Bab 1

535 90 2
                                    

Bab 1

Sudah dua minggu aku tinggal di rumah keluarga Pak Jimin dan Bu Sekar. Keduanya sangat baik padaku. Bu Sekar seorang PNS sementara Pak Jimin pengusaha. Mereka tampak saling mencintai dan harmonis meskipun selama enam tahun ini belum diberikan keturunan.

Menurut Pak Jimin, akhir-akhir ini Bu Sekar sering kelelahan akibat sibuk bekerja, makanya dia membutuhkan asisten rumah tangga. Untungnya aku terbiasa memasak dan mengurus pekerjaan rumah karena hanya berdua ibuku sejak kecil, jadi aku bisa mendapatkan pekerjaan ini.

Saat bekerja, aku bisa melupakan sakit hatiku sejenak. Namun bila malam tiba, bayangan Ibu dan Antoni yang bergumul di kamar Ibu kembali menyapa, membuatku seketika mual. Mereka telanjang dan berpeluh, sementara suara-suara geraman dan lenguhan terdengar keras. Biasanya aku pulang sore, tapi karena dosenku tiba-tiba berhalangan hadir, saat itu aku bisa pulang cepat. Dan ketika sampai rumah, aku memergoki perselingkuhan mereka.

Aku memejamkan mata rapat-rapat, mencoba untuk tidur seperti hari-hari kemarin.

***

Suatu malam aku terbangun karena kebelet ingin ke kamar mandi. Di ruang makan dekat dapur terdengar suara berisik, membuatku takut. Aku berjingkat lalu mengintip, dan langsung membelalak mendapati sepasang tubuh nyaris telanjang sedang bergumul di atas meja makan.

Jantungku rasanya mau copot. Aku buru-buru berbalik dan kembali ke kamarku. Menahan untuk buang air seni entah untuk berapa lama hingga kegiatan malam mereka usai.

Wajahku merah padam kembali mengingat adegan di ruang makan. Wajah tampan Pak Jimin begitu menikmati percintaan dengan istrinya.

Tiba-tiba aku teringat Antoni dan Ibu. Seperti itu jugakah raut Antoni yang sedang bernafsu menyetubuhi Ibu? Menikmati. Aku menggeram kesal.

Lupakan, lupakan, lupakan!

Waktu terus berlalu. Mungkin satu jam entah dua jam. Aku memutuskan keluar dari kamar karena sudah tidak tahan lagi. Di ruang makan ternyata ada Pak Jimin, hanya memakai celana selutut. Aku menunduk lalu buru-buru ke kamar mandi.

Ah, leganya.

Saat kembali melewati ruang makan, Pak Jimin yang telah memakai kaus putih, memanggilku. "Kamu terbangun tengah malam?"

"Iya, tadi nggak tahan mau ke kamar mandi, Pak."

"Kamu mau nemenin makan? Aku terbangun tengah malam karena lapar, mau membuat spageti."

Wajahku terasa hangat. Terbangun karena lapar? Bohong. "S-saya mau tidur lagi, Pak. Besok kan saya harus bangun pagi untuk membuat sarapan dan beres-beres rumah."

"Nggak apa-apa bangun agak siang. Istriku kecapean jadi nggak mau nemenin makan. Kamu mau, ya?"

Wajahku sekarang rasanya terbakar. Ya iya lah kecapean! Habis digempur kayak tadi sih....

Aku menimbang-nimbang. Mau menolak, tapi rasanya nggak enak. Akhirnya aku mengiyakan saja.

Saat akan membantu memasak, Pak Jimin malah menyuruhku duduk dengan tenang di meja makan. Aroma rempah-rempah bumbu spageti tiba-tiba membuatku lapar. Ah, Ibu biasanya membuatkanku menu satu itu yang memang favoritku.

Ibu... kenapa melakukannya dengan Antoni?

"Sudah jadi." Pak Jimin menyodorkan sepiring penuh spageti di hadapanku. "Apa kamu pernah makan spageti sebelumnya?"

Aku mengerjap. "Mmh, eh, pernah, biasanya saya membeli di minimarket. Tapi ya... beda sama buatan Pak Jimin pasti. Kayaknya yang ini lebih lezat!"

Pak Jimin tergelak. "Istriku sangat menyukai spageti buatanku. Sayang dia terlalu mengantuk."

Aku mengabaikan kata-katanya sebab hanya akan membuatku teringat adegan tadi. Di meja makan ini. Ya, meja makan ini! Tubuhku langsung bergidik membayangkannya.

Lupain, lupain, lupain!

Aku membelalak, lalu mendongak menatap Pak Jimin.

"Kenapa, Yasmin?"

Aku mengunyah dan buru-buru menelannya. "Ini enak banget spagetinya, Pak! Spageti terenak yang pernah saya makan!"

Pak Jimin kembali tertawa. "Aku akan memberikan resepnya kalau kamu doyan."

"Mau, Pak!" Aku mengangguk bersemangat sambil kembali menyuap spageti berlumur saus dan keju.

"Kamu kayak anak kecil. Mulutmu berlepotan saus."

Aku cuma nyengir dan nggak menghentikan kegiatanku hingga piring di hadapanku nyaris bersih dari spageti berikut sausnya.

"Istriku yang menggemari spagetiku saja tidak sebersih itu piringnya." Pak Jimin terkekeh geli. "Terima kasih, Yasmin, aku merasa tersanjung."

Aku tersipu malu, lantas membereskan bekas piring kotor. Namun, karena terburu-buru, aku tersandung. Untung saja Pak Jimin lekas menangkap tubuhku yang memeluk bekas piring kotor.

Jantungku langsung berdetak cepat gara-gara dipeluk Pak Jimin. Wajah kami sangat dekat dan saling berhadapan.

Pak Jimin melepaskan dekapannya. "Lain kali hati-hati."

"I-iya, Pak. Maafkan saya. Te-terima kasih."

"Nggak apa-apa. Aku duluan tidur, ya. Kalau kamu capek, cuci piringnya besok saja."

Aku hanya mengangguk. Setelah pria itu keluar dari ruang makan, aku bergegas ke dapur untuk mencuci piring. Tapi, dadaku masih saja berdebar dengan kencang karena kejadian tadi.

Bibir kami sangat dekat. Ahh, apa sih Yasmin? Jangan berpikiran macam-macam, itu suami Bu Sekar!

***


Putri Permatasari, Rabu, 8 September 2021, 05:31 wib.
Fan Fiction Jimin BTS (remake dari versi asli).

Love and Life (Short Story Collection) by EmeraldWhere stories live. Discover now