Menggapai Suhaa 40: Kotak musik

114 11 1
                                    

"Mungkin gue terlambat ngomong, tapi selamat ulang tahun, Leya."

Mendengar ucapan tulus dari kekasihnya membuat Leya merasa damai dan senang. Benar, ia ulang tahun hari ini.

"Terima kasih. Suhaa emang lambat, tapi Suhaa yang pertama ngucapin.." balas Leya dengan senyuman yang lebar.

Ah benar, kue ulang tahun yang Suhaa beli telah ia buang karena air matanya yang menetes di atas kue itu. Sementara hadiahnya masih ada di nakas samping kasur.

Dengan cepat Suhaa meraih kotak hadiah itu, mengapa ia melupakannya? Padahal benda itu jelas-jelas ada di sampingnya.

"Itu hadiah dari Suhaa ternyata, dari tadi Leya liat itu.. kirain dari ayah atau mama," ujar Leya saat melihat Suhaa mengambil kotak itu.

"Ini buat lu, gue nggak tau lu bakal suka atau nggak sih." Suhaa memberikan kotak hadiah dengan ukuran yang lumayan besar itu kepada Leya.

Setelah menerimanya, Leya bersemangat untuk mengetahui apa isi dari hadiah pemberian dari kekasihnya.

Terakhir kali ia mendapat kalung, kali ini apa lagi?

Saat semua bungkus hadiah itu telah terpisah, Leya tampak terkejut. Sebuah kotak berwarna biru tua terlihat sangat indah dan sedikit kuno.

Di atas kotak itu tertulis Leya yang berarti kesetiaan dalam bahasa Spanyol.

Leya sangat berinisiatif untuk membuka kotak itu dan mengintip apa isi dari kotak indah itu.

Betapa kagumnya ia ketika melihat sebuah patung kucing tertidur di dalam kotak itu.

Leya juga terkejut ketika kotak itu terbuka dan mengeluarkan musik indah serta patung itu perlahan berputar sesuai dengan nada musik.

Ternyata hadiah yang diberikan oleh Suhaa adalah kotak musik. Mengapa Suhaa terpikirkan dengan hadiah seperti ini?

"Lucu banget, makasih Suhaa. Kok Suhaa ngasih Leya ini?" Leya bertanya tanpa menatap Suhaa dan lebih fokus pada hadiahnya.

"Gue mikir lu bakal suka sama barang-barang kuno kayak gini. Tadinya gue mau beliin buku sejarah gitu, tapi itu udah banyak banget di kamar lu,"

"Makanya gue beli ini. Itu 'kan bagus kalau lu dengerin pas mau tidur sambil belajar atau baca buku," lanjutnya.

"Aa makasih Suhaa.." ucapnya dengan nada terharu, ia lalu mengecup sudut bibir Suhaa kilas tanpa aba-aba.

Suhaa yang menerima hal itu tentu langsung terkejut, ia seketika menyentuh tempat dimana bibir Leya mendarat tadi.

Wajah nya seketika memerah, ekspresinya terkejut bukan kepalang. Ia merasa malu karena Leya yang tak kunjung berhenti menatapnya.

"Ishh, lutunaa. Suhaa pulang gih, bentar lagi pagi.. Suhaa nggak mau sekolah?"

Mendengar itu Suhaa menimbang-nimbang. Benar, ia tak boleh absen lagi, sebentar lagi mereka akan ujian dan akan meninggalkan sekolah mereka.

"Ya udah, gue pulang dulu. Gue bakal langsung kemari nanti, oke?!" Ia berucap sambil berdiri dari posisi duduknya.

"Iya, dah Suhaa."
***
***
Saat ini, Suhaa tengah duduk di sebuah kursi kantin yang amat sangat sepi bersama dengan Zaki yang duduk di sebelahnya.

Mereka berdua menikmati minuman kaleng di pagi hari yang cukup dingin di musim hujan.

"Gimana keadaan Leya?" Zaki bertanya tiba-tiba.

"Udah lumayan, lu mau ikut gue jenguk dia nanti?" Suhaa balik bertanya.

Kali ini Zaki hanya mengangguk untuk mengiyakan kalimat Suhaa dan kembali meminum minumannya, "Tuh cewek mana ya?"

"Maksud?"

"Si Dela, nggak datang-datang loh dia.." balas Zaki singkat.

"Noh, tu dia.." orang yang mereka bicarakan langsung muncul dari balik tembok kelas. Gadis itu tengah menuju mereka dengan ekspresi seperti biasa.

Ketika Dela telah sampai di sana, ia langsung duduk di samping Suhaa yang juga tak keberatan jika Dela duduk di sampingnya.

"Suhaa~ beliin, gue juga mau!" Dela bermanja-manja pada Suhaa sambil menempelkan pelipisnya di bahu kanan Suhaa.

"Beli aja sendiri," Suhaa berdiri dari posisinya sambil memberikan uang kepada Dela sebesar 10.000 rupiah dengan cara melemparkannya.

Lalu, ia pun pergi dari sana tanpa mengatakan sepatah katapun.

"Lah bocah, lu mau kemana hey!!!" Zaki berteriak ketika Suhaa mulai menjauh dan menghilang dari area kantin.

Sementara itu, Dela yang diperlakukan seperti itu merasa kesal. Padahal ia hanya ingin bersama Suhaa meski sebentar saja.

Tetapi lelaki itu langsung pergi dan memberikannya uang setelah ia menempel padanya, seolah-olah dirinya adalah perempuan murahan.

".. ngapain juga lu harus mentingin cewek penyakitan kayak Leya.." gumamnya secara tiba-tiba hingga membuat Zaki menoleh dengan tegas.

"Lu ngomong apa barusan?" Zaki bertanya untuk memastikan. Telinganya cukup tajam, tidak mungkin ia salah mendengarkan apa yang dilontarkan Dela.

"H-hah? Apaan? Gue nggak ngomong apa-apa tuh!" balas Dela mengelak.

"Nggak, jangan bohong. Gue jelas-jelas denger lu ngomong yang nggak-nggak tentang Leya," ujar Zaki membantah.

"Apaan sih, gue nggak ngomong apa-apa kok!" Sekali lagi, Dela mengelak dengan alasan yang sama.

"Gue denger dengan jelas loh Del. Gue peringatin ya sama lu, gue nggak suka denger yang nggak-nggak dari mulut lu tentang Leya," kembali Zaki membantah.

"Jangan sampai gue ngasih tau semua tentang 'itu' sama Suhaa. Selama ini gue diam karna gue mikir lu bakal berubah, jadi sebaiknya lu nggak macam-macam," lanjutnya.

"Lu kenapa sih, emang kenapa kalau gue ngomong gitu? Kalau lu suka sama Leya bilang, gue bakal restuin kok. Tenang aja, gue bakal bikin Suhaa sama Leya putus!" Dela berdiri dari tempatnya dengan kesal.

"Gue nggak pernah bilang gitu ya a*jing. Lu itu sahabatnya Leya Del, sadar! Lu nggak pantes buat hal kayak gitu ke Leya!" Adu cek-cok antara mereka semakin menjadi-jadi.

"Lu pikir Leya nganggap gue sahabat? Nggak Ki, lu udah ketipu sama dia. Gue bakal buktiin sama lu, liat aja.." setelah mengatakan itu, Dela lekas pergi dari sana.

Zaki yang ditinggal sendiri hanya bisa menggelengkan kepala setelah melihat tingkah Dela yang sudah gila. Entah apa yang terjadi kepada gadis itu.

"Kita liat siapa yang bakal kalah, lu atau kami bertiga."
***
***
"Maaf om, ngerepotin. Ini kenalin, ayah saya sama adek saya Amara."

Saat ini, mereka semua tengah berada dalam kamar perawatan Leya. Kedua orangtua Leya, ayah, adik serta Suhaa sendiri juga ada dalam sana.

Adiratna dan Agraham saling berjabat tangan dengan senyum terukir di wajah keduanya. Begitu juga dengan Amara yang ikut bersalaman kepada orangtua Aleya.

"Halo om, nama saya Leya." Leya memperkenalkan diri saat mata mereka berdua bertemu.

Adiratna tersenyum, ia kemudian mendekat dan duduk di pinggir kasur menghadap Leya, "Suhaa banyak cerita tentang kamu, Ara juga."

Adiratna dengan lembut mengelus kepala Leya, gadis yang menjadi kekasih putranya tampak begitu cantik meski tengah sakit.

"Kamu cantik banget, mata sama bibir kamu mirip ayah kamu, sedangkan hidung mirip banget sama mama kamu," ujarnya sambil menyentuh hidung Leya di akhir kalimat.

"Pak, mau bicara di luar?" Agraham meminta untuk berbicara di luar antara ayah saja.

Itu juga alasan agar Leya dan Suhaa bisa berduaan saja, "Ah iya pak, mari. Ara, mau di sini atau ikut keluar?"

Tentu Amara tahu maksud dari para orangtua yang membiarkan Suhaa dan Leya berduaan, ia tak boleh mengacaukan rencana orangtua.

"Ara ikut aja deh. Kapan-kapan ketemu lagi ya kak Leya, moga cepat sembuh." Amara melambai dengan riang lalu keluar bersama dengan para orangtua dan meninggalkan Leya serta Suhaa berdua.
***
***

Menggapai Suhaa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang