Menggapai Suhaa 28: Merawat Suhaa

53 6 1
                                    

Hari demi hari berganti, Cafe tempat Suhaa bekerja semakin hari semakin ramai oleh pengunjung, bahkan Suhaa pun tak tahu alasannya.

Ia juga merasa risih kepada pengunjung terutama pengunjung perempuan yang meminta foto bersama Suhaa.

Demi kenyamanan pelanggan pun Suhaa harus mau menerima hal itu. Bahkan gambar dirinya dijadikan sebagai spanduk oleh manajernya beberapa hari yang lalu.

Manajernya mengatakan jika ia mendapat ide dengan memanfaatkan kepopuleran Suhaa yang belakangan ini sangat ramai dibicarakan di sosial media.

Banyak pelanggan yang mengunggah foto Suhaa dan mencantumkan lokasi dimana Suhaa bekerja, dan setiap hari jadwal Suhaa bekerja terus bertambah dan semakin lama.

Suhaa sangat berterima kasih kepada wali kelasnya yang begitu baik hingga mengizinkan Suhaa bekerja dengan syarat ia tidak boleh mengabaikan pelajarannya.

Karena sebentar lagi ia akan mengikuti ujian, ia sangat ingin meminta libur kepada manajernya.

Dan di sini lah Suhaa sekarang, tengah berdiri di depan sang manajer dengan pandangan yang diarahkan ke bawah.

"Kenapa Suhaa, mau ngomong apa?" sang manajer bernama Bina sekaligus anak dari pemilik Cafe tempat Suhaa bekerja.

"Anu kak, boleh nggak saya libur dulu.. soalnya bentar lagi saya ujian, takutnya saya ketinggalan banyak materi, jadi saya mau izin libur." Suhaa menaikkan pandangannya menatap sang manajer.

"Terserah kakak mau ngeluarin Suhaa berapa hari, yang penting Suhaa bisa libur dulu buat belajar..," lanjut Suhaa tanpa menurunkan pandangannya.

Bina menghela napas, ia tak tahu harus bagaimana. Sayang sekali Suhaa harus libur di tengah-tengah kepopulerannya saat ini.

Tapi mau bagaimana lagi, ia tak bisa menghentikan Suhaa yang ingin belajar bersungguh-sungguh untuk mengikuti ujiannya.

"Oke, kamu kakak liburin sehari nggak masalah, kan? Soalnya di sini lagi sibuk banget, itu cukup 'kan Suhaa?" Akhirnya Bina memberikan libur selama hanya sehari.

"Iya, nggak masalah kak! Sekali lagi terima kasih. Makasih banyak kak!" Suhaa membungkuk sebagai bentuk kesopanannya sambil berterima kasih.

"Ya udah, lanjut gih kerjanya, kamu udah boleh pulang jam delapan malam, ngerti?" Bina hanya tersenyum untuk menanggapi rasa terima kasih Suhaa.

"Iya kak, makasih sekali lagi. Kalau gitu, saya lanjut kerja dulu 'ya kak! Permisi." Setelah mengatakan itu, Suhaa segera kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
***
***
"Suhaa nggak apa-apa?"

Saat ini, Leya tengah duduk di samping ranjang milik Suhaa, ia baru saja selesai membantu Suhaa untuk berbaring di ranjang.

Dua puluh menit yang lalu, Leya mendapat telepon dari Amara, adik Suhaa mengatakan jika Suhaa tengah sakit saat kembali dari suatu tempat dan tentu saja Leya tahu jika Suhaa pasti baru pulang dari Cafe.

Untuk itulah Leya langsung datang setelah makan malam sambil membawa makan malam untuk Suhaa yang mungkin saja belum makan malam.

Saat Leya datang, Suhaa tengah duduk di lantai menghadap ke depan meja untuk mencatat beberapa materi dari wali kelasnya.

Untuk itulah Leya memaksa agar Suhaa istirahat terlebih dahulu agar tenaganya terisi dan melanjutkan belajarnya nanti.

"Gue harus belajar Ley, gue udah susah-susah buat dapet libur, jadi gue harus manfaatin itu..," balas Suhaa yang langsung turun dari ranjang.

"Oke, oke. Suhaa boleh lanjut belajar, tapi sambil makan, ya? Leya bakal suapin Suhaa," mau tak mau, Leya harus mengizinkan Suhaa untuk belajar karena Suhaa yang keras kepala.

Suhaa mengangguk setelah menghela napas pasrah, ia juga harus mengisi tenaganya agar ia bisa menyelesaikan semua pelajarannya lalu kembali sekolah esoknya.

Akhirnya, Suhaa duduk di meja belajarnya dan membuka buku pelajaran serta buku catatan lengkap yang di bawa oleh Leya.

Sementara itu, Leya membuka rantang yang ia bawa dan bersiap untuk menyuapi Suhaa.

Suapan pertama diterima oleh Suhaa sebelum memulai aktivitas belajarnya, "Ara udah makan?" pertanyaan Suhaa langsung di balas anggukan oleh Leya.

"Tadi Leya udah nyiapin buat Amara sebelum Suhaa dateng dari kerja." Aleya menjawab sambil terus menyuapi Suhaa.

Suhaa mengangguk mengerti, ia lalu mengusap kepala Leya dengan sayang, "Makasih ya, lu udah perhatian sama gue terutama Amara."

Leya tersenyum lembut menatap Suhaa, "Udah, udah. Suhaa boleh ngucapin itu kalau Suhaa udah sembuh,"

Suhaa kembali mengangguk, ia pun mulai mencatat materi yang tak sempat ia catat siang tadi karena ia meminta izin kepada Bu Lastri untuk pulang lebih cepat.

Setelah mencatat hingga setengah paragraf, ia kembali menerima suapan dari Leya dan kembali melanjutkan tulisannya.

"Oh iya, Suhaa udah jarang ke Panti, ya?" Tanya Leya tiba-tiba hingga membuat Suhaa berhenti menulis.

"Iya, nanti kalau gue udah gajian, temenin gue beli beberapa barang lagi buat anak-anak Panti ya, mau nggak?" Suhaa balik bertanya.

"Iya, tapi Suhaa harus sembuh dulu, oke!?" Leya tersenyum manis setelah mengangguk mengiyakan kalimat Suhaa.

"Suhaa janji nggak bakal maksain diri lagi, ya! Kalau pun Suhaa masih maksain diri, Leya bakal temenin kalau gitu," ekspresi wajah Leya berubah menjadi kesal di akhir kalimat.

"Maaf," Suhaa berkalimat sambil tersenyum menatap Leya.

"Ish, kalau minta maaf tuh nggak usah senyum, Leya jadi nggak tega tau." Leya mengerucutkan bibirnya karena merasa kesal.

"Maaf," kembali Suhaa meminta maaf dengan ekspresi yang sama seperti tadi.

"Ish.. iya, iya. Nih makan," balas Leya sambil menyodorkan tangannya yang memegang sendok ke mulut Suhaa.
***
***
Jam telah menunjukkan angka 22.31 setelah Leya bersusah payah menidurkan Suhaa di pangkuannya.

Saat ini ia telah selesai memindahkan kepala Suhaa ke bantal dan menyelimuti tubuh kekasihnya dengan selimut.

Ia juga telah selesai mengompres dahi Suhaa beberapa menit yang lalu, dan baru saja kembali dari dapur untuk mengganti air kompres Suhaa juga membawakan air untuk lelaki itu.

Setelah semuanya selesai dan tersusun rapih, Leya lekas mematikan lampu kamar dan segera keluar dari kamar Suhaa dengan hati-hati.

Baru saja keluar dari kamar, ia terkejut dengan kehadiran Amara tepat di depannya. Untung saja ia tak menjerit atau membuat kebisingan yang bisa membuat Suhaa terbangun.

"Kenapa Ara? Ara butuh sesuatu?" Tanya Leya dengan pelan karena mereka berdua masih berdiri di depan pintu kamar Suhaa.

"Maaf kak, tadi Ara mau masuk buat bilangin kakak. Di luar ada bapak-bapak, katanya sih ayah kak Leya..," balas Amara yang langsung membuat Leya terkejut.

"Ah, itu mungkin ayah Leya. Kalau gitu, Leya pamit ya. Suhaa udah tidur, di kulkas ada es krim buat kamu. Langsung tidur 'ya Ara, jangan begadang." Leya menepuk bahu Amara lalu tersenyum.

"Leya pamit ya. Selamat malam Ara." Leya melangkah ke arah pintu setelah menerima anggukan singkat dari Amara.

Saat pintu terbuka, ia melihat sang ayah tengah berdiri di depan sebuah mobil putih sambil menatap ke arah jam tangannya.

Leya lekas berlari kecil ke arah mobil sang ayah, "Maaf yah, Suhaa tidurnya susah, jadi Leya lambat pulangnya."

"Nggak apa-apa, Ayah disuruh sama mama kamu buat jemput kamu. Ayah juga baru dateng dari kantor," balas Agraham datar.

"Ya udah, cepat masuk ke mobil, kita langsung pulang," lanjut Agraham sambil membuka pintu depan mobil untuk anaknya.

"Okey, makasih yah.." Leya naik ke mobil dan di lanjut oleh Agraham yang ikut naik ke mobil.

Setelah itu, Agraham pun memasangkan sabuk pengaman pada Leya dan segera menyalakan mesin mobilnya.

Mereka pun pergi meninggalkan area rumah milik Suhaa.
***
***

Menggapai Suhaa (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang