Chapter 22

62.4K 6.7K 193
                                    

'Padahal, pelukanku lebih hangat dari Samudra'

****


Zahra memandang hamparan pantai di depan sana, perlahan kakinya melangkah, menyusuri bibir pantai dan membiarkan kakinya basah.

Gadis dengan seikat bunga mawar putih ditangannya itu, melangkah pelan dengan mulut yang terus bergumam tak jelas.

"Udah lama, ya?" keluhnya lirih, ia berhenti dan langsung menghadap lautan lepas, seiring dengan matahari yang perlahan tenggelam, menyisakan rona jingga yang indah untuk dipandang berlama-lama.

"Setidaknya berikan petunjuk kalau kamu benar-benar pergi," imbuh Zahra datar. Ia benci perpisahan tanpa ada ucapan selamat tinggal. Namun sialnya, pria yang ia cintai pergi tanpa sepatah kalimat perpisahan sama sekali.

Dulu, Liu hanya mengatakan akan pergi berlibur bersama para sahabatnya, akan kembali lagi setelah beberapa hari. Tapi nyatanya, satu tahun lebih dan mereka semua hilang tanpa kabar. Pesawat yang ditumpangi hilang kontak setelah beberapa menit lepas landas, dan setelah pencarian berhari-hari, puing pesawat ditemukan di lautan lepas, bahkan tidak ada pulau di dekatnya.

Karena petugas pencarian mengatakan mustahil untuk semua penumpang selamat, akhirnya pencarian dihentikan dan seluruh penumpang dinyatakan tewas dalam kecelakaan tragis itu.

"Sebenarnya, i hate the beach. Dan bodohnya, selalu mendatangi tempat yang aku benci karena merindukanmu," Zahra menatap bunga mawar digenggaman nya. Ia ingat, pria itu menyukai mawar putih.

Tiba-tiba, senyum Liu terlintas begitu saja di benaknya, masih sama. Tampan dan berkarisma. Aura positif selalu melingkupi Liu, ramah dan mudah bergaul. Bahkan Zahra seolah tidak menemukan celah dalam diri pria itu. Mungkin kekurangannya hanya satu, berbeda keyakinan.

"Pelukan Samudra membuatmu nyaman?" suara itu terdengar lirih.

"Padahal pelukanku lebih hangat dari Samudra,"

Zahra melemparkan bunga itu ke air, membuat ombak membawa mereka entah kemana, "Bawakan itu untuk Liu. Semoga dia tau, aku selalu menunggunya," ujar Zahra lalu berbalik, meninggalkan bibir pantai yang sudah sepi karena hari sudah mulai gelap.

Saat sampai di rumah, entah kenapa Zahra merasa aneh. Gadis itu bergerak masuk dan langsung disambut oleh raut tak bersahabat dari Brata. Entah apa kesalahannya kali ini.

"Dari mana?" tanya nya terlebih dahulu.

"Pantai," jawab Zahra, ia melirik Meira yang terlihat bergetar dan ditenangkan oleh Liora. Sedangkan Lingga, seperti biasa pria itu masih di luar, sibuk dengan usaha kafe yang ia bangun bersama beberapa temannya.

"Peliharaan mu sudah ayah kirim ke tempat semula," sontak kalimat itu membuat Zahra langsung menatap Brata tak terima.

"Kenapa?"

"Karena Meira alergi pada hewan itu,"

Zahra tercengang lalu tertawa mengejek, "Apa mereka mengganggu? Bahkan Kucing-Kucing itu tidak pernah keluar dari kamar Zahra," kata Zahra berusaha untuk tidak mengeraskan suaranya. Ia tidak ingin dianggap anak durhaka karena mengeraskan suaranya pada Brata.

"Meira bertemu mereka tadi,"

Zahra menatap wanita itu lalu kembali mengalihkan atensinya, "Siapa yang menyuruhnya masuk ke kamar Zahra tanpa izin?"

Double Z [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang