06. Kantin dan Tantangan

81 11 4
                                    

"Itu udah hal biasa. Bukan membolos, lebih tepatnya bertanggung jawab!" kata Dylan dengan pedenya. Kami bertiga memasang wajah datar mendengar guyonan garing.

Apakah membolos itu bertanggung jawab? Hahaha lebih tepatnya bertanggung jawab menjalankan hukuman dari guru, batinku mencibir.

   Aku memakan makanan yang menjijikan tapi rasanya sama seperti duniaku yang seharusnya. Aneh, memang mereka para penyihir bisa menciptakan makanan dengan penampilan aneh dan sebutan aneh juga, tetapi rasanya tetap juara satu. Pikiranku mulai bertanya-tanya tentang jenis makanan luar negeri di sini karena selama aku makan.

Rasa makanan khas Indonesia. Lalu datanglah satu makanan penutup. Dylan tersenyum ke pelayan bertubuh kecil, memiliki telinga sedikit lebar dan panjang ke atas, wajahnya tidak terlalu cantik atau ganteng lebih ketara banyak keriput, warnanya hijau putih membuatku bingung dengan warnanya dan di belakang punggung ada sayap layaknya peri.

"Itu makhluk apa?" tanya Salsa menunjuk makhluk kerdil itu.

"Oh itu peri." jawabnya singkat.

"Apa peri?" ulang Salsa tidak yakin kalau barusan datang itu adalah seorang peri.

  Karena setahu kami bertiga peri adalah makhluk kecil yang memiliki bentuk sempurna nan cantik. Layaknya di acara televisi, menggambarkan kalau peri adalah ras peri yang tergolong sempurna apalagi kekuatannya dahsyat oleh bangsa ras peri. Namun, di sini berbeda jauh dengan apa yang aku pikirkan tadi. Lebih baik aku makan daripada mengurusi makhluk fantasia yang herannya aku malah tertarik dengan belahan dunia berbeda.

Aku hidup di dua dunia berbeda real life dan fantasi, terdengar konyol memang tapi itu yang terjadi sekarang, aku benar-benar hidup di dua dunia, hahaha. Yang biasanya di dunia ghaib ini beralih ke dunia fantasi.

Lebih baik begitu. Aku tidak mau berurusan dengan alam ghaib karena banyak makhluk yang menyeramkan.

"Apa yang kamu makan? Dylan?" tanya Ika penasaran.

"Ya, ini adalah sup lava. Bahkan gunungnya ini bisa dimakan." kata Dylan. Ika sangat senang sekali, ia menyeruput sup itu dengan sedotan lalu tersenyum sumringah.

"Wah enak. Kayak kuah Iga atau kuah baso gitu, unik-unik." puji Ika.

Tidak menyangka saja kalau hidup di dunia ini, aku melihat beberapa makanan aneh lebih cenderung tidak wajar menurutku. Untung saja tidak ada yang jauh menjijikan tampilannya sama seperti mie ulat tadi.

   Dylan bangkit berdiri pamit pergi menuju ke rapat penting osis sihir. Sedangkan kami bertiga juga pergi melihat-lihat sekitar sekolah baru serta suasana baru juga. Selama perjalanan begitu banyak kejadian-kejadian yang dilakukan oleh para penyihir lainnya. Semuanya rata-rata memakai jubah sedangkan kami bertiga tidak sama sekali.

Pandangan mereka semua sesekali memandang kami aneh. Rasanya aku ingin mencolok jariku ke mata orang-orang itu, awas aja!—batinku. Salsa merasa tidak enak dengan tatapan mereka.

"Aku rasa. Mending kita balik aja daripada di sini. Tatapan mereka membuatku risih, tidak suka." kata Salsa memintaku kembali ke perpustakaan.

"Tapi kita b—"

"Sheira, sekolah ini udah 12:12 ama sekolah SMK Dirga Jaya yang asli. Buruan pulang!" kata Salsa mencekal lenganku erat.

"Eh iya-iya." jawabku dan kami bertiga segera menuju ke perpustakaan.

Selama perjalanan menuju ke perpustakaan. Tiba-tiba tubuh Ika terbang lalu terlempar menatap dinding membuatku dan juga Salsa kaget.

"Argh!" ringis Ika, mata gadis itu perlahan terpejam dan jatuh tidak sadarkan diri. Mata kami berdua masih membulat sempurna menoleh mencari asal sihir tersebut yang tanpa diundang mencelakai Ika.

Sekolah Sihir [S1-End]Where stories live. Discover now