41

27 7 0
                                    

"Seharusnya kamu sebagai seorang kakak bisa menjaga adik kamu dengan baik! Kamu tau? perilaku adik kamu itu ga cuma ngehancurin dirinya sendiri! Tapi kelakuan adik kamu juga merusak nama sekolah!" Tegasnya yang membuat Lyn semakin menunduk.

"Maaf Bu, saya akui saya salah. Tolong beri toleransi untuk adik saya Bu, saya mohon adik saya jangan sampai di keluarkan dari sekolah!" Pinta Hendery sembari memelas.

"Saya disini hanya menjalankan tugas, saya harus mengeluarkan Lyn dan itu diperintahkan langsung oleh kepala sekolah, saya bisa apa kalau udah gini?" Wanita paruh baya itu Menyodorkan sebuah amplop putih berisikan surat.

"Tapi Bu—"

Lyn langsung meraih tangan Hendery, meminta Hendery agar berhenti memohon.

"Udah bang, kita pulang aja. Terima kasih bu untuk sebelumnya, dan saya minta maaf atas kesalahan yang saya sudah perbuat. saya permisi," Lyn sedikit membungkukkan badannya sebelum pergi keluar dari ruangan konseling dan disusul oleh Hendery.

Rumor Lyn dan Guanlin tersebar begitu saja. Satu sekolah tau tentang masalah ini, meskipun bukan nomor Youi yang menyebarkan itu, tapi Lyn sangat yakin jika ini semua ulah Youi.

Langkah Lyn terhenti saat mendapatkan Yangyang yang berdiri berdampingan dengan Renjun di depan sana.

Lyn tak mengerti dengan sorot mata Yangyang padanya, yang pasti ia tak melihat sorot kemarahan sedikit pun di mata lelaki itu. Sorot mata Yangyang terlihat sedikit kecewa.

Saat berpapasan dengan keduanya, Lyn lebih memilih untuk bergeming dan tetap mengekori Hendery yang berjalan didepannya.

"Ly—" Renjun mencegat Yangyang yang hendak mengejar Lyn.

"Biarin Lyn sendiri dulu." Renjun melepaskan cekalannya lalu pergi meninggalkan Yangyang sendirian.














Lyn sedari tadi hanya menunduk, tak berani menatap Hendery yang tiba tiba bersikap dingin kepadanya.

Hendery memasang Safety belt tanpa banyak berbicara, sikap Hendery yang seperti itu membuat Lyn semakin meras tidak nyaman.

"Pake safety belt nya," datarnya sembari menatap jalanan dengan kosong.

Setelah memasangkan sabuk pengaman, Lyn berusaha memberanikan diri untuk mengarahkan pandangannya ke arah Hendery.

"Bang, maaf—"

Hendery masih bergeming, Hendery masih menatap ke arah depan, Hendery belum menyalakan mesin mobil ia masih asik melamun.

"Maaf ka—"

"GUE GA PERNAH AJARIN LO BUAT JADI MANUSIA TOLOL!" Lyn sedikit tersentak saat Hendery membentaknya sembari memukul stir mobil dengan kesal.

"Iya gue tau gue tolol, gue mohon jangan sampe ini semua bocor ke mama. Gue ga tega,"

Hendery menatap Lyn dengan seringai malasnya.

"Kalo Lo ga tega sama mama, kenapa Lo lakuin itu hah? KENAPA LO LAKUIN ITU?"

"Gue di paksa! Gue ga bisa kemana mana waktu itu! Setiap gue mau pergi, gue ditahan terus sama omongan dia. Dia ngeyakinin gue terus," jelas Lyn dengan suara yang mulai serak karena hampir menangis.

"DAN LO PERCAYA SAMA OMONGAN DIA? LO TAU? LO BEGO LYN LO BEGO! GUE GA PERNAH AJARIN LO BUAT JADI MANUSIA BEGO! KENAPA LO GAMPANG BANGET DI BEGOIN HAH? Gue sekolahin Lo biar Lo jadi manusia pinter, bukan jadi orang tolol! Gue bilang juga apa, pikiran Lo itu masih terlalu kecil buat kenal laki laki. Lo masih belum bisa mikir dewasa," Sarkas Hendery yang nada bicaranya semakin menurun dan berakhir menangis.

Sweet Nineteen [Not Perfect]  Liu YangyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang