sambil terus mengeratkan pelukannya pada Suhaa.

Berbanding terbalik dengan Leya yang senang, Suhaa justru merasa canggung dan tak tahu harus berbuat apa, ia merasa perjalanan ke arah toko terasa sangat lama saat mengantar Leya dibanding biasanya.

"Suhaa!.. Suhaa!" Teriak Leya agar suaranya terdengar oleh Suhaa karena kebisingan lalu lintas yang padat meski hari telah berganti menjadi gelap.

Mendengar itu Suhaa segera menyiapkan telinganya agar kalimat demi kalimat yang dilontarkan Leya bisa terdengar olehnya.

"Apaan? Mau berhenti!?" suara Suhaa ikut dikeraskan agar suaranya juga bisa terdengar ke telinga Leya.

"Nanti kita cari makan pas selesai beli barang ya, Leya laper!!.." balas Leya dengan cepat. Leya sengaja tidak makan malam karena ingin makan malam di luar bersama Suhaa.

"Iya, kebetulan gue juga laper.. nanti kita cari bakso atau mie ayam," jawab Suhaa lalu kembali fokus menyetir. Suhaa juga tidak sempat mengisi perutnya karena terburu-buru ke rumah Leya.

Tidak ada salahnya jika mereka mampir untuk memakan sesuatu di pinggir jalan hanya untuk mengisi perut, tidak ada alasan yang lain lagi.
***
***
"Kok beli banyak mainan? Adek lu masih bocil sampe-sampe di beliin banyak mainan gitu?" Setelah selesai membeli barang yang di butuhkan Leya, akhirnya mereka berhenti di sebuah warung tidak jauh dari toko untuk mengisi perut mereka.

Kali ini mereka memakan makanan yang sama, yaitu nasi goreng dan beberapa gorengan yang di jual berupa tahu isi. Tadinya Leya sangat ingin menyantap makanan berkuah, namun ia mengurungkan niatnya karena tidak akan bisa menghabiskannya.

Sudah jadi kebiasaan jika Leya menyantap sebuah makanan yang porsinya banyak atau berkuah, Leya pasti akan menyisakannya dan beralasan jika ia sudah kenyang lalu membungkus makanan itu untuk ibu atau adiknya.

"Gak tuh, Satria udah kelas sembilan, ini buat orang lain tau. Leya juga gak beli mainan doang, tapi beberapa buku pelajaran," balas Leya dengan raut wajah merayu agar Suhaa merasa penasaran mengapa Leya sampai membeli semua mainan itu.

Satria Hasraka adalah adik dari Leya. Sekarang adiknya itu akan berumur lima belas tahun bulan depan. Satria adalah anak yang berprestasi seperti Leya karena bimbingan ayah mereka. Setiap tahun mereka selalu mendapat penghargaan dari lomba-lomba yang mereka ikuti.

"Terus buat siapa kalau gitu? Buat orang lain?" Setelah bertanya lagi, Suhaa kembali melanjutkan makannya dan segera menandaskan makanan yang ada di hadapannya.

"Ngapain juga Leya kasih tau, cari tau aja sendiri," dengan nada yang sangat menjengkelkan di telinga Suhaa, Leya berkalimat untuk semakin memancing rasa penasaran Suhaa.

Suhaa tidak menjawab karena rasa kesal yang memuncak. Lagipula untuk apa ia penasaran dengan urusan Leya, itu sama sekali tidak ada untungnya bagi Suhaa.

"Suhaa marah? Suhaa marah sama Leya?" Leya menyandarkan kepalanya di bahu Suhaa yang lebar dan agak kekar, meski tubuh Suhaa adalah tipe kurus, Leya masih bisa merasakan otot-otot pada tubuh lelaki pujaannya.

Saat ini Suhaa benar-benar merasa malas untuk meladeni sikap kekanak-kanakan Leya, tapi mau bagaimana lagi, sikap Leya yang seperti ini juga tak mengusik dirinya. Bahkan Suhaa sedikit senang saat menghabiskan waktu bersama Leya.

"Makan aja cepet, ntar Bu Darna khawatir... gue juga yang kena nanti," Suhaa membalas kalimat Leya tanpa menatap gadis di sampingnya yang masih asyik menggesekkan kepalanya di bahu Suhaa.

"Siap komandan," ucapnya setengah berteriak dan menarik perhatian orang-orang yang juga tengah menyantap makanan di warung itu.

Suhaa hanya bisa menghela napas berkali-kali karena sikap yang diperlihatkan Leya di depan umum, sepertinya ia juga harus terbiasa dengan sikap Leya yang membuatnya malu.
***
***
Setelah sampai di depan rumah Leya, Suhaa memarkirkan motornya dan membiarkan Leya turun. Sementara Suhaa hanya duduk di atas motor tanpa melepas helmnya.

Ia hanya perlu memastikan Leya sudah masuk ke rumah dan dia akan pergi melesat menuju ke kos-kosannya.

"Cepet masuk, gue juga harus pulang. Sana cepatan masuk!" Suhaa menatap Leya dengan kerutan kening karena merasa kesal, Leya masih belum bergerak dari tempat ia berpijak saat ini.

"Suhaa yakin gak mau mampir?" Leya sempat berbalik dan bertanya pada Suhaa sebelum kembali melanjutkan langkahnya memasuki rumah.

"Nggak, dah malem.. gak baik kalau gue mampir," ucapnya dengan cepat lalu kembali menyalakan mesin motornya dan bersiap untuk pergi, "Kalau lu gak masuk, gue pergi ya," lanjutnya untuk mengancam Leya agar mau masuk ke dalam rumah.

"Iya iya...Leya masuk ya, bye Suhaa." Leya berjalan mundur sambil melambaikan tangan dengan senyuman manis yang terus terukir di wajahnya hingga ia menghilang dari balik pintu yang telah tertutup.

Setelah memastikan Leya sudah tidak mengintip atau kembali keluar rumah selama beberapa detik, akhirnya Suhaa pergi dengan motornya dan meninggalkan kepulan asap di atas aspal.
***
***

Menggapai Suhaa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang