Bab 3

452 83 5
                                    

Bab 3


Saat aku bangun dan akan menyiapkan sarapan, ternyata aku terlambat sebab tiga piring nasi goreng dan tiga gelas jus jeruk sudah tersaji di meja makan. Rupanya Bu Sekar yang menyiapkan semuanya. Aku jadi merasa nggak enak, tapi Bu Sekar malah menyuruhku makan bertiga di meja makan dengan wajah cerah dan riang.

Usai sarapan, Pak Jimin dan Bu Sekar pergi berenang, sementara aku memilih berjalan-jalan menyusuri pantai.

Air yang begitu biru menenangkan hatiku. Aku duduk di pasir di tepi pantai, melihat jauh ke lautan lepas. Semilir angin mengacak-acak rambutku dan aku membiarkan.

Melihat orang-orang bermain di air membuatku akhirnya tergoda dan ikut menceburkan diri. Rasanya menyenangkan, sudah lama nggak bermain di pantai.

Tiba-tiba seseorang menabrak tubuhku.

"Maaf... loh, Yasmin?"

Aku mengerjap. "Pak Jimin...."

"Tadi katanya mau jalan-jalan, ternyata malah berenang di sini."

Aku nyengir. "Iya, rasanya nggak tahan melihat air, Pak, jadi pengin berenang."

"Tapi... pakaian dalam kamu kelihatan, tuh. Kamu sih pakai baju putih."

Aku menyilangkan lengan di depan dada. Wajahku terasa panas. Aku pun buru-buru berlari ke cottage dengan panik meninggalkan Pak Jimin.

Yasmin malu-maluin aja!

***

Tepat setelah makan siang, Bu Sekar kembali pergi meeting. Aku yang masih merasa malu terhadap Pak Jimin, memutuskan mendekam di kamar saja.

Namun, tiba-tiba pintu kamarku diketuk.

"Yasmin, apa kamu masih marah soal... tadi pagi?"

"Ng-nggak, Pak," sahutku buru-buru membuka pintu. Aku menunduk. "Saya nggak marah, saya cuma malu."

"Aku yang salah tidak bisa menjaga pandangan. Tapi, para pria di sekitarmu banyak yang melihat ke arahmu, makanya tadi aku bilang begitu."

"Iya, terima kasih, Pak."

"Kamu nggak naik ayunan?"

Aku menggeleng.

"Ya sudah kalau begitu. Nanti sore temenin aku jalan-jalan ya."

Aku mengangguk.

Namun, ternyata sore ini hujan deras tiba-tiba mengguyur pantai membatalkan rencana Pak Jimin. Memaksa kami berdiam diri di dalam cottage.

Sampai malam, hujan belum juga reda. Bu Sekar menelepon mengatakan akan menginap di hotel temannya. Kudengar Pak Jimin protes, tapi karena hujan begitu lebat, sang istri tidak ingin dijemput.

Pukul 10 malam, Pak Jimin berjalan mondar-mandir dengan gelisah.

"Bapak kenapa?"

"Aku akan menjemput Sekar, aku cemas kepadanya. Kamu nggak apa-apa, kan, ditinggal sendiri?"

Aku cepat-cepat mengangguk. "Nggak apa-apa, Pak." Sejujurnya aku takut sendirian di sini, tapi apa boleh buat. Aku tidak mungkin meminta majikanku tinggal padahal ia sangat mengkhawatirkan istrinya.

Setelah Pak Jimin pergi, aku mengunci pintu cottage dan masuk ke kamar. Aku mencoba untuk tidur, tapi nggak bisa. Suara hujan deras dan guntur membuatku sulit memejamkan mata. Akhirnya aku hanya berbaring meringkuk menunggu kepulangan kedua majikanku.

Saat akhirnya kantuk menyerang, tiba-tiba aku mendengar gedoran di pintu. Rupanya hujan sudah tidak begitu lebat lagi. Aku buru-buru keluar dari kamar menuju pintu utama. Begitu membukanya, Pak Jimin dengan tubuhnya yang basah kuyup langsung menubrukku. Aku terkejut saat mencium aroma alkohol.

Pak Jimin mabuk?

Kedua tangan kekarnya mencengkeram bagian depan kausku. Matanya tampak memerah dan penuh amarah menatapku. "Perempuan jalang! Pelacur! Selama ini aku setia, tapi kenapa kamu tega padaku, Sekar? Kamu pikir cuma kamu yang bisa bersenang-senang, hah?!"

Aku membelalak mendengar kata-katanya. Baru kali ini aku mendengar makian kasar dari mulut pria berhati lembut ini.

Ketika Pak Jimin menyeretku, aku tersadar dan mencoba melepaskan diri, tetapi usahaku sia-sia karena tenaganya lebih kuat.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi?!

"Pak, Bapak kenapa? Saya mohon lepaskan saya!" Aku takut, takut sekali karena Pak Jimin menyeretku ke kamar tidurnya. Ia membantingku ke ranjangnya dengan kasar.

"Aku cuma mau Sekar tahu bahwa aku juga bisa bersenang-senang. Dia telah mengkhianati kepercayaanku, jadi wajar kalau aku pun melakukan hal yang sama, bukan?"

Aku menggeleng panik. Saat aku beringsut hendak turun dari tempat tidur, tubuh Pak Jimin yang tinggi dan besar segera mengadangku. Ia mencengkeram daguku kasar.

"Kamu manis, Yasmin, manis sekali. Tapi maaf, aku sedang nggak ingin bersikap lembut sekarang ini," ujarnya sebelum mulutnya melumat bibirku dengan liar dan kasar.

Aku nggak mau, tapi kenapa tubuhku malah bereaksi sebaliknya? Bagian intimku basah sementara bibir Pak Jimin mengerjai bibirku dan satu tangannya meremas payudaraku kasar.

***

Putri Permatasari, Rabu, 8 September 2021, 18.00 wib.

Fan Fiction (Jimin BTS).

Love and Life (Short Story Collection) by EmeraldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang